41. Empat Penjaga

76 9 0
                                    

Pagi telah datang, hutan telah berhasil dipulihkan namun entah mengapa hati Navark justru merasa tidak tenang.

Bau kematian tercium begitu dekat dan berat, seolah menjadi pertanda datangnya sebuah badai besar yang akan menghampiri dunia. Sebagai seseorang yang telah cukup lama menjalani kehidupan, dari sekian banyak pertanda hanya satu kali saja firasat nya meleset dari kenyataan. Maka tak heran apabila pemimpin Menara Sihir seperti nya sekalipun akan merasa gelisah kala dihadapkan pada sebuah bencana.

"Sirgiv."

Netra sewarna hutan hijau lalu teralih menatap kearah pangeran pertama yang tengah memejamkan mata seraya mengistirahatkan tubuh di atas tanah, tidak memedulikan kalau hal tersebut dapat membuat pakaian nya menjadi kotor.

"Jangan ajak aku bicara, aku sudah mati dan siap dikuburkan."

Untuk sesaat Navark memutar kedua bola mata, merasa cukup bosan kala harus menghadapi segala tingkah laku pemuda yang tidak mencerminkan seorang pangeran sama sekali.

"Kalau begitu apa kata-kata terakhir mu?"

"Menikahlah dengan ku, nama mu akan terdengar lebih indah kalau menjadi Navark la Flosta."

"Teruslah bermimpi, bocah gila."

Setelah mengatakan hal tersebut Navark lalu beralih melangkahkan kaki meninggalkan tempat yang kini telah memuat inti kehidupan hutan yang baru, merasa tugasnya sebagai pengawas telah berhasil diselesaikan.

"Kau mau pergi kemana?" tanya Sirgiv kemudian membuka kedua kelopak mata ketika menyadari suara langkah kaki Navark perlahan mulai menjauh dari nya.

"Ke tempat permasalahan."

"Aku ikut."

"Kau kan sudah mati, diam saja disana dan tunggu peti mu datang."

Mengabaikan balasan tidak terima yang disuarakan oleh sang pangeran, Navark putuskan untuk mempercepat langkah nya kembali pada titik dimana retakan besar semula tercipta.

Yang mana kini telah kembali menjadi sebuah daerah tak tertutupi pepohonan dan hanya dipenuhi oleh bebatuan, menjadikan tempat itu cocok digunakan sebagai arena pertarungan.

"Energi gelap masih terasa di tempat ini. Apa ini milik mu, Dewa ku?" gumam Navark sesaat sebelum menggunakan sihir nya untuk mencari tahu sumber dari permasalahan.

Berbeda dari para penyihir lainnya, Navark tidak membutuhkan rapalan untuk mengeluarkan kekuatan yang hendak digunakan. Ia hanya perlu memusatkan pendar cahaya di tangan dan mengarahkan kekuatan tersebut pada tujuan penggunaan.

Untuk menyerang, melindungi bahkan bila perlu memusnahkan apa saja yang harus dihilangkan dari dunia.

Namun kali ini tujuan nya hanya untuk mencari tahu pemilik asli kekuatan dengan menyebarkan cahaya ke seluruh penjuru area guna menggambar ulang kejadian.

Akan tetapi belum lama kekuatan menerangi keseluruhan tiba-tiba saja cahaya yang terpancar sudah lebih dulu menghilang bak ditelan oleh kegelapan. Terhempas oleh dorongan angin yang sangat kuat sehingga dapat menghilangkan jejak dalam sekejap.

Bahkan untuk pemimpin Menara Sihir seperti dirinya, berada pada situasi dimana kemampuan menjadi tidak berguna adalah sesuatu yang sulit untuk diatasi. Sehingga hanya dapat tertawa pelan diikuti pandangan mata tertuju ke arah hutan yang kini telah kembali menghijau karena tertutup oleh pepohonan.

"Benar-benar menjijikan."

Lantas setelahnya Navark putuskan untuk memanggil kembali seluruh bawahan yang semula berpencar, meminta informasi apa saja yang telah berhasil didapatkan selama masa pencarian.

[BL] Sistem Dunia KetigaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang