Prolog

2.8K 172 10
                                    

Hari itu hujan turun begitu deras, membawa serta rintik air yang jatuh membasahi tubuh sekarat terbaring tak berdaya pada jalanan beraspal di sebuah gang sempit nan gelap.

Waktu sendiri sudah menunjukkan pukul dini hari, keadaan malam yang hujan menambah sepi pejalan kaki melintasi area tersembunyi.

Memperkecil kemungkinan si pemilik tubuh mendapatkan pertolongan dari luka terbuka di perut serta hantaman benda tumpul di bagian kepala.

Sedangkan si pemuda yang terbaring sendiri memilih untuk tidak mengeluarkan suara. Hanya mengutuk dalam hati seraya membiarkan rasa sakit terus mendera tiap kali tarikan maupun hembusan nafas berlangsung.

Menunggu sampai kematian benar-benar datang dan menghampiri.

Kehilangan harapan, bisa dibilang. Sudah terlanjur yakin kalau dirinya tidak cukup kuat untuk bertahan melewati kegelapan malam.

Lantas dalam ketidakberdayaan terbersit rasa penyesalan karena tak sempat melakukan banyak hal. Ia menyesal tidak bisa mendatangi tempat-tempat yang selalu ia impikan karena keterbatasan uang, ia juga menyesal tidak bisa mewujudkan keinginan untuk merasakan kehidupan yang lebih layak karena tertekan oleh berbagai hal lain yang harus lebih dahulu di utamakan.

Belum lagi ia juga tak sempat mengucapkan salam perpisahan barang sebentar pada orang terdekat yang peduli.

Orang-orang yang membuat kehidupan nya yang menyebalkan menjadi lebih layak untuk dijalani.

Ditengah rasa sakit yang semakin melemahkan diri, lantas senyuman pahit tersungging pada bibir yang mulai berganti warna, membiru. Berbagai perasaan yang selama ini hanya terpendam dalam hati terasa seakan mengoyak nyawa dari dalam, sehingga hanya bisa menumpahkan segala nya pada kepalan tangan yang tergenggam hingga buku jari memutih.

'Hidup seperti sampah, mati pun menjadi sampah. Apa saja yang aku lakukan selama ini?'

Tak ada jawaban. Menangis pun rasanya sudah tiada guna.

Hanya ketika manusia berada pada ambang keputusasaan barulah bisa menyadari kesalahan apa saja yang telah di lakukan. Tak ada percobaan kedua, karena dunia bukanlah sebuah permainan dimana ketika kesal kau dapat berhenti maupun mengulang.

Jika memang ini yang jadi akhir dari kisah perjalanan nya maka menerima adalah satu-satunya jalan penyelesaian.

'Persetan dengan dunia dan segala isinya. Biarlah, lagipula hidupku juga tak begitu menyenangkan.'

Kemudian kelopak mata yang lelah itu pun menutup. Tak lagi memperlihatkan netra yang menatap kearah langit gelap tanpa bintang diatas sana.

Hanya membiarkan bagaimana tetesan air hujan yang membasahi kulit menjadi ingatan terakhir sebelum akhirnya tebuai dalam kegelapan tak berujung.

Kematian.

▁▁▁▁▁▁▁▁▁▁▁▁▁▁▁▁▁▁▁▁▁▁▁▁▁▁

[ Pemberitahuan ]

Pemain telah berhasil memasuki sistem dunia

[ Memulai proses pengumpulan data ]

[ ... ]

[ Proses pengumpulan data telah berhasil diselesaikan ]

Pemain dengan nama terdaftar Naga Pervaiz Mahajana telah berhasil terpilih menjadi perwakilan selanjutnya

Pemain dengan nama terdaftar Naga Pervaiz Mahajana telah berhasil terpilih menjadi perwakilan selanjutnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.
.
.

(pic source : Pinterest)

[BL] Sistem Dunia KetigaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang