Alyzaa tidak tahu entah berapa lama dia tertidur. Tapi begitu dia bangun karma mendengar ketukan pintu, dia merasa tubuhnya terasa berat, kepalanya berdentum nyeri, nyut-nyutan hingga terasa berkunang-kunang dan berputar.
Dia yakin semua itu pasti karena dia terlalu lama menangis dan belum memakan apa pun selain bubur buatan Ares tadi.
Menyebut nama Ares, Alyzaa seketika menoleh ke arah jam dinding. Lalu dia hanya bisa mendesah ketika menemukan jam menunjukkan pukul sembilan malam.
Sudah malam ternyata.
"Bu Iza, anda sudah bangun?"
Alyzaa bergumam pelan, sekuat tenaga bangkit dan melangkah ke arah pintu.
"Anda baik-baik saja, Bu?"
Alyzaa berusaha tersenyum untuk menjawab pertanyaan khawatir Ida.
"Saya baik-baik saja." Meski dia tidak tahu bagaimana keadaan wajahnya saat ini, tapi melihat bagaimana Ida menatapnya khawatir. Dia tahu jika pasti wajahnya saat ini sangatlah mengkhawatirkan.
"Saya sudah siapkan makan malam, ibu mau makan dulu? Dari pagi Bu Iza bahkan gak keluar dari kamar. Saya ketuk pintu juga gak ada jawaban, saya khawatir. Tapi ibu beneran baik-baik saja, kan?"
Alyzaa mengangguk, walau benar-benar tidak yakin dengan keadaannya. Tapi dia sedang tidak ingin menyusahkan orang lain.
"Saya baik-baik saja, mbak." Alyzaa kembali manarik sudut bibirnya agar tersenyum. "Saya belum lapar, mbak Ida kalau mau makan dulu gak papa. Nanti kalau saya lapar saya akan makan."
"Tapi, bu--" Ida tampak khawatir, namun urung untuk mendebat majikannya. Hingga dia pun pada akhirnya mengangguk mengerti.
"Kalau gitu saya gak akan ganggu ibu lagi. Ibu boleh istirahat." Alyzaa mengangguk, melangkah mundur dan hendak menutup pintu.
"Bu,"
Alyzaa kembali mengangkat wajahnya, menatap Ida dengan wajah bertanya.
"Pakaian ibu yang ada di sini sering saya cuci, masih bersih di dalam lemari." Beritahunya yang langsung dijawab Alyzaa dengan gumaman terima kasih.
Setelahnya, Ida pamit pergi. Meninggalkan Alyzaa yang menutup pintu kamarnya. Kembali masuk dan duduk di pinggir ranjang. Menatap ke arah depan dengan pandangan lurus.
Jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam, tapi dia tidak berniat untuk pulang dan kembali ke rumah Ares. Setidaknya, tidak untuk malam ini. Karna mungkin, pria itu masih enggan melihatnya, menatapnya, atau terganggu dengan keberadaannya. Jadi, mungkin tidak apa-apa jika dia bertahan di rumah ini. Dan menenangkan diri. Karna Ares tidak mungkin mencarinya.
****
Alyzaa memiringkan tubuhnya ke kanan, hanya beberapa menit sebelum dia terlentang, lama diam. Menatap langit-langit kamar, setelahnya kembali miring ke kiri.Begitu terus, berkali-kali hingga membuat dia menghela nafas kasar dan gusar. Dia sama sekali tidak bisa memejamkan matanya. Selalu merasa gusar dan juga resah.
Padahal jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam, tapi dia sama sekali tidak bisa memejamkan matanya. Atau mungkin karna dia terlalu lama tidur siang tadi, hingga dia tidak bisa memejamkan matanya kali ini?
Menghela nafas kasar, Alyzaa kembali berbaring. Terlentang dengan kedua mata kembali menatap langit-langit kamar. Menghela nafas berkali-kali guna menghapus rasa risaunya.
Menoleh ke arah samping, Alyzaa menemukan ponselnya di atas meja nakas. Menatapnya lama, lalu bergerak untuk meraihnya.
Ditatapnya benda pipih itu lama. Dipandanginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Turun Ranjang (SELESAI)
Romansa"Pengkhianatan, luka dan juga rasa sakit yang mendalam. Membuat ku lebih tegar dari yang mereka bayangkan." Alyzaa. "Nyawa harus dibalas dengan nyawa! Maka akan aku pastikan kamu sama menderitanya layaknya kehilangan nyawa!" Ares. ***