BAB 37: Maukah Kau Mengandung dan Melahirkan Anakku?

260 4 0
                                    

Meja makan besar sekali lagi adalah tempat terbaik untuk membicarakan banyak hal. Kebetulan rombongan Arthur sedang kelelahan sekaligus lapar setelah menempuh perjalanan panjang. Momen makan malam seperti ini setidaknya sudah mereka nantikan sejak beberapa hari lalu saat di perjalanan.

Menusuk sepotong daging dengan garpu, kemudian memotongnya dengan pisau. Baik itu Renata, Helena, atau bahkan Ibunda, ketiganya sangat baik kalau soal tata krama. Meski mereka suka mengabaikannya saat tidak ada orang, tetapi ilmu tata krama sudah mereka pahami untuk diterapkan.

Membuka topik pembicaraan, sang Ibunda, atau yang lebih dikenal sebagai Baginda Ratu angkat bicara. "Sebelumnya, aku ingin meminta maaf karena berperilaku tidak sopan begitu kalian datang. Ini adalah minta maafku secara pribadi, tidak melibatkan kerajaan atau siapa pun di kediaman ini. Kemarahan itu secara murni adalah perasaanku sebagai seorang ibu yang ingin melindungi anaknya."

"Tidak. Kami sendiri juga minta maaf. Kelalaian kami menyeret Renata ke dalam masalah. Kami benar-benar minta maaf soal itu," balas Arthur meminta maaf juga.

"Yah, karena kita sama-sama melakukan kesalahan, menurutku ini impas. Renata juga baik-baik saja, bisa pulang dalam keadaan hidup, sehat, dan tidak cacat. Terlepas dari semua itu, ada hal yang lebih penting untuk dibicarakan."

"Apakah itu soal kultus?" tanya Arthur.

Baginda Ratu kemudian menjawab, "Itu salah satunya. Lebih tepatnya, kita harus membicarakan soal kultus, soal iblis dosa yang putriku bawa, dan soal masa depan kalian sebagai calon orang tua bagi pahlawan. Pertama-tama, kembali ke tujuan awal kita untuk menikahkan kalian. Semua ini akan percuma saja jika kalian memang tidak ingin dijodohkan atau mencintai orang lain. Karena itu, aku akan bertanya. Renata. Arthur. Apakah kalian saling mencintai?"

"Ya. Aku mencintai Arthur!" jawab Renata tegas, membuat semua orang yang hadir merasa malu menahan senyum. Bahkan tawa Aisha sampai bocor ketika mendengarnya.

Namun, lebih malu dari semua orang yang mendengarnya adalah Arthur sendiri. Wajah laki-laki itu merah padam. Jantungnya berdegup luar biasa kencang sampai dia sebisa mungkin mengatur napas. Sampai akhirnya, Baginda Ratu lanjut bertanya.

"Bagaimana denganmu, Arthur. Apakah kau mencintai putriku?"

"Sa-saya mencintainya," jawab Arthur sedikit ragu karena menahan malu.

Baginda Ratu pun bertepuk tangan satu kali tanda topik pertama sudah berakhir. Bagus. Sebaiknya tidak perlu menahan diri dan cepatlah lahirkan keturunan," celoteh sang Ibu pada anaknya, Renata. Membuat Renata yang sedang mengunyah daging sampai tersedak. Wajahnya sekali lagi merah tak sanggup menahan malu.

"A-apa yang Ibunda katakan!"

Reaksinya yang seperti itu sangat tidak cocok dengan mental wanita berusia 30 tahun. "Hal seperti itu sepatutnya masih harus menunggu sampai kami cukup umur?" lanjut Renata mengomel.

"Apa yang kau bicarakan? Umur 18 tahun adalah usia matang bagi perempuan dan laki-laki. Justru kau harus mengumpulkan pengalaman mulai dari usia muda supa--"

"He-hentikan! Bisa-bisanya Ibunda membicarakan hal tidak senonoh begitu di perjamuan seperti ini!?"

"Memangnya itu masalah? Justru karena ini adalah jamuan, pembicaraannya tidak boleh terlalu kaku," balas Baginda Ratu dengan senyum meledek.

"Daripada itu, bukankah masih ada pembicaraan yang lain? Tentang iblis dosa dan kultus. Kita sebaiknya membicarakan itu!"

"Pembicaraan berat seperti itu dilanjutkan besok saja, saat rapat resmi. Ini kan jamuan, tidak perlu membicarakan hal-hal berat. Arthur dan rombongannya pasti lelah, ingin segera beristirahat."

[R18] 🔞 Aku Harus Segera Melahirkan Anak Pangeran Untuk Bertahan HidupTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang