PROLOG: ARTHURA VOLUME 2

134 7 0
                                    

Dalam ruangan besar tak terbatas, terhimpun jutaan bukit terjal yang menjulang tinggi bak menara. Menara berbatu tersebut terdiri dari tinggi yang beragam, pemandangan di bawahnya hanya ada kegelapan tak terhingga.

Di antara jutaan menara yang menjulang tinggi bak istana, satu di antaranya dijajaki oleh seorang wanita berambut merah muda. Puncak menara itu benar-benar sempit, bahkan si wanita cantik hanya bisa menapakinya dengan satu kaki sambil menjaga keseimbangan.

Ruangan tak terbatas, dipenuhi oleh jutaan menara berbatu yang tingginya menjulang dahsyat. Melihat ke bawah atau ke atas, hanya ada kegelapan tak terhingga yang bisa terlihat. Semua pemandangan ini membawa si wanita cantik pada satu kesimpulan.

"Ruang dimensional tak terbatas," gumamnya sembari melihat sekitar, pemandangan aneh nan mengerikan layaknya terbawa ke dunia lain tak dikenal. "Jika aku bisa berada di sini ..., tandanya Paus sedang mengumpulkan seluruh uskup!"

Merasa sesak, wanita itu memegang ulu hatinya dan berusaha mengatur napas. Terengah-engah sampai mengeluarkan air liur secara tak sadar, dia menjambak rambut merah mudanya sampai rontok beberapa helai.

Sedikit teralih dari intimidasi, wanita itu menenangkan diri. Kemudian melompat, terjun ke bawah dan mengarungi kegelapan tanpa batas. Tatkala dasar kegelapan telah dilampaui, wanita itu terbelalak karena pemandangan luar biasa yang dilihatnya.

Jutaan menara tinggi-tinggi dengan kokohnya menjulang dahsyat ke arah si wanita berambut merah muda--Lustiana Lusty. Lusty pun memutar tubuhnya saat dalam posisi melayang, menghindari menara-menara yang sepertinya sedang menghantam ke arah atas.

Kakinya menapaki salah satu menara, kemudian segera melompat dan menuju ke menara yang lain. Entah ke mana tujuannya, Lusty hanya mengikuti insting misterius yang memaksanya untuk terus bergerak melompati berbagai menara.

Sampai akhirnya, setelah melewati ratusan menara yang bergerak menghantam, Lusty mendapati sebuah menara yang di puncaknya terdapat meja rapat. Meja kokoh itu dikelilingi oleh delapan kursi, Lusty sudah tahu siapa-siapa saja yang akan menduduki kursi di sana.

Wanita berambut merah muda itu mengangkat tudungnya yang sejak tadi terbuka, menutupi rambut merah muda miliknya yang cantik memikat siapa saja. Dia pun duduk di salah satu kursi yang sudah tersedia, menunggu kedatangan uskup lain yang juga sedang menuju ke meja rapat.

Namun, tak lama sejak Lusty baru saja duduk ....

"Wah ... betapa Saudari Lusty benar-benar diberkati, dikasihi, dan disayangi oleh yang maha memberkati." Suara halus penuh tawa, berisi doa namun lebih terasa seperti hujatan, seorang laki-laki berambut cokelat panjang tengah duduk menggantung kaki di salah satu menara.

"Pride? Ba-bagaimana bisa! Kudengar kalau kau sudah mat--"

"Aku? Kalah? Oleh gadis malaikat yang tidak memiliki sayap? Kalian terlalu menganggap rendah diriku, meremehkan diriku, tidak percaya atas kemampuanku. Meski penampilanku begini dan mirip seperti Greedy, aku adalah seorang Uskup Agung. Percayalah sedikit pada diriku."

"Ah ..., syukurlah karena kau berhasil selamat. Namun, bicara soal Greedy ...."

"Dia sudah tewas, ya?" tutur Pride tajam, memotong kalimat Lusty yang belum tuntas. Sementara di depan sana, Lusty yang tengah duduk di tepi meja rapat menganggukkan kepala.

"Benar-benar biadab."

Entah dari mana, suara berat seorang pria terdengar menggema di antara jutaan menara. Menelusuri asal dari suara itu, Lusty menemukan seorang laki-laki dengan perawakannya yang kekar dan bertubuh besar.

"Mengincar uskup yang paling lemah di antara kita, rupanya Santorini hanya berisi pengecut tanpa adab," sambung laki-laki itu yang terlihat tengah bediri di salah satu puncak menara.

[R18] 🔞 Aku Harus Segera Melahirkan Anak Pangeran Untuk Bertahan HidupTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang