Semalaman Alyzaa merasa gelisah, entah apa yang membuat dia gelisah sepanjang malam. Namun, bayangan wajah kecewa Ares sepanjang hari ini benar-benar mengusiknya.
Bagaimana pria itu menatapnya lama dan penuh kecewa.
Karna itulah, pagi ini dia bangun lebih pagi dari biasanya. Duduk di meja makan bersama kedua orangtuanya.
Seperti dugaannya, pria itu tidak ada di sana. Dia tidak akan datang setelah apa yang terjadi kemarin. Mana mungkin dia masih mau duduk di meja makan rumah kedua orangtuanya-tempat di mana dia bisa melihat pria itu akhir-akhir ini. Setelah dia merasa dikecewakan.
Sepintas, ada pertanyaan yang bersarang di kepalanya. Apa artinya pria itu benar-benar marah? Tapi secepat mungkin Alyzaa mengusirnya. Berusaha berpikir waras dan tidak memikirkan apa yang mengganggunya semalaman. Yah, meski kadang kala dia tidak sadar menatap layar ponselnya.
Tapi, pagi ini, saat dia berkumpul dengan kedua orang tuanya. Alyzaa tahu jika perasaan tak nyamannya kian menjadi-jadi. Sampai dia selesai sarapan pun, dia masih enggan beranjak dari tempat duduknya. Membuat dua orang tuanya saling lirik dengan wajah bertanya-tanya.
"Za?"
"Ya?" Dia segera menoleh, menatap papanya yang memanggilnya.
"Papa perhatiin dari tadi kamu ngelamun terus. Kenapa?"
Alyzaa menggeleng. Bangkit dari duduknya dan bersiap pergi.
"Gak papa." Dia meraih tasnya. Lalu berjalan ke arah papanya untuk pamit. "Iza berangkat dulu, ya?"
"Gak nunggu di jemput Ares?" Gerakan kaki Alyzaa yang hendak mendekat ke arah ibunya pun terhenti. Dia menoleh ke arah papanya yang kini juga tengah menatap ke arahnya.
"Iza bawa mobil kok."
"Oh udah diambil mobilnya dari tempat Tiara?"
"Udah."
"Kapan?"
"Kemarin sekalian Tiara bawa ke restoran."
Irfan mengangguk mengerti dan bergumam paham. Tak bertanya lagi sampai putrinya pamit pergi lebih dulu.
Alyzaa baru saja menarik pintu utama rumah kedua orang tuanya. Tapi gerakan tangannya yang menarik pintu terhenti saat melihat ada siapa yang berdiri di depan pintu.
Sebelah tangan pria itu terangkat tinggi, seperti hendak mengetuk pintu namun sama terhentinya saat Alyzaa lebih dulu membukanya.
Mereka terdiam, membeku dan mematung dengan kedua mata saling kunci satu sama lain.
Ares yang lebih dulu menurunkan tangannya, berdehem pelan sebelum tersenyum tipis. "Kamu ... Udah mau berangkat?"
Alyzaa mengangguk kaku, sedikit ragu dan canggung. Apalagi saat menemukan senyum tipis pria di depannya. Yang seakan-akan tidak pernah terjadi apa-apa seperti bisanya. Seakan kemarin mereka tidak berada di situasi yang canggung dan kikkuk.
"Mobil aku ada di restoran kamu, aku nebeng kamu ke sana gak papa, kan?"
Alyzaa mengerjabkan matanya beberapa saat. Lalu melirik ke belakang tubuh pria di depannya. "Kamu ke sini tadi,..?"
"Pakai taksi." Jawab Ares terlalu santai, begitu ringan untuk pria yang seharusnya masih marah.
Membuat Alyzaa pun pada akhirnya mengangguk. "Ya udah." Jawabnya, yang semakin membuat senyum Ares pun mengembang. Bersamaan dengan satu tangannya yang terulur-yang terdapat sebuket bunga.
"Sebagai permintaan maaf aku kemarin." Ujarnya, saat Alyzaa hanya diam menatap apa yang dia ulurkan. "Maaf karena kemarin aku bersikap-"
Alyzaa langsung menerima uluran buket di depannya, tanpa kata dan tanpa berani melirik ke arah wajah pria itu. Seakan tak ingin mendengar lebih banyak ucapan pria itu yang bisa saja membuat perasaan tidak nyamannya bertambah besar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Turun Ranjang (SELESAI)
Romance"Pengkhianatan, luka dan juga rasa sakit yang mendalam. Membuat ku lebih tegar dari yang mereka bayangkan." Alyzaa. "Nyawa harus dibalas dengan nyawa! Maka akan aku pastikan kamu sama menderitanya layaknya kehilangan nyawa!" Ares. ***