Dua hari Husna menjalani perawatan di rumah sakit, karena kondisi badannya yang mulai membaik jadi dia diperbolehkan untuk pulang, namun setelah pulang dsri rumah sakit Husna tidak ingin bertemu siapapun, pada akhirnya mereka sekeluarga harus menerima kenyataan pahit bahwa apa yang telah terjadi tidak hanya menyebabkan kondisi fisik Husna yang memburuk tapi juga pada keadaan mentalnya
Sepanjang malam Husna terus mengigau sambil memanggil bundanya
"Bunda..Bunda..."hal itu terus berlanjut dari mulai pukul delapan malam sampai pukul dua pagi
"Apa kita bawa ke rumah sakut kagi aja? Aku khawatir Dis"saran Haidar
Disa menggeleng "panasnya tidak terlalu tinggi kok, Arumi sepertinya sedang rindu dengan putrinya" tutur Disa
Ya Disa tahu jika orang yang digumamkan oleh Husna dengan panggilan Bunda adalah Arumi Ibu kandungnya
Haidar hanya mengangguk saja, dia ikut mengelus-elus pucuk kepala putrinya yang memang demam kembali
Sehari setelahnya tidak ada perubahan dari Husna namun dia sudsh tidak demam lagi dan pada akhirnya Haidar beserta Disa sepakat untuk memanggil psikolog ke rumah karena jika mereka yang pergi ke tempat mereka khawatir keadaan Husna kembali memburuk, langkah ini mereka ambil karena kondisi psikis Husna harus segera disembuhkan
"Untuk keadaan Husna sendiri dia mengalami gangguan kecemasan mungkin karena trauma akan kejadian itu masuh terasa, namun saya pastikan setelah diberikan terapi hal itu akan segera membaik, sepertinya saya bisa melakukan perawatan mungkin satu sampai dua jam pada sore Hari" tutur sang sikolog
Haidar berterima kasih karena dokter sikologi ini juga merupakan istri dari koleganya jadi dia bisa meminya tolong, mereka berdua juga bersyukur terapinya masih bisa ditangani oleh sikolog dan tidak perlu sampai tahap pemanggilan psikiater
"Apa aku pindahkan Husna ke tempat pamanya lagi aja ya Dis?" Haidar kini tengah berada di ruang tengah bersama Disa dan juga Arga
"Mas, disini Husna juga pasti sembuh, kamu udah nunggu bertaun-taun buat jemput dia, jangan ngambil keputusan sendiri begini Husna pasti sedih kalau tau ayahnya mau pulangin dia lagi pamannya"Desi tidak setuju
"Aku takut ini keulang lagi kalau dia tetep sekolah disini Dis, kalau ke tempat pamannya Husna setidaknya bisa diusahakan supaya tetap lanjut sekolah tanpa mengulang kelas" Haidar tetap merasa cemas dengan apa yang nantinya akan mereka hadapi
Setelah itu tidak ada lagi yang bersuara, Arga mencoba mengalihkan obrolan kedua orang tuanya itu
Pagi hari Arga sudah murung saat ikut kumpul bersama teman-temannya
"Gimana keadaan cewek gue ga? Dia udah masuk sekolah"Mario selalu menanyakan hal serupa pada Arga setiap harinya
Arga menggelengkan kepalanya sebagai jawaban, dia tidak marah Mario yang setiap jam menanyakan keadaan Husna mengingat Husna yang masih tidak bisa dihubungi
"Bokap gue mau mindahin dia ke tempat pamannya lagi"
Ucapan Arga itu memperoleh ekspresi kaget dari teman-temannya
"Kenapa? Dia bahkan gak salah disini, kenapa dia yang harus pindah, kudunya yang pindah itu si Anya dia yang fitnah si Husna"Rey menimpali dengan sewot
"Lagian ini udah nanggung banget emang bisa pindah gitu ga?" Tabya Sandi penasaran
Arga menggeleng "gue juga gak tau, bokap gue khawatir banget sama kondisi Husna yang sekarang"
Malam harinya ada yang menekan bel pintu rumah mereka dan yang membukakan adalah Arga
"Lo ngapain kesini nyet?"kaget Arga karena Mario sudah berdiri di depan pintu "adek gue dikamarnya dia gak mau diganggu, lu pulang aja" usir Arga