***
Samudra merasa brengsek, bahkan dia lebih brengsek dari kakaknya. Apalagi saat segala penjelasan singkat Alyzaa, tentang siapa bocah kecil yang dia sebut bernama Arsen itu terus mengusik pikirannya.
Layaknya sebuah kaset rusak, yang di putar berulang-ulang, terasa memenuhi kepalanya, Samudra sulit mengenyahkan pikiran itu, penjelasan itu.
Meski sudah melakukan segala cara, melakukan banyak hal, tapi semua penjelasan singkat Alyzaa sulit dia hilangkan.
Dia benci, tapi dia juga tak bisa mengelak ketika dia memang orang paling bodoh di sini.
Dia marah pada Alyzaa, dia membenci wanita itu karena telah membuat keluarganya hancur berantakan. Membuat papanya pergi meninggalkan mamanya untuk selama-lamanya. Dan yang paling dia benci adalah dia telah membuat mamanya sering kali tampak tertekan dan juga menangis diam-diam karna merindukan papanya.
Namun itu dulu, dulu sebelum dia tahu jika bukan hanya mamanya yang hancur berkeping-keping karna kehilangan papanya, tapi ada satu sosok wanita lain-yang sebenarnya lebih hancur, lebih sakit dan juga lebih merasakan luka yang luar biasa menyakitkan. Namun dia menutupinya, menyembunyikan segalanya dengan begitu hebatnya. Membiarkan semua orang menilainya dengan segala pikiran buruk mereka, membiarkan semua orang merendahkan bahkan menganggapnya sebagai mana hal yang tak semestinya dia terima setelah apa yang dia alami selama ini.
Kini Samudra bahkan tak lagi berani menatap Alyzaa. Tidak, bukan hanya menatapnya. Rasa bersalah dan malu atas apa yang selama ini dia lakukan pada wanita itu. Bagaimana brengseknya dia yang berkali-kali, menyakiti, melukainya, membuat dia rasa-rasanya tak lagi memiliki muka.
Terlalu banyak rasa bersalahnya pada Alyzaa. Hingga dia bahkan tidak bisa memikirkan apa yang akan dia lakukan selain meminta maaf pada wanita itu.
Tapi, kata maaf bahkan tak bisa membuat segala apa yang dia lakukan terlupakan. Dia terlalu brengsek, terlalu tak tahu diri dan terlalu naif. Bagaimana bisa Alyzaa akan memaafkan segala apa yang sudah keluarganya lakukan padanya? Terutama kakak dan dirinya?
Samudra menyesal, benar-benar menyesal karna dulu hanya mendengar dan melihat dari satu sisi, sedang sisi lain bahkan lebih mengerikan, lebih menyakitkan dan juga lebih butuh tempat bersandar. Segala rasa sayangnya pada mamanya, membuat dia buta, tak bisa melihat jika Alyzaa juga kehilangan sosok suami, sama persis seperti mamanya.
Ada nafas berat nan panjang yang keluar dari bibir Samudra. Semua itu sama sekali tak membuat segala yang berkecamuk dalam dirinya reda, sirna, namun malah semakin terasa menyakitkan dan menyesakkan.
"Res."
Segala pikiran yang sedari tadi memenuhi kepala Samudra seketika teralihkan begitu mendengar panggilan mamanya. Membuat dia yang tadi berbaring di sofa ruangan mamanya pun beranjak duduk, bangkit dan melangkah ke arah mamanya. Yang ternyata memperhatikannya sedari tadi.
"Kenapa, mama butuh sesuatu?"
Dwita, selaku mama Samudra pun menggeleng. "Mama perhatiin dari tadi kamu kayak banyak pikiran gitu, kenapa? Kamu lagi bertengkar ya sama Alyzaa?"
Samudra yang duduk di kursi-yang berada di samping ranjang mamanya pun meraih tangan wanita itu. Menggenggamnya erat dan ragu-ragu menggeleng.
"Kamu yakin?"
"Hmm."
"Kalau gitu kenapa Alyzaa gak ke sini jengukin mama? Kenapa kamu gak bawa dia ke sini?"
Samudra diam beberapa saat, berusaha menyusun kata yang mungkin tidak akan membuat mamanya curiga. "Ares gak bilang mama lagi sakit, lagian dia lagi sibuk. Kasian kalau harus ikut jaga mama di sini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Turun Ranjang (SELESAI)
Romance"Pengkhianatan, luka dan juga rasa sakit yang mendalam. Membuat ku lebih tegar dari yang mereka bayangkan." Alyzaa. "Nyawa harus dibalas dengan nyawa! Maka akan aku pastikan kamu sama menderitanya layaknya kehilangan nyawa!" Ares. ***