Ada beberapa hal yang membuat Alyzaa merasa sedikit takjub dengan cara mendidik Jesika pada putranya. Salah satunya adalah ketenangan bocah kecil itu.
Disaat dia tidur lelap-lelapnya, di bangunkan dan di bawa turun dari mobil. Alyzaa bahkan sedikit heran karna bocah kecil itu tidak menangis atau rewel. Dia hanya diam dengan kedua mata polosnya yang menatap Alyzaa dengan wajah kantuk, sama sekali tidak ada hal yang keluar dari bibirnya. Baik protesan, rengekkan, atau satu pertanyaan pun, tidak. Semua itu membuat Alyzaa sedikit merasa tidak nyaman.
Seharusnya bocah kecil itu rewel dan menangis, kan? Membuat Alyzaa jengkel atau semacamnya agar Alyzaa memiliki alasan untuk membenci juga meninggalkannya seperti ibu bocah itu. Tapi apa yang terjadi, kenapa dia hanya diam dan menurut? Membuat Alyzaa takut sendiri berada di dekat bocah kecil itu.
Disaat Alyzaa sibuk memikirkan semua keheranannya, tiba-tiba ada sesuatu yang menyentuh telapak tangannya. Begitu dia menunduk, dia menemukan tatapan Arsen mengarah padanya, tangan kecilnya menggenggam setengah telapak tangannya yang besar. Membuat langkah Alyzaa terhenti. Tiara yang berdiri di sampingnya pun ikut berhenti begitu langkah Alyzaa terhenti. Dia mengikuti arah pandang Alyzaa. Kedua matanya melotot lebar saat menemukan pemandangan apa di depannya.
Ditatap lurus oleh dua orang dewasa di sampingnya membuat Arsen mengeratkan genggamannya di telapak tangan Alyzaa. Wajahnya tidak bisa di tutupi jika saat ini tampak takut.
"Asen, ndak pelnah sini, ante."
Ada sesuatu yang terasa menyentil hati Alyzaa mendengar ucapan polos bocah kecil di sampingnya. Apalagi ketika melihat tatapan takut bocah itu, seakan Alyzaa akan meninggalkannya di tempat ramai ini sendiri. Sama seperti apa yang ibunya lakukan padanya. Membuat dia pada akhirnya menghembuskan nafas pasrah. Membiarkan Arsen menggandeng telapak tangannya erat selagi mereka meneruskan langkah.
"Za, kita mau langsung naik ke lantai atas?" Alyzaa melirik Tiara sekilas, baru kemudian mengangguk ala kadarnya.
"Mbak, anaknya di gendong dong. Masih kecil begitu kok dibiarin naik eskalator sendiri, sih? Bahaya, mbak." Teguran dari arah belakang tubuh Alyzaa saat mereka hendak menaiki tangga berjalan itu pun membuat Alyzaa dan Tiara menoleh ke arah belakang serempak.
Belum sempat Alyzaa membalas, Tiara sudah lebih dulu menyela. "Za, biar gue aja yang gendong." Ucapnya. Hendak meraih tubuh Arsen, tapi Arsen menggenggam erat tangan Alyzaa, wajahnya bahkan tampak menahan tangis saat Tiara mendekat. Membuat Alyzaa mengerjab kaku.
"Ante.."
"Heran deh sama anak muda zaman sekarang, bikin anak seneng, giliran punya anak gak mau ngurusin yang benar. Kalau gak mau punya anak mending jangan bikin, mbak. Kasian anaknya gak keurus."
"Heh, buk! Jangan sok tahu, deh!" Tiara yang sudah menunduk kembali berdiri, menatap tajam ibu-ibu dibelakangnya, terlihat tak terima dengan sindiran ibu-ibu itu.
Alyzaa yang sedari tadi menatap Arsen yang tampak menahan tangis pun pada akhirnya menunduk, meraih tubuh kecil itu untuk masuk ke dalam gendongannya.
"Ayo, Ra!" Ujarnya. Mulai melangkah dan menaiki eskalator di depannya. Membuat Tiara yang sudah akan mengomeli ibu-ibu dibelakangnya pun pada akhirnya menyerah. Namun tatapannya jelas menunjukkan ketidakterimaannya. Hingga dia terus menatap kesal pada ibu-ibu dibelakangnya, membuat ibu-ibu itu pun menjaga jarak dari mereka.
"Heran deh, ibu-ibu itu kurang kerjaan banget sih?! Suka banget komentarin hidup orang. Heran!" Tiara masih tampak tak terima karna belum meluapkan kekesalannya. Membuat Alyzaa diam-diam melirik sahabatnya itu. Tidak sadar jika kini kedua lengannya memeluk punggung Arsen erat, sedang bocah kecil dalam gendongannya pun begitu. Memeluk lehernya erat. Hingga mereka menyusuri pusat perbelanjaan itu, mencari-cari toko pakaian anak. Alyzaa baru sadar jika dia terlalu dekat saat merasa pundaknya mulai pegal karna di jadikan tempat bersandar Arsen membuat langkahnya pun terhenti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Turun Ranjang (SELESAI)
Romance"Pengkhianatan, luka dan juga rasa sakit yang mendalam. Membuat ku lebih tegar dari yang mereka bayangkan." Alyzaa. "Nyawa harus dibalas dengan nyawa! Maka akan aku pastikan kamu sama menderitanya layaknya kehilangan nyawa!" Ares. ***