Six Ways To Sunday - 12.2 Alerginya Momo

6.9K 894 70
                                    



Jangan lupa vote, komen dan follow akun WP ini + IG @akudadodado yaaw.Thank you :)

🌟


Semua mata kini tertuju pada buntelan bulu oranye yang mengeong di dekat kaki Liora. Meliukkan tubuh mungilnya di kaki bocah itu sambil memejamkan mata.

"Kenapa ada kucing di sini?!" Histeria Amos terhadap hewan berbulu sudah lama aku ketahui, tapi ini mungkin kali pertama bagi kedua anaknya dan juga Rei yang berjengit.

"Aku nemu di jalan. Terus karena dia nggak ada mamanya kayak aku dan Ara, jadi aku bawa pulang."

Jawaban Liora itu membuat keheningan merambat naik hingga ujung kepalaku dengan efek samping nyeri di bagian dada. Biarpun ini kedua kalinya aku mendengar jawaban ini dari Liora, setelah sore tadi, tapi tidak mengurangi efek sampingnya: tidak bisa berkata-kata.

Liora memang mengatakannya tanpa beban, tetapi ada sesuatu yang menyedihkan dan menusuk tepat di hati saat bocah itu mengucapkannya. Terutama dengan binar mata redup, meskipun dia tersenyum kecil saat menggaruk perut si kucing.

Kalau dipikir-pikir itu sangat menyedihkan, tapi itu sangat berpengaruh untuk histeria Amos karena kini dia tidak lanjut mengomel. Meskipun bersinnya tidak juga berhenti.

"Mau obat alergi nggak lo?" tawarku karena alergi Amos selalu berakhir dengan sesak napas.

"Ma-mau, Ja." Amos mengelap hidungnya yang berair dengan punggung tangan. Air mata sudah mengembang di matanya. "Lio, kita nggak bisa pelihara kucing."

Aku pergi ke dapur untuk mengambil obat dan kembali dengan pemandangan Liora menyusun kesepuluh jarinya di depan dada dan menutup mata. "Tuhan, lembutkanlah hati Papa supaya aku dan Ara bisa pelihara Mr. Buntelan Kentut, ya Tuhan."

Kalau ada yang bilang anak kecil adalah makhluk polos dan tak berdosa, tampaknya mereka belum bertemu dengan tipe manipulatif dan tukang mengakali seperti Liora. Tapi aku menikmati pertunjukan ini sambil melemparkan hinaan ke Amos. "Mampus lo. Diaduin langsung ke Tuhan." Rei juga ikut menimpali dengan: "Kualat lo kalau bilang enggak."

Amos menggeram pelan ke arahku dan Rei yang hasilnya justru berbanding terbalik dengan tujuan Amos. Kami semakin terbahak.

"Liora, papa itu alergi sama bulu hewan. Kalau kita pelihara di rumah, papa bisa sakit-sakitan terus. Kamu mau lihat papa sesak napas?"

Liora, sebagai negosiator, menggelengkan kepalanya.

Mungkin juga karena rasa ibanya, Amos sedikit bertanya mengenai si kucing. "Namanya tadi Mr.  Buntelan Kentut?"

"Iya."

Amos melipat bibirnya ke dalam, kentara sekali sedang menahan tawa. "Terus nama panggilannya?"

"Tut. Kalo lagi dicari, terus dia nggak ketemu panggilnya: Tuuuuuut," praktek bocah itu dengan nada halus yang kami hadiahi gelak tawa. Terlebih karena Ara juga mengikuti Liora.

"Kamu yang kasih nama?"

Liora menggeleng. "Tante Jaja. Soalnya tadi dia kentut mulu, terus Tante Jaja panggil dia Buntelan Kentut."

Amos berdecak, tapi sejurus kemudian dia tersenyum yang membuatku merinding. "Kalau begitu, kamu minta Tante Jaja aja yang merawat Buntelan Kentut. Kan dia yang kasih nama." Raut murung Liora menjadi bingung, tapi Amos tidak berhenti sampai di sana. "Kalau dia dirawat sama Tante Jaja, berarti kamu bisa ketemu terus sama kucingnya." Lalu wajah bocah itu menjadi secerah matahari setelah badai menerjang. Dia menatapku dengan mata bulat besarnya.

Aku menggeleng dengan agresif. Tidak sudi ketambahan pekerjaan hanya karena dua bocah ini mengingini kucing dan bapaknya yang alergi berat. "Enggak. Pokoknya enggak ada titipin kucing di sini. Siapa yang mau bersihin ta—" aku berdeham, "siapa yang mau bersihin kotorannya? Litter box juga harus rajin dibersihin. Yang paling penting: di sini nggak ada yang punya pengalaman pelihara kucing."

"Lo punya kucing waktu kecil, tapi nyokap lo buang karena poop di mana-mana," tandas Amos yang membuat telunjukku langsung tertuju pada cowok itu.

"Nah, itu! Itu! Gue nggak bisa bersihin dan ngelatihnya. Pokoknya enggak, ya!"

Liora kembali mengulang aksinya tadi. "Tuhan, lembutkanlah hati Tante Jaja supaya mau pelihara Mr. Buntelan Kentut, ya Tuhan." Lengkap dengan jari yang terjalin dan mata yang tertutup.

Aku masih bergeming.

Mata Liora dan Adara kembali berkaca-kaca dengan bibir yang bergetar. "Terus, kita harus kembaliin dia ke jalanan lagi? Tempat dia aku temuin waktu jalan-jalan sore sama Tante Rei?"

Terkutuklah Rei dan jalan-jalan sore yang menurutnya penting untuk anak-anak agar tidak terkungkung di antara tembok melulu. Terutama untuk Adara yang kesulitan untuk bersosialisasi.

Seakan ikut berkonspirasi dengan dua bocah itu, si Buntelan Kentut juga ikutan mengeluskan tubuh berbulunya di kakiku. Jangan lupakan dua orang dewasa yang ikut menatapku, memberikan peer presure .

Kepalaku kini menengadah ke langit-langit rumah, lalu napas berat aku embuskan melalui mulut sesaat sebelum aku membuat keputusan yang paling aku benci.

"Pokoknya, jam berapa pun dia poop dan litter-nya kotor, harus ada yang datang buat bersihin. Pipis pun harus kalian yang bersihin. Makan juga. Kalau sofa nyokap gue rusak, itu jadi tanggung jawab kalian. Intinya, semua yang berhubungan dengan kucing ini jadi urusan kalian."

Namun, suaraku teredam oleh lengkingan dua bocah yang tampak baru saja memenangkan lotre.

2/7/23

Sial banget si Jaja. Udah ada duo kiting bin ruwet, nambah lagi si Kentut wkwkwk

yang mau baca cerita Jessica sudah tamat ya di judul The honeymoon Is Over (marriage life, romcom gemes). Cerita lain yang sudah tamat dan masih lengkap di WPku juga ada Every Nook and Cranny (fake dating metropop, bf to lover), Love OR Whatnot (marriage life angst), dan Rumpelgeist (romantasy)

 Cerita lain yang sudah tamat dan masih lengkap di WPku juga ada Every Nook and Cranny (fake dating metropop, bf to lover), Love OR Whatnot (marriage life angst), dan Rumpelgeist (romantasy)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Six Ways To Sunday [FIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang