17. Perburuan (4)

167 22 0
                                    

"Sudah dimulai."

Aelfdenia mengarahkan pandangan menatap pohon besar di hadapan. Melihat bagaimana perlahan daun menguning mulai berguguran, jatuh dan menghilang. Lantas membiarkan bagaimana dahan yang baru tumbuh membawa serta warna hijau bersama nya.

Sebagai tanda melepas yang lama dan memulai yang baru.

Dalam keheningan tanpa ada siapapun di sekitar, sang Dewi tak melepaskan pandangan. Terus menerus menatap kosong dengan jari tangan disentuhkan berharap ucapan nya dapat terdengar entah pada siapa.

"Jangan biarkan dirimu kembali pada kegelapan, sahabatku."

***

Sasa merasakan nafasnya tercekat, dirinya membatu dan tidak dapat mempercayai pemandangan yang ia lihat ketika mendapati kekasihnya sudah terbaring di atas tanah bersimbah darah dengan luka menganga di tubuh.

"Aaa—"

Seberapa keras ia berusaha mengeluarkan suara untuk memanggil, nyatanya tak ada satupun yang berhasil. Tidak ada kata maupun kalimat jelas yang bisa Sasa ucapkan.

Tidak tahu harus terkejut, marah atau menjadi gila lebih dulu. Mengingat hanya dalam hitungan detik saja Naga yang semula masih menyentuhnya, memberikan kecupan, membisikkan kata maaf justru kini terbaring dengan kedua mata tertutup tak lagi bernafas.

Seketika suara bisikan ramai terdengar berputar secara berulang di kepala. Menyuruhnya untuk membunuh siapapun yang menjadi penyebab dari kematian.

Bunuh, bunuh. Habisi semua nya.

Atau bahkan di antara keseluruhan suara justru menyuruh Sasa untuk bertanggung jawab dengan ikut melenyapkan diri sendiri. Menebus kesalahan yang dilakukan.

Namun ditengah semua hal gila yang memenuhi seisi kepala, sebuah kilas ingatan bersama sang kekasih tiba-tiba saja menghancurkan segala pemikiran dan menyadarkan Sasa kembali pada dirinya sendiri.

"Aku akan membahagiakan mu."

Hanya sepenggal kalimat sederhana berisi janji dan mungkin tidak dapat ia dengar lagi dari sang kekasih nyatanya sudah cukup berarti bagi Sasa yang memang tidak pernah mendapatkan segala bentuk perhatian sama sekali.

"Kau sudah melakukan nya. Jadi tunggu lah sebentar, aku akan segera menemani mu."

Meski tahu bahwa perkataan tak lagi bisa didengar, meski tahu apa yang ia lakukan tidak dapat mengubah keadaan, namun setidaknya di akhir Sasa dapat menyelesaikan semua urusan tanpa harus merasa terbebani.

Beralih mengambil sisa tombak yang ditinggalkan, setelah mendapatkan nya Sasa lantas mengarahkan pandangan kembali pada keempat monster zirah yang jadi akar dari permasalahan.

Sasa mungkin tidak bisa menyerang mereka seperti saat Naga melakukan nya. Dimana setiap serangan yang ia lakukan hanya dapat melukai salah satu dari keempat monster zirah.

Tapi seharusnya itu sudah cukup.

Lantas ia pun memulai bertepatan dengan debu di sekitar hilang sepenuhnya. Tanpa ragu berlari menuju ke arah zirah pemanah yang berada paling dekat. Dimana kini sebagian dari pelindung yang dikenakan telah hancur akibat terkena serangan beruntun dari Naga sehingga memperlihatkan wajah yang mana menyerupai gumpalan daging berwarna pink pucat dengan lubang yang membentuk kedua mata dan mulut.

Sasa pun memanfaatkan hal tersebut, telah mendapatkan pula bagian yang diincar. Hanya tersisa cara agar ia dapat naik ke atas sana meski harus mempertaruhkan nyawa.

Jadi ia mencari nya, menggunakan pijakan pada beberapa batu terlebih dahulu. Melakukan lompatan-lompatan tinggi seraya disaat yang sama menghindari lesatan anak panah yang di kirim oleh zirah pemanah.

[BL] Sistem Dunia KetigaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang