Pertemuan, Perjamuan, dan rasa canggung yang tak tertahankan. Dibatasi oleh meja yang penuh dengan teh hangat serta manisan, duduklah kakak beradik yang saling diam cukup lama. Sampai akhirnya, sang adik yang tidak tahan memulai pembicaraan dengan gugup terbata-bata.
"He-hebat juga Kakanda masih bisa bertahan hidup meskipun diculik oleh Kultus Liberal. Haruskah aku memuji pencapaian Kakanda?"
"Kau ini, jika memang khawatir maka tunjukkan saja. Aku akan senang, loh, jika kau menunjukkan rasa khawatir itu," balas Renata meledek akan sikap adiknya yang enggan berkata jujur.
"Aku sama sekali tidak khawatir. Aku hanya merasa kalau Kakanda sebenarnya lumayan juga karena bisa bertahan hidup dari hal sengeri itu. La-lagian, jangan percaya begitu saja sama Saliver!"
"Baiklah, baiklah. Adinda sendiri bagaimana? Enam tahun aku tinggalkan, apakah kau sudah membuat sebuah kemajuan?"
"Hmph! Lebih berbangga dan lebih memujilah kepadaku! Aku telah mempelajari ilmu tambang dengan cukup baik di samping ilmu sopan santun dan keputrian. Ayahanda mengatakannya, kalau aku bisa menjadi menteri pertambangan jika sudah cukup umur. Itupun kalau Santorini dan Watahabi sudah resmi menjadi satu negara."
"Wah, Ayahanda bilang begitu? Hebat! Kau pasti benar-benar berbakat sampai Ayahanda bisa percaya dengan begitu cepat." Renata tak henti-hentinya memuji sang adik, berusaha keras untuk memperbaiki mood Helena agar pembicaraan bisa berjalan lancar.
Sementara itu, Helena adalah adik gampangan yang mudah terbawa suasana jika menerima pujian. Terlihat dari ekspresinya, Renata paham. Renata yang sudah melalui pengalaman hidup lebih dari 30 tahun benar-benar paham. Adik perempuannya adalah seorang gampangan yang haus pujian.
"Yah, susah juga jadi orang berbakat karena Ayahanda sampai mempercayaiku untuk melakukan banyak hal di usia yang semuda ini," lanjut Helena membangga-banggakan dirinya sendiri.
"Kepada Adinda yang hebat ini, Kakanda ingin meminta bantuan. Maukah kau mendengarnya?" Renata mulai masuk pada topik utama pembicaraan. Ekspresinya serius.
"Kurasa aku bisa mendengarnya untuk mempertimbangkan lebih lanjut." Sebuah lampu hijau baru saja dinyalakan oleh Helena.
"Kau yang sepertinya sangat paham tentang pertambangan, mungkin bisa membantu Kakanda dalam mencari bijih sihir."
"Begitu rupanya. Aku bisa-bisa saja. Perkara mudah. Lagian, Kakanda butuh bijih sihir untuk apa?" tanya Helena penasaran.
"Eh, ah ..., alasannya agak ..., sensitif?"
"Setidaknya, aku harus tahu akan digunakan untuk apa. Karakteristik bijih sihir ada banyak, kecocokannya juga berbeda-beda. Setiap jenis diperuntukkan bagi daya sihir yang berbeda-beda."
"Kalau aku bilang untuk menghimpun daya sihir dari iblis dosa, apakah kau percaya?"
"Hah? Orang gila mana yang memikirkan hal semacam itu? Jelas aku tidak percaya. Kakanda sedang ngelantur apa gimana?"
"..." Diam, tak berkata-kata, Renata tak membalas kalimat Helena yang tak percaya. Membuat Helena berkeringat dan mengangkat punggungnya dari posisi bersandar.
"Hei, Kakanda sedang bercanda, 'kan?"
Tanggapan atas bingungnya sang adik hanyalah Renata yang menggaruk pipi. Tak memberi satupun tanggapan pada adiknya yang bingung menganga.
"Aku sebenarnya sudah mendengar beberapa rumor tentang Kakanda, tak kusangka kalau itu ternyata benar. Kakanda baru saja menaklukkan Iblis Dosa, ya?"
"Yaaah, lebih tepatnya, aku baru saja menaklukkan satu dari tujuh iblis dosa."
KAMU SEDANG MEMBACA
[R18] 🔞 Aku Harus Segera Melahirkan Anak Pangeran Untuk Bertahan Hidup
FantasíaAku Harus Segera Melahirkan Anak Pangeran Untuk Bertahan Hidup [ARTHURA] Ini adalah kisah tentang Renata yang diberkati dengan pengulangan setelah kematiannya di usia 30 tahun. Renata menyadari bahwa satu keping puzzle telah hilang di kehidupannya y...