BAB 18: Mengutuk Kelahiran Seorang Anak

830 18 0
                                    

Membawa keluar Renata dari ruang siksa, wanita berambut merah muda meletakkan telapaknya di pundak penuh luka. Sebuah cahaya kemerahan menerangi pundak itu dengan kebaikan, mengeringkan darah serta menutup luka dengan sempurna.

"A-apa yang kau inginkan? Ke-kenapa kau menyembuhkanku?"

"Kau ini ... niatku sebenarnya baik karena ingin menyembuhkan dirimu. Selain itu, jika kau ingin bertemu dengan Paus ..., maka kau harus tampil dalam keadaan rapi," jawab wanita itu sembari menekan bibir bawahnya dengan telunjuk lentik.

Lustiana Lusty adalah namanya, mengemban posisi sebagai Uskup Agung Wakil Dosa Kenafsuan. Terlihat baik dan lemah lembut, tetapi fakta tentang dirinya tetap saja jahat dan mengerikan. Posisi sebagai uskup agung tidak mungkin dia tempati tanpa sebab. Karenanya, Renata tidak bisa berhenti waspada dengan keberadaan wanita ini.

"Jangan panik begitu ..., Paus hanya ingin bicara denganmu, kok. Jawab saja pertanyaannya dan jangan sampai membuat dia marah," sambung Lustiana.

Renata dengan dinginnya membalas, "Jika aku membuatnya marah?"

"Yah, tenang saja, lagi pula paus bukan pemarah." Lustiana menjawabnya dengan cara tak terduga, sembari bertepuk tunggal dengan ramah. "Sekarang, ayo kita temui Paus. Dia sudah tidak sabar untuk bertemu denganmu."

___________________

Setelah melewati lorong lembab yang diketahui sebagai lubang besar di bawah tanah, Lustiana serta Renata mendapati pintu keemasan yang terlihat kokoh di depan mereka. Posisi pintu itu berada di ujung lorong yang gelap gulita, tidaklah mungkin mereka akan sampai kecuali ada bantuan obor seperti yang Lustiana bawa.

Wanita cantik berambut merah muda itu membawa obor agar bisa mengidentifikasi jalan dengan benar, memanfaatkan penerangan meski cahaya obor adalah remang-remang. Tatkala dirinya telah selesai mengantarkan Renata, dia yang tengah memegang obor mulai mengetuk pintu di hadapan.

"Aku datang bersamanya ...," ujar Lustiana ramah sembari mengetuk pintu emas tiga kali. Segera setelah pesan singkat itu disampaikan, pintu emas terbuka lebar, tetapi yang ada di baliknya hanya ada kegelapan. "Masuklah," sambung Lustiana.

"I-ini, pintu ini akan membawaku ke mana?"

"Ini hanya salah satu aplikasi dari sihir teleportasi. Tidak perlu khawatir dengan bagian tubuhmu yang mungkin akan tertinggal, karena pengguna sihir teleportasi ini sudah mahir, kok."

"Tu-tunggu, bagaimana dengan Pang--"

Belum sempat kalimatnya diselesaikan, telapak tangan Lustiana mendorong Renata sampai gadis itu terjatuh mengarungi kegelapan. Di atas lubang di ujung kegelapan adalah Lustiana yang tersenyum ramah sambil kembali menutup pintu emas. Saat dirinya merasa hampa di ruang tak terbatas penuh kegelapan, tubuhnya yang belum sempat memberi respons dilempar secara kasar ke sebuah ruangan.

Kepalanya yang pening serta dirinya yang tak mengerti, Renata berusaha keras untuk membuka mata meski sulit. Didapatinya ruang makan mewah dengan meja untuk delapan orang, karpet merah serta arsitektur bernuansa hitam keunguan sukses membuat suasana yang mencekam.

"I-ini ...."

"Selamat malam, gadis yang memiliki darah suci. Mari kita mengobrol tentang banyak hal sambil menikmati makan malam?" Suara wanita, entah dari mana terdengar bergema memenuhi ruang makan.

Renata segera bangun, melihat sekitar dan mendapati seorang wanita serba hitam tengah duduk di depan meja makan dengan sendok serta garpu pada kedua tangannya. "Duduklah, aku sudah menyediakan hidangan terbaik untukmu," ujar wanita itu penuh keramahan saat Renata sudah menemukan batang hidungnya.

[R18] 🔞 Aku Harus Segera Melahirkan Anak Pangeran Untuk Bertahan HidupTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang