BAB 5: Kemandulan

583 31 0
                                    

Membuka pintu megah kecokelatan, didapatinya ruang bersih keputihan. Renata dengan anggunnya mengangkat gaun merah, melangkah masuk hingga dirinya terperangah.

"Terakhir kali dirimu datang adalah seminggu lalu saat bosan tidur di kamar pribadi. Apa yang membuat Nona datang kali ini?"

Sebuah kalimat tanya dengan begitu ringkih disampaikan. Menyambut kedatangan Rena yang berusaha sopan, dia adalah sosok laki-laki tua yang kepalanya dipenuhi uban. Laki-laki tua itu duduk di depan meja kerja, di sisi lain meja kerja adalah kursi yang disediakan khusus untuk pengunjung.

"Se-seminggu yang lalu?" Rena yang bingung hanya bisa menyampaikan tanya. Dirinya sama sekali tidak ingat tentang apa yang dirinya lakukan kemarin, atau bahkan seminggu lalu.

Baginya, ingatan terdekat yang Rena miliki adalah saat ketika dia sedang sekarat. Mengingat kejadian kemarin atau seminggu lalu sama saja seperti mengorek ingatan 12 tahun lalu bagi Rena.

Namun, Rena berusaha untuk menutupi lubang dalam dirinya itu dengan berekspresi normal seoptimal mungkin. Dia akan melakukan yang terbaik sehingga orang-orang tidak akan penasaran atau bertanya-tanya tentang apa yang telah dirinya alami.

"A-ah, maafkan aku atas sikapku yang lancang di hari lampau. Aku ingin berkonsultasi tentang sesuatu hari ini. Apakah kau luang?" lanjut Rena bertanya, tidak ingin membahas soal kejadian minggu lalu lebih lanjut.

"Hidup ini sudah saya dedikasikan untuk kesehatan serta keselamatan penghuni wastu. Jika ada waktu di mana saya memiliki kesibukan, maka itu adalah saat ketika saya sedang melayani Keluarga Santorini. Terlepas dari itu, apakah sesuatu terjadi akhir-akhir ini? Saya merasakan ada perubahan besar terjadi pada Nona Rena."

"Ya, untuk pertama kalinya saya menerima kecupan kening dari Pangeran. Saya sangat bahagia," tutur ramah Renata dengan senyum manisnya menjawab pertanyaan pria tua. Membuat pria yang dipenuhi uban itu membuka mata lebar-lebar, memastikan penuh bahwa gadis di hadapannya benar-benar serius.

Menyisir janggut putih dengan jemari berkeriput, laki-laki tua itu kali ini bertanya. "Lantas, adakah masalah dari hal itu? Saya berpikir bahwa kecupan selamat pagi adalah hal yang bagus. Apa yang ingin Nona konsultasikan kepada saya?"

"Aku ingin berkonsultasi soal kutukan, apakah kau bisa memeriksa keadaanku, Vincent?"

"Sebelum menelaah lebih lanjut soal kutukan, apakah Nona tahu syarat mutlak yang harus Shaman lakukan sebelum bisa mengutuk korban?"

Topik yang konstruktif seperti dibangun dalam dialog ini. Akan berakibat salah jika Rena dibiarkan bicara sesuai penilaian pribadi, karena itu Vincent mengendalikan topiknya secara asertif.

"Syarat mutlak?" tanya Rena manis sembari menekan dagunya dengan telunjuk.

Laki-laki berjanggut putih yang dipanggil Vincent itu menjawab, "Kontak fisik. Tidak mungkin bagi para Shaman untuk mengutuk korban mereka tanpa adanya mantra fisik."

Rasa terkejut menerpa Rena tatkala dia menerima penjelasan. Singkatnya dari penjelasan barusan, tidak mungkin bagi gadis itu untuk terkena kutukan tanpa adanya kontak fisik antara Shaman dan Rena. Sentuhan fisik adalah syarat mutlak jika ingin menaruh mantra kutukan. Itulah yang Rena tangkap dari uraian Vincent barusan.

"Terlepas dari itu, saya tetap akan memeriksa Nona. Apakah ada masalah yang mengganggu Nona?" Vincent yang memakai kain putih kebesaran melanjutkan obrolan. Kali ini dia bertanya pada gadis muda di hadapannya. Gadis itu dengan ragu-ragu mulai bicara.

[R18] 🔞 Aku Harus Segera Melahirkan Anak Pangeran Untuk Bertahan HidupTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang