*****"Sudah merasa lebih baik?"
Alyzaa mengangguk, dan menerima uluran gelas dari Ares tanpa pikir panjang. Menegak isinya hingga tersisa setengah.
Lalu, meletakkan gelas di tangannya ke atas meja. Menatap Ares yang kini berdiri di depannya. Menatapnya intens dengan kedua tangan terlipat di atas meja-pemisah diantara mereka. Tak lama, setelah kedua mata mereka saling bertemu, pria itu menghela nafas panjang dan berat. Terlihat sekali jika ada beban berat di pundaknya.
"Jadi," ada jeda di ucapan pria itu, yang membuat Alyzaa menatapnya harap-harap cemas. Apalagi saat mata tajam itu menatapnya dalam. "Apa kita akan menunda lagi? Atau-"
"Gak." Alyzaa menggeleng, cepat dan sedikit panik. Tanpa ragu meraih satu tangan pria di depannya untuk dia genggam erat. "Aku gak akan menunda apa pun kalau seandainya kamu memang gak menginginkannya."
"Lalu bagaimana denganmu?"
"Ya?"
Ares mengusap wajahnya kasar, bergerak memutar meja pantry dan berdiri di samping Alyzaa. Memutar kursi wanita itu untuk menghadap padanya.
"Kamu." Dia berbisik lirih. "Aku bertanya padamu, Alyzaa." Ada helaan nafas kasar sebelum tangannya bergerak, menyingkirkan anak rambut Alyzaa yang jatuh di sisi wajah wanita itu, menyelipkannya ke belakang telinga. Hingga dia bisa dengan jelas menatap wajah itu yang tampak lebih tirus dan kurus. Kenapa dia baru menyadari hal itu? Apa saja yang dia lewatkan di sini?
Apa dia telah melewatkan banyak hal dari wanita di depannya ini?
"Kalau aku menginginkannya, lalu bagaimana dengan mu?"
"Apa kamu akan percaya kalau aku juga menginginkannya sejak dulu?"
"Percaya." Tak butuh waktu lama bagi Ares untuk menjawab pertanyaan yang dilemparkan wanita di depannya. Begitu sederhana tapi pastinya memiliki banyak arti untuk wanita itu.
Semua itu kembali membuat sesuatu di sudut mata sayu itu kembali merembak ingin keluar.
"Apa pun yang kamu katakan, aku akan percaya." Ujarnya tegas. Yang semakin membuat Alyzaa merasa dadanya membuncah. Ada sesuatu yang hangat, yang terasa lembut masuk ke dalam hatinya. Seakan sejak dulu itulah yang dia inginkan. Yang dia butuhkan. "Maka, katakan apa pun padaku. Dan aku akan percaya."
Alyzaa mengangguk patuh, berhasil menarik sudut bibir Ares.
"Dan aku sudah katakan, kan?" Diusapnya lembut sudut mata wanita di depannya yang mulai mengeluarkan lelehan air mata. "Katakan apa pun. Apa pun yang ada di sini, di sini." Tunjuknya di kepala Alyzaa, lalu turun ke dada. "Tanpa harus menjatuhkan sesuatu dari sini." Sudut matanya kembali diusap, lembut hingga Alyzaa memejamkan matanya erat.
"Dulu aku gak secengeng ini." Adu Alyzaa, karna air matanya tak berhenti keluar.
"Aku tahu." Ibu jari Ares tak berhenti mengusap sisi wajah Alyzaa, yang berkali-kali mengeluarkan air matanya dari sudut mata. Sampai Alyzaa beringsut mendekat, tanganya terulur untuk mencekram kuat sisi tubuh pria di depannya. Meletakkan wajahnya bersandar di perut pria itu. Hingga dia bisa dengan bebas menghirup aroma harum dari tubuh pria yang kini menepuk lembut pundaknya. Sambil sesekali bergumam, 'tidak apa-apa, semua akan baik-baik saja.' yang entah mengapa kian membuat Alyzaa merasakan perasaan semacam-bisakah kali ini dia berharap jauh pada pria yang memeluknya ini?
****
Tangan Ares tak berhenti bergerak di atas layak ponselnya-diantara langkah kakinya yang panjang. Mengetikkan sesuatu di sana, sesekali bibirnya akan tersenyum saat mendapatkan balasan cepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Turun Ranjang (SELESAI)
Romance"Pengkhianatan, luka dan juga rasa sakit yang mendalam. Membuat ku lebih tegar dari yang mereka bayangkan." Alyzaa. "Nyawa harus dibalas dengan nyawa! Maka akan aku pastikan kamu sama menderitanya layaknya kehilangan nyawa!" Ares. ***