31

5.6K 427 48
                                    

Begitu Alyzaa masuk ke dalam ruangan rawat mertuanya bersama Ares. Dia langsung disambut tatapan lurus tante Windi dan senyum lebar mertuanya, Dwita.

Kedua orang tua berbeda usia itu menatap Alyzaa berbeda-beda. Jika biasanya Windi akan menatapnya tidak suka, kini dia hanya menatapnya dengan ekspresi yang tidak bisa Alyzaa jelaskan. Sedang mertuanya, tampak haru, lega dan juga bahagia? Ekspresi yang menurut Alyzaa begitu berlebihan mengingat dia kemarin sempat datang menjenguk. Atau itu hanya perasaan Alyzaa saja? Karna kini dia hanya bisa tersenyum kikkuk. Tampak canggung karna semua mata tertuju padanya.

Beruntung, Ares tidak melepaskan genggaman tangannya. Pria itu kian erat menggenggam tangan Alyzaa. Terus menuntunnya hingga mereka tiba di samping ranjang. Seakan paham dengan keadaannya saat ini. Bagaimana pun, terakhir kali dia datang ke ruangan itu, dia meninggalkan kesan yang jurang baik pada adik mertuanya. Yang mungkin saja, sampai saat ini masih tidak menyukai keberadaannya.

"Alyzaa," senyum Dwita kian lebar.

"Hai, Ma." Sapa Alyzaa, mendekat dan hendak menyalami mertuanya. Namun tanganya yang masih dalam genggaman tangan Ares membuat dia menghentikan langkahnya. Dia menoleh ke arah suaminya itu, dan menatapnya dengan wajah bingung.

Seakan mengerti kebingungan istrinya, Ares melepaskan genggaman tangannya dengan sedikit tidak ikhlas. Membuat Alyzaa kembali meneruskan niatnya.

"Mama senang kamu datang ke sini, nak."

Alyzaa tersenyum simpul. "Bagaimana keadaan mama sekarang?"

"Mama merasa jauh lebih baik sekarang." Dwita menoleh ke arah Ares. Yang kini memalingkan muka ke arah samping saat di tetap mamanya. "Apalagi saat melihat kalian datang ke sini lagi."

Kening Alyzaa mengeryit, lalu dia melirik Ares yang lebih pendiam sejak mereka masuk ke dalam ruangan ibunya.

Ada apa? Apa dia benar-benar melewatkan sesuatu? Pikirnya sedikit bingung.

"Syukurlah kalau kondisi mama sudah jauh lebih baik. Alyzaa lega mendengarnya, ma."

Dwita mengangguk, menepuk punggung tangan Alyzaa lembut. Sesekali meremasnya, semua itu semakin membuat Alyzaa merasa bingung. Dia dekat dengan mertuanya sedari dulu, dan dia sudah menganggap mertuanya seperti mamanya sendiri.

Dan dia yakin jika biasanya sikap mertuanya tidak seperti sekarang.

"Ada apa, apa ada yang mengganggu pikiran mama?"

Alyzaa menatap mertuanya, yang kini menatap ke arah Ares-yang membuat Alyzaa melakukan hal serupa. Dia ikut menatap ke arah suaminya itu.

Seakan bisa membaca situasi saat ini, Alyzaa berdeham. Tersenyum saat mertuanya menatap ke arahnya.

"Mama udah makan belum? Tadi Alyzaa mau mampir ke tempat kue langganan mama. Tapi Ares bilang mama belum boleh mengkonsumsi makanan lain selain bubur, apalagi yang manis-manis. Jadi Alyzaa gak jadi mampir." Dia berusaha mencairkan suasana. Mengambil tempat duduk di kursi samping ranjang, duduk di sana selagi Windi duduk di sofa. Memperhatikan segala interaksi Alyzaa dengan kakaknya.

Dwita tersenyum haru. Kian erat menggenggam sebelah tangan Alyzaa. "Mama udah makan." Ujarnya. Yang dibalas Alyzaa dengan anggukan kepala mengerti.

"Mama harus makan yang banyak. Supaya sehat seperti dulu."

"Mama akan selalu sehat kalau melihat anak-anak mama rukun."

Kening Alyzaa mengeryit, namun dia tetap mengangguk. Meski sesekali ekor matanya melirik ke arah Ares yang sedari tadi hanya diam.

Duduk di pinggir ranjang tanpa melakukan apa pun. Tidak biasanya dia lebih banyak diam seperti sekarang. Apalagi saat sudah bersama dengan ibunya.

"Untuk makan malam nanti, mama mau Alyzaa buatkan bubur?"

Turun Ranjang (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang