21

6.4K 469 16
                                    

Alyzaa menghela nafas lega saat dia keluar dari kamar mertuanya. Setelah berkali-kali menenangkan wanita tua itu dari segala rasa bersalah dan kecewanya.

Ini lah yang Alyzaa takutkan ketika dia memberi tahu mertua atau kedua orang tuanya dengan apa yang dia alami selama ini. Rasa sakit yang dia rasakan bahkan tak ada apa-apa dibandingkan dengan rasa kecewa dan hancur kedua orang tua mereka.

Mama mertuanya, papa dan mamanya bisa berlipat-lipat hancur jika sampai mendengar kabar ini.

Dan Alyzaa sama sekali tidak menginginkan hal itu terjadi. Biar saja dia yang merasakan sakit sendiri, kecewa sendiri, terluka dan hancur sendiri. Asal jangan kedua orang tuanya. Setidaknya, dia masih cukup mampu untuk menanggung segalanya sendiri.

Mareka sudah cukup tua, dan Alyzaa tidak berniat sama sekali membagi segala rasa sakitnya pada mereka yang seharusnya-diusia setua itu, tidak lagi harus merasakan kekecewaan karna ulah anak-anak mereka. Yang bahkan masih memiliki masa depan panjang dan sepatutnya menjadi orang yang memberikan kebahagiaan diantara usia mereka yang tidak muda lagi.

"Za?"

Alyzaa segera mengangkat wajahnya, dan dia langsung menemukan wajah suaminya yang menatapnya khawatir. Bolehkah Alyzaa berharap begitu?

"Semua ok?"

"Hmm," Alyzaa bergumam lirih, beringsut mendekat dan meletakkan pipinya di dada pria itu. Melingkarkan lengannya di pinggangnya, memeluknya erat selagi segala rasa pengap mengepung hatinya.

Untuk beberapa saat bahkan Ares cukup terkejut dengan itu, namun tak menolak saat Alyzaa mengeratkan pelukannya. Dia bahkan melakukan hal serupa.

"Bagaimana keadaan mama?" Ares tahu istrinya sedang tidak baik-baik saja, dan dia tak berniat membuat wanita itu terus memikirkan bebannya lebih lama. Jadi dia akan berusaha mengalihkan perhatian wanita itu sejenak, sampai dia merasa lebih baik, dan siap menceritakan segalanya padanya. Yah setidaknya begitu.

"Mama sedang istirahat."

"Jadi--" Ares menarik sedikit wajah Alyzaa untuk dia tangkup dengan kedua tangan besarnya, mencari kedua mata sayu itu untuk dia tatap. "Apa kita juga harus istirahat?"

"Hmm," Alyzaa hanya bergumam mengiyakan.

Sedang Ares tidak perlu bertanya dua kali untuk ajakannya pada wanita itu. Jadi, selagi tanganya meraih bahu wanita itu. Merangkulnya dan membawanya melangkah menjauh dari kamar ibunya. Ares tidak mengatakan apa pun selagi Alyzaa menyandarkan kepalanya di dadanya.

"Mama sepertinya sangat syok tadi. Aku khawatir dengan kondisi mama." Cerita Alyzaa saat mereka sudah berbaring di atas ranjang.

Tidur miring dengan wajah saling berhadap-hadapan.

"Apa mama akan baik-baik saja nanti?"

Ares diam, tangannya terulur menyingkirkan anak rambut Alyzaa ke belakang telinga. "Apa itu alasan kamu diam selama ini?"

"Rangga sudah pergi, dan aku merasa gak harus mengatakan apa pun juga menggali luka ku lebih dalam. Apalagi harus membagi segalanya pada siapa pun."

"Za-"

"Mama gak ada sangkut pautnya dengan masalah Rangga. Kalau pun mama harus tahu Arsen, aku hanya ingin mama tahu gak dengan cara seperti ini."

Ares menarik nafas dalam, menghembuskannya perlahan. Dia sama sekali tidak mengerti dengan pola pikir wanita di depannya. Bagaimana mungkin saat dia dilukai begitu dalam hanya diam dan mengalah?

"Mama akan baik-baik saja." Dia beringsut dekat, memeluk erat tubuh ringkih itu. Yang semakin lama Ares hidup aromanya layaknya sebuah candu. "Aku yakin mama akan baik-baik saja."

Turun Ranjang (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang