19. Akhir Perburuan

203 25 0
                                    

Ketika kesadaran telah kembali, yang pertama kali Naga rasakan adalah sekujur tubuhnya terasa seperti dihancurkan. Sakit mendera dari ujung kaki hingga kepala ditambah pula sensasi terbakar yang tak kunjung reda pada tangan kanan.

Dibutuhkan penyesuaian bagi nya untuk terbiasa dengan sakit dirasa. Barulah setelah itu ia membuka kedua kelopak mata, menunggu sesaat sampai pandangan menjadi jelas dan mendapati Sasa tengah berada didekat nya.

Menatap dengan wajah tanpa ekspresi, namun Naga tahu benar ada beragam perasaan tersimpan hanya dengan melihat sepasang lavender indah milik sang kekasih.

Perasaan rindu, kekhawatiran, amarah, tidak berdaya, kesepian. Tertuju hanya pada Naga seorang.

Mengulas senyuman senang di wajah sang perwakilan mendapatkan sambutan manis lewat sikap yang diperlihatkan.

"Apa aku sudah tidur terlalu lama? Maaf membuatmu menunggu."

Naga tahu Sasa tengah merasa sedih sekarang, begitu mudah terbaca hanya dengan sekali lihat saja. Jadi ia berusaha menghibur, tidak ingin terlihat begitu menderita dengan luka-luka di tubuhnya.

"Sudah waktunya pulang ya? Wah gila, kita bahkan belum dapat satu hewan buruan pun— Eh?"

'Bego banget, kenapa malah ngingetin yang gak perlu!' ia merutuk kebodohan sendiri dalam hati. Tidak mengira racauan nya justru menyinggung topik yang sedari awal ingin dihindari.

Berusaha mengubah pembicaraan, Naga segera mencari-cari hal yang sekiranya dapat menjadi pembahasan. Menyadari bahwa ada sensasi lembut menyentuh kepala yang tak sedang berada di atas tanah.

"Ngomong-ngomong apa kau tidak merasa pegal? Sudah cukup lama kan kau membiarkan kepala ku berada di atas paha mu?" tanya Naga, berusaha menetralkan ekspresi dan menghilangkan nada suara gugup yang terdengar.

Namun tampaknya hal tersebut tidak cukup untuk mengalihkan perhatian Sasa. Dimana kini justru melempar tatapan tajam dengan jari tangan diarahkan tepat di depan bibir, menghentikan segala racauan yang hendak dikeluarkan.

"Diam."

Permintaan memang dituruti, namun bukan berarti juga Naga siap menerima sebuah ciuman tiba-tiba yang diberikan.

Dimana sentuhan digerakkan begitu lembut, perlahan dan menggoda untuk melakukan lebih. Belum lagi sapuan serta gigitan pada bibir bawah yang diberikan, membuat Naga tidak dapat membalas. Masih tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dapatkan.

Barulah ketika kesadaran telah kembali seperti semula, Naga menyuarakan protes tidak terima. Mengabaikan rasa sakit mendera pada tubuhnya.

"Sasa, itu tidak adil. Berjanjilah kau tidak akan melakukan nya lagi, hanya aku yang boleh oke?"

"Kenapa?" tanya Sasa tidak mengerti.

"Karena aku jadi ingin menikahi mu! Tolong lah ya, aku sudah berusaha mengikuti prosedur yang ada. Biarkan aku kaya dan mapan dulu sebelum menjadikan mu istriku!"

"Apa itu perlu?"

"Tentu saja! Aku tidak bisa membiarkan mu hidup susah terus menerus."

"Bukan masalah."

"Itu masalah yang besar sayang."

Hening sesaat, sampai akhirnya Sasa kembali membuka suara.

"Bagaimana dengan seks nya?"

"Kalau itu bisa dibicarakan." kata Naga sertakan ekspresi serius terpasang.

"Tidak perlu mengikuti prosedur?"

"Poin nya sudah secara otomatis masuk ke bagian negosiasi."

Mendengar jawaban yang diberikan membuat Sasa tak bisa menahan senyuman terpasang di wajah. Dalam sekejap menggantikan segala kesedihan yang semula diperlihatkan.

[BL] Sistem Dunia KetigaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang