2. Perasaan Manusia

1.4K 131 8
                                    

Hampir setiap hari rutinitas yang Naga jalani selalu sama. Bekerja hingga nyaris mati lalu beristirahat.

Empat jam bukan lah waktu yang cukup bagi pemuda berusia dua puluh tiga tahun itu memulihkan diri dari rasa lelah yang mendera, namun apa daya sudah menjadi tugasnya bekerja keras demi bisa memenuhi kebutuhan yang tiada henti menunggu untuk diselesaikan.

Kebutuhan yang lebih banyak bukan untuk diri sendiri.

"Sebentar lagi sudah waktunya untuk adikmu kuliah. Ibu gak mau tahu, pokok nya kamu harus carikan biaya biar adikmu itu bisa masuk ke universitas besar."

Seperti inilah salah satunya.

Diperlakukan layaknya mesin pencetak uang dengan perintah tak masuk akal yang selalu menghantui pikiran serta menguras akal sehat. Merasa muak seharus nya cukup manusiawi untuk dirasakan karena bertahun-tahun hanya diam dan menerima setiap perlakuan.

"Uang memang bisa dicari, tapi dengan kemampuan anak anda yang pas-pasan itu memang nya bisa menyesuaikan dengan tingkatan yang jauh diatas kapasitas otak nya?" Naga mempertanyakan keputusan seraya dengan sengaja menyelipkan kalimat merendahkan dalam ucapan.

Yang mana sontak setelah nya memancing kemarahan dari wanita di hadapan.

"Bicara apa kamu?!"

"Bicara tentang kenyataan."

"Anak kurang ajar!" seruan marah kembali terdengar. Menarik perhatian beberapa pekerja lain yang tengah sibuk menyelesaikan tugas maupun orang-orang yang tak sengaja berlalu-lalang dibagian belakang klub malam.

Setelah itu Naga menghela nafas. Merasa malu karena telah menimbulkan keributan dengan suara keras milik si wanita.

"Kalau anda datang kesini cuma untuk teriak-teriak karena permintaannya tidak dikabulkan, sebaiknya pergi saja sekarang." Kata Naga dengan gerakan tangan terangkat guna mengarahkan ke bagian ujung jalan dari tempat ia berdiri saat ini.

"Berani kamu mengusir saya?!"

"Anak anda sekarang sudah besar. Sudah cukup selama ini saya membiayai sekolahnya hingga lulus SMA. Perihal kuliah suruh saja dia cari uang nya sendiri, mau sampai kapan bergantung dengan saya."

"Itu kan sudah jadi tanggung jawab mu!"

Mendengar hal tersebut Naga lalu mengeluarkan suara mencemooh kentara. Tak menyangka bahwa wanita di hadapan begitu rendah sehingga berani mengeluarkan ucapan yang tak sepantas nya digunakan.

"Dia bukan anak saya, dia anak anda. Tidak usah berbicara soal tanggung jawab kalau anda sendiri sebagai orang yang lebih tua tidak mengerti arti nya."

Bertepatan setelah ucapan diselesaikan, sebuah tamparan cepat melayang telak ke arah pipi kanan Naga. Sungguh tak mengherankan, mengingat hal itu kerap kali terjadi apabila perdebatan sengit berlangsung di antara keduanya.

Usai kejadian tersebut, seperti sebelum-sebelum nya si wanita paruh baya akan langsung pergi meninggalkan Naga begitu saja, untuk kemudian kembali lagi di lain hari ketika sudah memiliki alasan yang tepat untuk memeras uang darinya.

Tidak lagi. Naga tidak berniat ikut andil lagi dalam segala permasalahan menyebalkan yang seringkali dilimpahkan kepadanya.

Kebebasan, hanya itu yang ia inginkan. Mengumpulkan uang sebanyak mungkin agar bisa mengubah hidupnya menjadi lebih baik ketimbang saat ini.

"Kau baik-baik saja?"

Netra kembali teralihkan tatkala suara lembut seseorang menyapa pendengaran dari belakang. Begitu Naga menolehkan kepala, ia lalu mendapati adanya seorang wanita cantik berpakaian cukup terbuka khas pekerja tetap di klub malam.

[BL] Sistem Dunia KetigaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang