Six Ways To Sunday - 9.3 Sialnya Jaja

8.5K 1.2K 96
                                    



Jangan lupa vote, komen dan follow akun WP ini + IG @akudadodado yaaw.

Thank you :)

🌟


Aku menyanyikan sumpah serapah yang tidak layak didengar oleh anak-anak kecil yang berada di dalam rumahku. Rei pura-pura tidak mendengarnya dan itu justru membuatku berhenti. Tidak ada yang bisa membuat Rei mengubah keputusannya.

"Wear your big girl panties." Rei lalu meralatnya, "No, better yet drop your panties." Dia memberikan nada di setiap kata sambil memasuki rumah.

Rei resmi turun jabatan menjadi teman biasa, bukan lagi sahabatku.

Aku mau tidak mau memasuki rumah Amos. Tidak sulit mencari kamrnya karena itu sudah pasti kamar tamu yang berada di sebelah kamar utam yang Namboru tempati. Dua kamar di atas sudah diubah menjadi kamar anak-anknya.

Aku mengendap-endap berjalan di kamar yang gelap gulita itu, berbekalkan lampu dari ruang tengah yang masuk melalui sela-sela pintu yang kubiarkan terbuka dan juga senter di ponsel. Aku bertingkah seperti pencuri, memeriksa lemari dekat pintu lalu berpindah ke nakas samping ranjang saat tidak menemukan kunci mobil. Gelap membuat kelingkingku menabrak sisi lemari Entah kenapa selalu yang paling kecil yang paling banyak terkena sial dan sakitnya menyambar ke kepalaku dan keluar dalam bentuk teriakan lantang.

Suara ranjang bergerak lalu lampu di samping nakas menyala membuatku dapat melihat kalau si empunya kamar sudah terbangun dengan sleep mask di dahi. Bahkan di tengah kegelapan seperti ini dia masih perlu sleeping mask juga? "Ja?" Suara Amos serak khas bangun tidur. Matanya masih terbuka satu saja dan itu hanya setengah. Rambutnya mencelat ke segala arah. Dia berdeham, sedangkan aku seperti patung di sebelah ranjangnya. "Lo ngapain di sini?"

Aku menegapkan tubuh. "Cari kunci mobil lo. Mau nganter Lio sekolah. Gue nggak punya carseat buat Ara."

Amos berkedip tiga kali kemudian respons tubuhnya adalah melompat dari atas ranjang dengan rentetan kata "Shit!" yang diulang. "Gue ketiduran. Brengsek." Hal selanjutnya hampir membuat jantungku mencelat keluar dari rongga dada karena tiba-tiba saja Amos melucuti pakaiannya seakan aku tidak berada di sana. Mataku otomatis mengarah ke langit-langit saat kedua tangan cowok itu berada di bokser. Punggungku

Mataku baru mengelilingi kamar itu lagi untuk mencari kunci mobil saat suara langkah Amos menjauh dari kamar ini. Aku berusaha untuk tidak memikirkan bagaimana minimnya pakaian cowok itu saat berlari keluar kamar. News flash: tidak ada pakaian karena semuanya berada di lantai.

Gerakan tubuhku berhenti tiba-tiba, "Ngapain gue cari kunci mobilnya lagi kalau bapaknya sudah bangun?" Aku ngeloyor keluar kamar sebelum melihat Amos keluar dari kamar mandi.

Kedua bocah yang ada di rumahku kini sudah berpindah ke rumah Amos, minus barang-barang milik mereka yang sudah nangkring di sofa milik Mama. Rei menggendong Ara, sedangkan aku sudah menggiring Liora untuk berdiri di samping mobil, menunggu bapaknya yang keluar dari dalam rumah kurang dari sepuluh menit dengan kemeja yang tidak dimasukkan ke celana panjangnya. Sepatu di tangan kiri sedangkan tas selempang di tangan kanan.

"Sori, sori. Ketiduran," ujarnya terburu-buru.

Aku tidak tahu dia mengucapkannya untuk siapa dan tidak mau memikirkannya juga. Aku hanya ingin mobil ini segera menghilang dari jarak pandangku, beserta keriuhan yang terlalu pagi untukku yang belum mengunyah serta kurang tidur. Dengan bantuan Amos, aku mengeluarkan carseat untuk Adara dan memikirkan bagaimana cara memasangnya nanti.

Satu helaan napas panjang kemudian satu balita sudah kembali ke gendonganku. Layar matanya masih menutup setengah dan kepalanya tergolek lemas di ceruk pundakku. "Ngantuk?" tanyaku yang dibalas anggukan kepala si bocah. "You and me both, buddy," kesahku. Setidaknya pagi ini kami berdua memiliki kesepakatan kalau tidur adalah hal yang harus dilakukan sekarang juga.

**

Rei benar-benar menjalankan rencananya bersantai di pagi hingga siang hari. Dia bahkan tidak mengedipkan mata saat Adara menangis karena mau digendong saat aku mencoba memanaskan lauknya. Jadi aku berakhir dengan Adara di pinggang dan menempel padaku seperti permen karet sedangkan ayam goreng di atas wajan. Bagaimana aku berharap aku mengiakan saat Rei mengajukan penawaran pembelian airfryer.

Bangun tidur karena terkejut dengan tangisan Adara memainkan peran besar dalam emosiku yang setipis benang di siang hari. Belum lagi aku tadi harus berjibaku dengan memasang carseat di kursi penumpang, yang baru aku tahu bukan hal yang mudah. Aku menghitung menit saat harus menjemput Liora dan menyerahkan tongkat estafet ke Rei yang masih memainkan peran not my circus not my monkey dengan baik. Aku akan membalasnya dengan hal serupa nanti. Lihat saja.

Aku tidak punya banyak tenaga bahkan untuk melihat siapa yang menghubungi ponselku dan langsung menjawabnya. "Halo."

"Jaja, Ara baik-baik aja?"

Aku menjauhkan ponsel itu dari telinga untuk melihat nomornya. Tidak tersimpan, tapi panggilan dan nama Ara yang menjadi topik pembicaraan sudah pasti itu adalah Amos.

"Masih bernapas," jawabku asal.

"Nggak lucu."

"Lo pikir gue Nunung yang lagi ngelawak?"

Aku bisa membayangkan Amos memijit batang hidungnya. Dia tahu membuatku kesal tidak akan membantunya sama sekali, jadi dia harus menambah stok sabar selama beberapa hari. "Dia perlu waktu buat warm up sama orang baru. Susah cari nanny karena dia juga ogah-ogahan." Penjelasan secara tiba-tiba dengan nada pasrah yang dilontarkan oleh Amos membuatku kikuk. Aku sudah memasang kuda-kuda untuk memberikan tendangan jika Amos memukul balik dengan sindiran atau cemoohan. Jika dia tidak menunjukkan perlawanan, aku bingung harus memberikan respons apa.

"Nanti gue kirimin foto proof of life. Sudah, ya. Gue banyak kerjaan." Adalah balasan yang dapat kupikirkan dalam sepuluh detik pertama. Yang sesungguhnya aku lakukan adalah terbaring di atas lantai dengan Adara yang tengah mencoba memutilasi boneka beruang dengan cara menarik lengannya kencang-kencang. Aku bergumam, "Why you look cute doing that, while me looks like a total psycho? Ugh, life is so unfair."

28/3/23

Apdet lagi waktu bintang 500 dan komen 100 ya ges :D

yang mau baca cerita Jessica sudah tamat ya di judul The honeymoon Is Over (marriage life, romcom gemes). Cerita lain yang sudah tamat dan masih lengkap di WPku juga ada Every Nook and Cranny (fake dating metropop, bf to lover), Love OR Whatnot (marriage life angst), dan Rumpelgeist (romantasy)

 Cerita lain yang sudah tamat dan masih lengkap di WPku juga ada Every Nook and Cranny (fake dating metropop, bf to lover), Love OR Whatnot (marriage life angst), dan Rumpelgeist (romantasy)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Six Ways To Sunday [FIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang