BAB 26: Iblis Penghancur Pembawa Masa Depan

76 7 0
                                    

Dalam kebingungan, di tengah-tengah hamparan gurun malam yang dinginnya menusuk tulang, ketiga gadis yang baru saja menyelesaikan pertarungan mendapati masalah baru pada diri mereka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dalam kebingungan, di tengah-tengah hamparan gurun malam yang dinginnya menusuk tulang, ketiga gadis yang baru saja menyelesaikan pertarungan mendapati masalah baru pada diri mereka.

Sosoknya begitu mungil, memiliki tangan yang juga mungil di punggungnya, dominan berwarna cokelat dan terlihat seperti bantalan daging yang menggemaskan. Satu-satunya kata yang keluar dari sosok misterius tersebut adalah, "Mama."

Bingung tak terkira, Renata sontak menatap ke arah Lalatina dan Aisha. Harap-harap cemas jika sosok yang barusan dipanggil sebagai 'Mama' olehnya adalah salah satu di antara mereka berdua. Namun, harapan Renata meleset total ketika ditimpa fakta nyata.

Makhluk itu sekali lagi memanggil, "Mama," sambil mengelus-elus kepalanya pada betis Renata yang tertutupi gaun merah. Gerakan manja yang dilakukannya secara tak sadar memperlihatkan sepasang tanduk kecil pada makhluk itu.

"Ma-makhluk ini, apakah dia benar-benar Iblis Dosa? Kita baru saja berhasil menjinakkannya, 'kan?" tanya Renata tak mengerti.

Menanggapinya, Lalatina yang tengah  berjongkok dan melihat makhluk tersebut dari dekat menjawab, "Saya tidak bisa menyangkal perkiraan Nona. Namun, hal yang seperti ini juga belum pernah saya dengar. Entah kenapa ...."

"Dia terlihat kyun-kyun?" pungkas Aisha melengkapi kalimat Lalatina.

"To-tolong jangan gunakan kata-kata yang sulit dimengerti. Ya-yah, maksud saya ... makhluk ini sangat menggemaskan sampai saya ingin memeluknya."

"Kenapa tidak memeluknya saja? Sepertinya dia juga tidak keberatan," sambung Renata menjawab rasa ketertarikan Lalatina.

Sayangnya, pelayan berambut perak tersebut segera menggeleng untuk menolak. Lalatina benar-benar menahan diri untuk terlihat lemah atau mungkin enggan menunjukkan jati dirinya di depan beberapa orang. "Lebih penting dari itu, kita harus segera memikirkan nasib kita untuk selanjutnya."

"Nasib kita?" tanya Renata memiringkan kepala.

"Nona Ursama sudah sempat mengatakannya. Ini adalah tempat yang berbeda dari markas penelitian Kultus Liberal. Dengan kata lain, lokasi kita berada jauh dari yang lainnya. Kita seharusnya mencari tempat singgah atau semacamnya sebelum bisa memulai perjalanan pulang. Ta-tapi--"

"Di sini adalah gurun pasir dan sulit bagi kita semua termasuk diri-kyu untuk menentukan arah yang tepat," jelas Aisha membeberkan fakta. Gadis bertelinga kucing itu kemudian duduk di atas hamparan pasir, lanjut merebahkan punggung dan melihat langit malam yang begitu indah. "Mencari pemukiman untuk mampir juga tidak mungkin. Yah, diri-kyu tidak keberatan jika kita harus bermalam seperti ini untuk sekarang."

"Karena itu, saya mohon maaf sekali, Nona Renata. Kita harus menunggu sampai besok pagi untuk bisa melanjutkan perjalanan. Dengan adanya matahari, setidaknya kita bisa menentukan arah mata angin sebelum melanjutkan perjalanan."

Menanggapi penjelasan Lalatina, Renata tersenyum tipis dan perlahan mendekat. Gadis itu kemudian berkata, "Aku selalu ingin mengatakan ini sejak tadi, tetapi--"

Pelukan hangat segera membalut tubuh Lalatina dengan erat. Renata memeluk gadis pelayan itu kuat-kuat, merasakan hangat dari kehidupan seseorang yang dia khawatirkan. "Aku bersyukur karena kau selamat. Aku sungguh bersyukur karena kau masih hidup."

"No-Nona Rena--"

"Maaf karena aku meninggalkanmu. Maaf karena aku tidak cukup kuat. Maaf karena aku sudah membuatmu kesusahan. Ma--"

Belum selesai dengan kalimatnya, dekapan erat segera membalas permohonan maaf dari Renata. Pelayan berambut perak itu memeluk tuannya dengan erat, saling merasakan hangat atas kekhawatiran yang mereka rasa.

"Saya juga bersyukur karena Nona baik-baik saja. Maaf karena saya telah membuat kesalahan. Jika saja saya tidak melempar Nona ke hutan waktu itu, maka Nona tidak akan dibawa Kultus Liberal."

"Tidak perlu meminta maaf, Lalatina. Baik dirimu dan Aisha, kalian berdua sudah menyelamatkan diriku dan aku tidak punya hak untuk mengeluh. Mari segera tidur untuk sekarang ."

"A-ah, Nona bisa menjadikan punggung saya sebagai bantal. Tidur di atas pasir secara langsung sangat berbahaya karena telinga dan mata Nona bisa kemasukan pasir gurun dan itu sangat tidak pantas."

"Ti-tidak, aku tidak perlu pelayanan yang seperti itu meski kau adalah seorang pelayan," balas Renata risi atas tawaran Lalatina yang dinilainya berlebihan.

Tatkala ketiga gadis itu sedang berbaring melihat bintang, sosok mungil bertubuh cokelat turut gabung bersama mereka. "Mama," ujarnya sembari membesarkan tangan yang ada di punggungnya.

Tangan bercakar itu memang terlihat mengerikan ketika membesar, tetapi bahayanya sama sekali tidak ada karena si Iblis Dosa Mungil tidak ingin menyerang siapa-siapa. Setidaknya, tangan yang membesar itu cukup berguna sebagai bantalan untuk mereka tidur.

"Sepertinya Nona Renata akan selalu diikuti oleh makhluk itu mulai sekarang. Kenapa tidak memberinya nama?" ujar Aisha, memberi saran acak secara tiba-tiba.

"Ini tidak seperti aku memberi nama untuk hewan peliharaan. Dia adalah Iblis Dosa dan aku tahu sendiri bahayanya. Bayangkan jika orang-orang di wastu sampai tahu," balas Renata tak suka, tetapi gadis yang iris matanya berwarna merah itu menyadari satu hal.

Makhluk ini pastilah tersiksa. Sosok yang disebut-sebut sebagai Iblis Dosa amat tersiksa ketika harus melalui nasib malang sebagai objek penelitian Kultus Liberal. Renata tahu betul karena darahnya kerap kali diambil paksa untuk mendukung proyek penelitian itu.

"Kau benar-benar gigih, ya?" gumam Renata pelan, bahkan Lalatina dan Aisha tidak dapat mendengarnya. Dia elus kepala si mungil berwarna cokelat, lanjut mendekapnya dan memberi kehangatan. "Bagaimana dengan Perseus?"

"He, nama norak dan aneh macam apa itu?" balas Aisha spontan ketika mendengar saran nama dari Renata.

"Bu-bukankah itu cocok dengannya?"

"Sama sekali tidak cocok! Pikirkan nama yang lebih imut dan menggemaskan! Selera Nona dalam memberi nama sepertinya benar-benar payah. Dengar, anggap saja ini sebagai latihan untuk Nona sebelum memberi nama kepada anak!" omel Aisha kesal sampai punggungnya terangkat meski sudah nyaman berbaring di atas pasir.

"Memangnya memberi nama peliharaan dan anak bisa dianggap sama?"

"Sudah kyu-bilang, anggap saja ini sebagai latihan."

Memotong kalimat Aisha yang nampak kesal, Lalatina turut masuk ke dalam pembicaraan. "Lagi pula, kenapa Nona ingin memberinya nama Perseus? Apakah ada semacam arti atau maksud tertentu?"

"Tidak ada maksud khusus. Aku hanya mengambil referensi dari buku-buku mitologi yang pernah aku baca. Dalam buku itu, Perseus adalah Dewa Penghancur yang telah membunuh banyak monster dan makhluk jahat. Mengingat sifat makhluk ini yang sangat berbahaya sampai bisa menghancurkan sekitarnya, entah kenapa aku hanya bisa mengingat nama Perseus."

"Rupanya itu diambil dari nama mitologi. Pantas saja terasa kuno. Terserah, aku sangat lelah dan ingin tidur. Beritahu saja keputusan tentang namanya saat aku sudah bangun," ujar Aisha malas sambil segera beranjak tidur di samping Lalatina.

"Itu nama yang bagus. Saya yakin kalau makhluk ini akan menyukainya," ungkap Lalatina mengenai pendapatnya soal nama Perseus.

"Kalau begitu, Perseus. Mulai sekarang mohon bantuannya dan tolong jangan mengamuk, ya?"

Iblis Kehancuran Pembawa Masa Depan

[R18] 🔞 Aku Harus Segera Melahirkan Anak Pangeran Untuk Bertahan HidupTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang