Six Ways To Sunday - 20.2 Kencan Paksaan

6.8K 783 65
                                    


Question of the day: 5 part lagi tamat, siap? Oh ini link untuk spotify https://open.spotify.com/playlist/7v9aWqOioVi5aDlHSIQEVp?si=HY4L51zoQtCe0YQzy91qEg

Jangan lupa vote, komen dan follow akun WP ini + IG @akudadodado yaaw.

Thank you :)

🌟

"Heh, tamu jalan di belakang yang punya rumah," tegurku.

"Tamu apaan? Gue ke sini dari semenjak pakai popok."

"Lo tetap bukan penghuni rumah ini." Saat masuk, aku sudah melihatnya selonjoran di atas sofa dengan layar proyektor yang menyala dan remot di tangan kanannya. Selayaknya di rumah sendiri.

Sebelum pergi tadi, Rei menghias ruangan ini dengan string light. Karpet yang jarang kami pakai karena alergiku kini berada di atas lantai setelah sahabatku itu dengan tekun memvakumnya dengan presisi yang tidak dapat aku tandingi.

"Kalau bosen di sofa, bisa di karpet," katanya tadi. Aku bahkkan tidak mau bertanya maksud dari bosan tadi itu untuk kondisi apa. "But please, jangan meja makan. Biarpun kalian bersihin, gue bisa bayangin bokong siapa di atas meja atau cairan apa aja yang jatuh ke atasnya." Aku mengabaikan Rei dan sibuk mengompres mataku dengan timun.

Aku menendang kaki Amos hingga terjatuh agar aku dapat duduk di sofa juga. Begitu bokongku sudah duduk nyaman, kedua kaki cowok itu malah naik ke atas pahaku. Sebagai orang yang selalu menempatkan barang di segala laci yang tersedia, aku mengambil satu alat yang ada di laci lemari kecil samping sofa sementara Amos sibuk mencari tontonan.

Aku mengerjakan semuanya dalam diam, hingga satu tarikan dan teriakan Amos menggema di seluruh rumah. Objek yang menjadi penyebab kesakitannya terangkat ke udara, tidak lagi menempel di pahaku.

Mata Amos bergantian ke kakinya sendiri dan tanganku yang melambaikan lakban.

"Jaja, lo berengsek! Lo cabutin bulu kaki gue pakai lakban cokelat!" Amos mengelus kakinya yang menjadi korban kejahatanku berulang kali.

"Lo pikir paha gue tempat taruh kaki? You reap what you sow."

Amos bergulung di atas sofa hingga pahanya menempel di dada. Perihnya dapat aku rasakan karena siang tadi Rei baru melakukannya kepadaku dengan sugar wax. Sakitnya lebih parah dari menginjak Lego yang menyetrummu langsung ke kepala. Ini kamu akan merasakannya setelah panas di kulit dan tarikan kain di setiap sentinya yang seperti menarik nyawamu. Terutama di bagian intim. Semua demi kelihatan menarik di mata manusia berbulu seperti Yeti.

Ini sangat tidak adil.

"Pulang sono kalau mau nonton doang." Aku memukulnya dengan cushion sofa. Mengusir Amos tidak pernah berhasil mau di situasi apa pun, tapi memukulnya mengurangi sedikit kesalku.

"Oh, lo maunya diapa-apain?"

Aku membuang napas sebal ke langit-langit. "Capek gue ngomong sama lo. Pulang sana. Gue mau tidur."

Amos menarik tanganku yang sudah setengah berdiri dari sofa hingga menabrak tubuhnya yang aku tidak tahu kapan sudah duduk. Punggungku menempel ke dadanya dan bokongku sudah tidak lagi berada di atas sofa.

"Oh, lo maunya dipangku? Bilang, dong." Dia berbicara dekat telingaku dengan nada yang tidak pernah aku dengar dari bibir Amos sebelumnya. Suara menggoda selembut beledu menari di kulitku yang tersapa napasnya.

"Kaki lo yang lain gue waxing juga pakai lakban baru tahu rasa."

Bokongku bergeser ke atas sofa yang jauh lebih empuk ketimbang paha Amos.

Six Ways To Sunday [FIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang