Six Ways To Sunday - Jaja & Momo 8.2

9.5K 1.3K 83
                                    


Jangan lupa vote, komen, share cerita ini dan follow akun WP ini + IG @akudadodado.

Thank you :)

🌟


Aku memadamkan ujung rokok dengan cepat ketika melihat siapa yang mendatangi depan rumahku. Asapnya aku buang ke belakang tubuh dan aku kipas-kipas dengan tangan agar cepat menghilang di udara.

"Tante Jaja!" teriakan lantang itu membuatku berdecak lalu menjatuhkan pandanganku pada Amos yang berdiri tegap sambil menggendong Adara. Di tangan Liora ada kotak donat dari merk yang sama dengan kemarin. Karena dari segitu banyaknya penjual bomboloni, hanya itu yang kami berdua paling suka. "Aku bawain bomboloni." Liora menggoyangkan tangan kanannya yang terangkat di udara dengan senyum lebar seakan-akan sudah lupa kalau aku baru saja membuatnya menangis kemarin.

Apa memang semua anak kecil seperti itu, ya? Gampang melupakan hal menyebalkan yang terjadi padanya dan bertingkah seolah ada pelangi, unicorn dan gula-gula kapas di langit setiap hari. Oh, betapa aku merindukan menjadi kecil dan sibuk dengan hal-hal menyenangkan tanpa terus berkutat dengan kebencian yang mengakar di hati.

Tatapan tajamku jatuh kepada bapaknya Liora dan Adara yang tidak sedikitpun merasa bersalah membawa kedua anaknya melewati jam tidur di hari sekolah. Mata Liora memang masih cemerlang, tapi layar mata Adara sudah setengah menutup. Ini sudah pukul sepuluh malam demi Tuhan. Aku pikir hari ini aku akan mendapatkan ketenangan setelah kemarin perang tarik urat dengan Amos.

"Nggak mau. Kamu makan aja. Sana pulang," usirku sambil mengibaskan tangan ke tiga orang tamu yang tidak diharapkan kehadirannya.

"Tapi kata Ompu aku sama Ara nggak boleh masuk kalau ini nggak dimakan sama Tante Jaja." Hilang sudah senyum lebarnya, digantikan dengan mata besar yang menatapku penuh harap seperti anak anjing. Gah! Aku bahkan tidak menyukai buntelan berbulu itu.

Aku mengeraskan hati dan berdiri dan berjalan memasuki rumah tanpa menatap mereka. "Nggak apa-apa, sesekali belajar tidur di jalan." Rapalan kata 'not my circus not my monkeys' terus bersenandung di kepalaku.

"Tapi Ara lagi batuk," ucap Liora dan seperti mendapatkan pertanda, adik kecilnya yang masih mengalungkan lengan ke leher papanya itu mengeluarkan batuk kecil tiga kali, "kasihan kalau tidur di jalanan. Mana algi sering hujan, terus kata Ibu Guru sekarang lagi musim nyamuk aides aegeypi."

Satu kakiku yang sudah mengambang di pintu masuk tertahan mendengar ucapan Liora. Bukan karena aku kasihan akan nasibnya, aku tahu Namboru tidak akan membiarkan kedua cucunya tidur di luar, Amos mungkin, tapi karena mendengar nama nyamuk yang keluar dari mulut Liora. "Apa?" Aku menoleh "Nyamuk apa kata kamu?"

Momo berbisik dengan mulut terkatup sambil menyenggol pelan Liora, "Aedes Aegypti."

"Emangnya aku bilang apa tadi?" tanyanya polos dengan wajah menengadah ke arah papanya yang masih mencoba berbisik sekali lagi. "Iya, tadi aku bilang itu. Aides degeypi," kata bocah itu ngotot seakan dia tahu kalau dia benar dan Amos salah.

Amos menghela napas pasrah dengan kepala yang tergantung lemah ke arah putrinya yang masih serius mengulangi nama nyamuk yang membawa penyakit demam berdarah itu. Dengan variasi baru setiap dia menyebutkannya. Yang menghentikan ribut duo papa-anak itu adalah Ara yang batuk lagi, tapi kali ini lebih kencang dengan serak di akhir.

Six Ways To Sunday [FIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang