13. Mengatur Rencana

290 33 1
                                    

Satu minggu telah berlalu sejak pembicaraan di antara mereka berdua berlangsung.

Bermula dari pengakuan yang dibuat oleh Naga kini bisa dikatakan hubungan nya dengan Sasa menjadi lebih baik dibanding sebelumnya.

Tidak ada suasana canggung menyelimuti. Tidak ada rasa takut yang kerap kali melanda hati. Tidak ada ancaman ingin menyingkirkan lagi.

Seolah telah belajar untuk saling mengerti, satu-satunya hal yang kerap kali menjadi permasalahan di antara keduanya hanya perdebatan tak penting serta ejekan yang banyak dilemparkan Sasa ketika disibukkan dengan kegiatan baru berupa melatih kemampuan Naga.

"Jangan terpaku pada teori, lakukan seperti saat kau sedang bernafas."

"Aku tahu, tapi tidak mudah melakukan nya. Terutama saat mengalirkan energi ke tangan."

"Bodoh."

"Karena bodoh itu makanya aku ingin kau membantuku."

"Merepotkan."

Naga sudah terbiasa mendengar keluhan yang sama berulang kali sehingga hanya menganggap angin lalu seraya tertawa pelan. Menikmati pemandangan berupa ekspresi terganggu yang terpasang di wajah lawan bicara.

Meski terlihat tak suka pada akhirnya Sasa tetap akan membantu, yang mana dengan tegas menegur apabila ia melakukan kesalahan tak perlu terutama ketika terlalu merasa senang hingga merusak konsentrasi.

"Lakukan dengan benar, jangan menutup mata dan perhatikan bagaimana energi yang kau buat mulai berubah menjadi apa yang kau inginkan."

Arahan kembali diberikan, akan tetapi Naga yang kehilangan fokus justru bertanya dengan ragu ketimbang mengikuti perintah.

"Bagaimana jika gagal?"

"Kenapa begitu?"

Untuk sesaat Naga terdiam, mengingat kembali presentase keberhasilan yang hanya tiga puluh persen serta kegagalan nya secara berturut-turut selama beberapa hari.

"Karena kemungkinan nya kecil untuk berhasil." ujar sang perwakilan membalas pertanyaan.

Lantas mendapati lemparan berupa tatapan merendahkan dari Sasa. Menunjukkan ketidaksetujuan atas apa yang dikatakan.

"Maaf, maaf. Tapi tolong jangan menunjukkan ekspresi seperti itu." kata Naga dengan tawa kembali, entah mengapa justru merasa geli tiap kali pasangan nya tersebut megeluarkan ekspresi.

Sedangkan Sasa sendiri tidak menghiraukan tawa. Hanya kembali berbicara berusaha mengubah pemikiran Naga, katanya, "Pemikiran bodoh seperti itu yang membuatmu tidak berhasil. Jika orang lain mengatakan kau tak mampu, bukan berarti kau harus menerima nya. Latihan ada agar kau berkembang bukan untuk membuatmu merasa tidak memiliki kemampuan."

Naga sendiri tahu benar bahwa apa yang ia pikirkan merupakan hal yang salah. Penentu keberhasilan adalah dirinya sendiri, bukan sistem serta presentase angka yang ditunjukkan.

Kalaupun gagal ia hanya harus mengulangi lagi tahapan hingga berhasil.

'Dia sampai harus bicara panjang lebar hanya karena aku.' pikir Naga dalam hati, merasa senang ketika diperhatikan.

Senyuman pun terulas di bibirnya, menyingkirkan segala pemikiran buruk mengenai kegagalan yang terjadi dan meyakinkan diri kembali bahwa ia memiliki kemampuan untuk terus berkembang.

Berkat Sasa ia jadi mengerti hal yang sederhana justru menjadi kunci utama agar Naga bisa terus bertahan.

"Aku ingin menjadi kuat. Bersabarlah sedikit lagi demi muridmu yang tak tertolong ini, Sasa. Aku mengandalkanmu." pinta nya.

[BL] Sistem Dunia KetigaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang