BAB 27: Negeri yang Dilindungi Berkat Langit

77 8 0
                                    

"Mungkin, kita sebaiknya pergi ke arah timur untuk sekarang," tutur Lalatina ragu setelah mempertimbangkan banyak hal sejak terbitnya matahari. Gadis pelayan itu kemudian menyambung, "Kita bisa sampai ke Watahabi jika terus menelusuri timur."

"Hei ... tidak adakah sumber air atau sejenisnya? Aku ingin mandi. Atau setidaknya, aku ingin membasuh muka dan minum beberapa teguk air," keluh Renata lemas ketika matahari mulai menyinari gurun dengan panasnya.

"Yap, sepertinya ini akan jadi perjalanan panjang yang melelahkan. Diri-kyu juga sudah menduganya ketika Nona Ursama mengatakan bahwa kita harus memikirkan perjalanan pulang sendiri. Serius, ini jadi terasa seperti masa lalu."

"Masa lalu?" tanya Renata memiringkan kepala atas penjelasan Aisha yang terkesan abstrak.

Aisha kemudian menjawab, "Bukan apa-apa. Masa lalu itu juga yang membuatku menjadi seorang pelayan di wastu Santorini. Perasaan asing ketika diri-kyu mendadak jauh dari rumah, perasaan itu benar-benar menggelisahkan. Jauh dari rumah tanpa persiapan apa-apa, bukankah sama dengan kondisi kita sekarang?"

"Ah, kalau tidak salah, Aisha dulunya berasal dari wilayah setengah binatang, ya?"

"Begitulah. Seluruh penduduk di wilayah kami terkena bencana teleportasi dan aku adalah salah satu korbannya. Meski begitu, nasibku cukup beruntung karena terlempar ke wilayah yang makmur seperti Santorini."

"Nasib beruntung? Kenapa?"

"Bencana teleportasi akan melemparkan setiap korbannya ke tempat acak di seluruh dunia. Entah itu jauh. Entah itu dekat. Entah itu aman. Entah itu berbahaya. Bayangkan saja jika ada korbannya yang terlempar ke tengah lautan. Atau mungkin terlempar ke dalam perut gunung berapi. Kita tidak akan pernah tahu ke mana bencana teleportasi membawa kita."

"Itu benar-benar bencana yang mengerikan. Parahnya, kita juga tidak tahu apa-apa soal penyebab serta pemicunya. Kurang lebih sama seperti bencana alam yang kerap kali terjadi di berbagai belahan dunia," pungkas Lalatina melengkapi penjelasan Aisha.

Renata yang masih duduk segera beranjak bangun dan berdiri. Dia menepuk-nepuk gaun merah yang dikenakannya agar bersih dari pasir. Gadis itu kemudian menanggapi, "Yah, aku hanya bisa berharap semoga kau segera bertemu dengan orang-orang dari kampung halamanmu."

"Diri-kyu juga tidak berharap banyak, sih. Baik itu aku, adik-adikku, orang tuaku, semuanya terlempar ke tempat yang berbeda-beda dan aku tidak tahu apakah mereka masih hidup atau sudah mati. Aku hanya bisa mendoakan kebaikan untuk mereka, sambil terus melanjutkan hidup sebagai seorang pelayan."

"Terlepas dari itu, Lalatina, kau mengatakan kalau kita bisa sampai ke Watahabi jika menelusuri timur?"

"Benar begitu, Nona Renata," jawab Lalatina.

"Kira-kira berapa lama perjalanannya? Sejujurnya ..., aku sudah sangat haus dan kelelahan!"

"Jangan khawatir, saya akan menggendong Nona Renata agar tidak perlu berjalan. Jika beruntung, kita mungkin bisa menemukan Oasis [1] dan beristirahat di sana sementara waktu." Pelayan berambut perak itu berusaha keras untuk menghibur serta menguatkan hati tuannya.

Namun, Renata malah merasa risi atas pengabdian Lalatina yang seperti itu. "Kau tidak perlu menggendong diriku juga, itu berlebihan."

"Mama," panggil sesosok mahluk kecil yang mengelus manja betis Renata. Makhluk kecil itu kemudian membesar, cukup besar sampai ukurannya sebesar gajah. Meski itu tidak sama dengan ukurannya ketika mengamuk, Perseus masih bisa memanipulasi ukuran tubuhnya.

"Seperti yang kalian lihat, aku akan digendong oleh Perseus," ungkap Renata memamerkan Perseus layaknya tunggangan serbaguna.

___________________________

Ketiga gadis itu mulai melakukan perjalanan bersama Perseus yang membawa mereka. Dengan kemampuannya sebagai Iblis Dosa, Perseus mampu menumbuhkan tiga tangan raksasa di punggungnya dan membawa Renata, Lalatina, serta Aisha di atas sana.

Perjalanan mereka berjalan lancar tanpa adanya rintangan kecuali panas gurun yang amat menyengat. Dua hari setelah perjalanan, dalam keadaan tenggorokan yang sudah kering, mereka bertiga menemukan sumber air.

Ini adalah berkat karena Aisha sudah memastikan bahwa sumber air ini aman untuk digunakan. Segera, ketiga gadis itu membasuh wajah mereka dan meneguk air sepuas-puasnya. Spot itu mereka jadikan sebagai tempat untuk bermalam dan perjalanan kembali berlanjut esok hari.

"Serius, kita semua seharusnya bisa mencapai Watahabi dalam dua minggu dengan kereta kuda," keluh Renata saat siang hari dengan panas yang begitu menyengat.

Aisha yang tengah berbaring santai di atas telapak tangan Perseus menanggapi, "Perjalanan kita bisa dibilang lambat. Padahal sudah empat hari terjebak di tengah-tengah gurun, tetapi tidak ada pertanda kalau kita akan segera sampai."

"Maaf, saya juga tidak begitu tahu dan paham tentang wilayah ini. Saya hanya merasa jika kita akan sampai ke Watahabi jika terus menelusuri jalan ini. Entah berapa lama dan sampai kapan," jelas Lalatina khawatir.

"Andai saja Perseus bisa bergerak dengan tempo yang lebih cepat," gumam Renata pelan sembari mengusap telapak raksasa Perseus.

Menyadari sentuhan lembutnya, Perseus yang masih berjalan mengaum kencang. Dia seakan-akan ingin menyampaikan bahwa perjalanannya akan menjadi sedikit berbahaya. Karena itu, ketiga gadis yang menaiki telapaknya segera berpegangan dengan kuat.

Tak sampai hitungan ketiga, Perseus menumbuhkan banyak tangan raksasa di punggungnya dan menggunakan tangan-tangan itu untuk berjalan. Temponya sangat cepat, benar-benar cepat sampai Renata merasakan sejuk nikmat karena angin yang berembus di sekitarnya.

"Sejujurnya itu terlihat menjijikkan ketika melihat Perseus berjalan dengan belasan tangan. Tapi perjalanan kita jadi super cepat! Teruskan ini, Perseus!"

Balasan Perseus atas kalimat Renata hanya auman kencang bersemangat. Jika saja Renata memicu makhluk raksasa ini sejak awal, perjalanan mereka pastinya akan berlangsung lebih cepat.

"Saya jadi merasa bersalah karena telah bersyukur atas pertolongan Iblis Dosa," gumam Lalatina pelan, mengkhawatirkan keyakinan yang dulu pernah melekat pada dirinya.

"Mereka hanyalah mahluk-mahluk yang menderita karena kekejaman kultus. Jika aku melihat iblis lainnya yang bernasib sama seperti Perseus, aku pasti akan menyelamatkan mereka!" tutur Renata penuh semangat, memperlihatkan ambisinya untuk menyelamatkan ketujuh Iblis Dosa.

Mungkin, jika ada hal besar yang bisa Renata lakukan selain melahirkan anak Pangeran, maka itu adalah dirinya yang menyelamatkan ketujuh Iblis Dosa dan menjinakkan mereka dengan darah suci.

________________________

Setelah berjalan dengan tempo yang sangat cepat selama tiga hari, Perseus mencapai batas dan dia mengecilkan ukuran tubuhnya. Makhluk mungil itu kemudian mengelus-elus kepalanya di betis Renata, memberi isyarat agar wanita berambut hitam itu menggendongnya.

Mencoba paham, Renata angkat makhluk mungil itu dan menggendongnya dengan kedua tangan layaknya seorang bayi. "Terima kasih, Perseus. Kau sudah bisa beristirahat untuk sekarang. Aku pastikan kalau ayah dan ibu akan menyambut keberadaanmu dengan bahagia."

Di hadapan ketiga gadis yang pakaiannya lusuh itu adalah benteng raksasa pelindung kerajaan suci. Sebuah negeri di balik benteng, sebuah negeri yang dilindungi dengan berkat langit.

"Akhirnya kita sampai," ucap Renata lega setelah melihat kampung halamannya, yaitu Watahabi sudah berada di ujung sana.

Catatan Penulis:

[1] Oasis: Oasis, oase, atau wahah adalah suatu daerah yang subur dan terpencil yang berada di tengah gurun, umumnya mengelilingi suatu mata air atau sumber air lainnya dan memiliki beberapa pepohonan disekitarnya. Oasis juga dapat menjadi habitat bagi hewan dan bahkan manusia jika memiliki area yang cukup luas.

[R18] 🔞 Aku Harus Segera Melahirkan Anak Pangeran Untuk Bertahan HidupTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang