Belasan tapak kuda mengentak bata di pekarangan istana. Puluhan prajurit berkuda, terlebih lagi persenjataannya lengkap sedang mengawal kereta kuda mewah di tengah-tengah rombongan.
Kereta kuda yang terlihat berwarna hitam itu kemudian terbuka, memperlihatkan kaki seorang laki-laki yang langsing serta tinggi. Kaki itu menapaki bata, sebelum seluruh tubuhnya kemudian keluar dari kereta kuda diikuti oleh seorang pelayan tua berkacamata bulat.
Baru saja laki-laki pirang itu membungkuk tanda hormat, omelan cerca langsung keluar dari mulut seorang wanita. "Kurang ajar! Kau datang ke sini dengan puluhan tentara bersenjata, sementara putriku tidak memiliki satu pun pengawal dalam perjalanannya!"
Dia adalah ibu kandung Renata yang barusan marah-marah. Maju sambil mengangkat gaun panjangnya, memarahi Arthur di depan orang-orang dalam momen penyambutan. "Bisa-bisanya kau memperlihatkan wajah kurang ajar itu di sini. Ada yang ingin kau sampaikan? Jika itu tidak penting maka kita tidak perlu membicarakannya di dalam," lanjut Ibunda memarahi Arthur.
Melindungi tuannya, maju seorang pelayan berkacamata bulat dengan tegas lagi sopan. Ialah Scopus, pelayan pribadi Pangeran Arthur. "Mohon maaf atas perilaku tidak sopan kami, Nyonya Watahabi. Namun, dengan segala hormat, izinkan kami untuk menjelaskan segala-galanya di dalam."
"Kurasa tidak ada yang perlu dibicarakan, bukankah begitu? Jika ini berarti pembubaran aliansi, aku dengan senang hati akan setuju," ketus Ibunda Renata.
Sementara dari belakang, Renata maju menghentikan amarah sang Ibunda yang meluap-luap. "I-ibunda, tolong hentikan. Kita seharusnya membicarakan masalah ini baik-baik di dalam."
"Apa yang kau katakan? Setelah semua perlakuan tidak sopan ini, apakah kita masih harus berperilaku sopan?"
"Bukan begitu, Ibunda. Tolong dengarkan aku dulu."
Mencoba diam untuk mendengarkan, sang Ibunda kemudian menatap sinis ke arah Renata. Sementara Renata menyambung, "Pangeran Arthur, dia juga diserang oleh Kultus Liberal. Pangeran bahkan mengalami penyiksaan sampai separah itu, semuanya demi melindungiku."
Keseriusan Renata benar-benar terlukis jelas di wajahnya. Membuat sang Ibunda menarik kipas lipat, menyembunyikan wajahnya yang tersenyum tipis. "Ah, begitukah? Tapi tetap saja, mereka seharusnya mengawal dirimu dengan setidaknya satu peleton prajurit. Apa yang sebenernya kalian pikirkan dengan mengirim putriku tanpa pengawalan?" Beralih, Ibunda kini menatap Arthur.
Laki-laki pirang itu kemudian menjawab, "Membawa pesan dari Ayah saya, Raja Santo, mewakili Santorini meminta maaf atas segala ketidaksopanan kami. Namun, semua tindakan itu ada dasarnya. Kami berniat mengirim Putri Renata tanpa pengawalan prajurit karena ingin mempercepat perjalanannya. Mempertimbangkan Kultus yang mulai agresif, ayah saya merasa harus memulangkan Putri Renata secepat mungkin. Salah satu pelayan kami, yang merupakan satu dari tiga pelayan terkuat Santorini mengawalnya. Dia adalah Pelayan Setengah Malaikat, Lalatina yang berdiri di sana."
Menanggapi singgungan Arthur, Lalatina yang sejak tadi berdiri di belakang Renata turut bicara. Gadis itu membungkuk hormat, meminta interupsi di tengah-tengah tegangnya suasana. "Adalah kelalaian saya karena membiarkan Nona Renata sampai diculik oleh Kultus. Karena ketidakcakapan saya, ketidakmampuan saya, Nona Renata berakhir diculik dan mengalami hal mengerikan. Saya siap bertanggung jawab dan menerima segala jenis hukuman untuk menebus kesalahan saya."
"Apa yang kau katakan, Lalatina? Kau adalah orang yang menyelamatkanku dari penculikan itu! Tidak, bahkan seluruh penghuni Wastu Santorini menyelamatkanku. Ini mungkin hanya keegoisanku saja, tapi, Ibunda, izinkan aku mengatakan ini."
Menatap ibunya dengan tegas, Renata kemudian melanjutkan kalimatnya. "Meski pernikahan politik ini harus batal, aku tetap mencintai Pangeran Arthur. Aku mencintai Pangeran Arthur, lebih dari sekadar pernikahan politik."
Senyum yang lebar baru saja terlukis di wajah sang Ibu, tetapi dia dengan pandai menutupinya di balik kipas lipat. "Bicaramu dewasa banget, Renata. Kau benar-benar mencintai Pangeran Arthur?"
"Ya, aku mencintainya."
Mendekatkan bibir merahnya pada telinga Renata, Ibunda kemudian berbisik singkat. Bisik-bisik itu membuat wajah Renata merah, malu-malu tidak jelas dan berakhir gugup. Wanita itu kemudian mengangkat kepalanya, melihat ke arah Arthur dan lanjut berkata, "Begitulah, putriku benar-benar mencintaimu. Jangan sampai kau membuatnya berada dalam bahaya sekali lagi. Jadi, mari kita bicarakan soal masa depan Santorini dan Watahabi di dalam."
Saat Ibunda berbalik dan memasuki istana lebih dulu, Pangeran Arthur menutupi wajahnya dengan telapak tangan. Dia juga merasa malu atas pengakuan Renata yang terang-terangan. Jantungnya berdebar-debar, membuat napas sedikit sesak sampai wajah tampan itu memerah rona.
Mendekati Arthur yang masih menenangkan diri adalah Renata dengan kecantikannya. Bukan cantik karena riasan, itu adalah cantik wajah alami dari seorang gadis yang sedang jatuh cinta. Memakai gaun merah yang secara tidak langsung membentuk lekuk tubuh, tetapi tetap memberikan kesan anggun di tengah kecantikan. Semua pemandangan itu membuat Arthur semakin kacau.
Terlebih, setelah sapaan pertama disampaikan. "Se-senang bertemu dengan Pangeran lagi. Apakah Pangeran se--"
Belum sempat Renata menanyakan kabar, pelukan hangat langsung membalut tubuh Renata. Peluk tegas dari seorang laki-laki yang memupuk rindu, sementara Renata hanya ternganga karena terkejut. "Pa-Pangeran."
"Maafkan aku, Renata. Aku berjanji tidak akan membiarkanmu terlibat lagi. Aku janji."
"Tidak. Aku tidak ingin begitu," balas Renata sambil menempelkan telapak tangannya ke pipi Arthur. Dia posisikan wajah Arthur sampai bisa saling bertatap mata. "Aku ingin Pangeran lebih jujur lagi. Aku ingin Pangeran lebih terbuka lagi. Aku ingin Pangeran melibatkanku. Aku ingin terlibat. Aku ingin selalu ada untuk Pangeran, bahkan di keadaan yang tidak ada seorang pun untuk Pangeran."
Menggeleng beberapa kali, Renata kali ini menatap Arthur dengan ketegasan. "Aku mencintaimu, Arthur." Itu adalah panggilan nama yang pertama kali dituturkan oleh Renata. Membuat jantung laki-laki itu seperti ditembak, berdegup kencang tak tertahankan.
"Ekhem." Berdehem isyarat, Scopus memperingati tuannya agar segera mengakhiri reuni kecil Arthur. Arthur pun bangkit, melepas tubuhnya dari pelukan hangat. Sementara Renata belum selesai, dia kali ini berbisik menggoda pada Arthur.
"Malam ini setelah semuanya selesai, kunjungi kamarku."
Setelah bisik goda Renata sampaikan, gadis itu segera berbalik menghindar. Memasuki istana mendahului Arthur. Sementara Arthur yang mendengarnya hanya diam membatu. Tak bisa berkata-kata dengan tatapan kosong, melamun.
SERANGAN MALAM?
KAMU SEDANG MEMBACA
[R18] 🔞 Aku Harus Segera Melahirkan Anak Pangeran Untuk Bertahan Hidup
FantasíaAku Harus Segera Melahirkan Anak Pangeran Untuk Bertahan Hidup [ARTHURA] Ini adalah kisah tentang Renata yang diberkati dengan pengulangan setelah kematiannya di usia 30 tahun. Renata menyadari bahwa satu keping puzzle telah hilang di kehidupannya y...