BAB 13: Uskup Agung Tidak Hanya Satu

147 11 0
                                    

Meski Lalatina sempat jatuh karena kaki kanannya terluka, lukanya itu praktis sembuh dan dia kembali bangkit untuk meraih hutan. Tak henti-hentinya merapal, gadis pelayan berambut perak mengusahakan yang terbaik untuk kabur sambil melindungi tuannya.

"Lu-lukamu, ba-bagaimana bisa?" tanya Rena kebingungan saat luka Lalatina dapat disembuhkan dengan praktisnya. Seperti kemampuan regenerasi, lukanya tertutup sendiri sementara darahnya mengering otomatis.

Gadis berambut perak itu menjawab, "Halo [1] yang ada di atas kepala saya mendukung hal-hal penyembuhan atau penguatan diri. Ini mode terkuat yang dimiliki oleh Ras Malaikat. Nona tidak perlu mengkhawatirkan saya. Lagi pula, saya sama sekali tidak berniat untuk mengorbankan diri."

"Di belakangmu!" teriak Rena histeris ketika melihat laki-laki berjubah dengan belati miliknya hampir menusuk Lalatina dari belakang.

Namun, reflek yang dimiliki Lalatina tidaklah setumpul itu sebagai gadis pelayan sekaligus petarung. Dia dengan lihainya menghindar, menggeser bahunya ketika belati tajam hampir saja menusuknya dalam-dalam. Kemudian berkata, "Uru Clarista!"

Tangan kanannya fokus digunakan untuk menyerang sementara tangan kirinya dia gunakan untuk membopong Rena. Ini sudah berlangsung cukup lama dan daya tahan Lalatina patut dipuji karena mampu berlari kencang sambil menyerang dan membopong seseorang.

"Kita hampir sampai. Namun, ada kejanggalan yang aneh."

"Kejanggalan?"

"Mereka seakan-akan ingin membiarkan kita memasuki hutan. Apa yang sebenarnya mereka rencanakan?" tanya Lalatina kelimpungan tatkala harus memikirkan tindak-tanduk dari lawannya.

Pasalnya, jika Kultus Liberal benar-benar serius ingin menahan Lalatina, maka mereka dapat dipastikan mampu melakukannya. Berbeda dengan kenyataannya di mana mereka terkesan menggiring Lalatina sampai tiba di hutan Rivendell.

100 bawahan berjubah siap menghampiri Lalatina dengan belati mereka. Sadar bahwa tidak ada pilihan lain membuat Lalatina melempar Rena tanpa ragu ke arah hutan. Gadis berambut perak itu kemudian merapal. "Ara Clarista!" Gelombang angin bertiup kuat-kuat dan menerbangkan Rena hingga masuk ke dalam hutan.

Dia yang telah memenuhi tujuannya kemudian menoleh, bersiap sedia menghadapi 100 pendosa dengan belati tajam di tangan mereka. "Ere Clarista," teriak Lalatina merapal, menghabisi para pendosa dengan satu mantra.

Layaknya tornado, pusaran angin menerjang para pendosa dan menghancurkan tubuh mereka di dalam sana. Angin tornado yang terbentuk tinggi itu menjadi kemerahan tatkala darah kental bersatu pekat bersama pasir yang berterbangan. Namun, tornado merah itu segera ditepis mantap dengan sihir misterius si laki-laki gondrong.

"Berapa banyak lagi bawahan yang kau punya?" tanya Lalatina meremehkan.

Laki-laki gondrong itu memasang senyum lebar, menggaruk lehernya sambil berkata, "Pikirmu, itu benar-benar Hutan Rivendell?"

__________________________

Mengemban harapan dari seorang pelayan, seorang gadis berambut hitam berlari payah di tengah hutan. Keterpaksaan bahwa dirinya harus berlari membuat gadis itu sadar jika kakinya telah cedera. Tragedi saat dirinya jatuh dari kereta kuda dapat dipastikan adalah penyebab cedera yang mengkhawatirkan.

Namun, tidak ada waktu utnuk mengeluh kesakitan. Di belakang sana, seorang pelayan yang percaya padanya telah mengorbankan diri demi mengulur waktu. Mengharapkan keselamatan dan kebebasan atas tuannya.

Dia--Renata yang sedikit pincang terus berlari sekuat tenaga. Mengarungi hutan lebat di malam hari, memaksakan diri meski gelap menyelimuti diri. Sampai di satu titik, sebuah suara ramah mendadak terdengar oleh dirinya.

[R18] 🔞 Aku Harus Segera Melahirkan Anak Pangeran Untuk Bertahan HidupTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang