44. Empat Penjaga (4)

99 7 3
                                    

Dalam keheningan keduanya berjalan menelusuri lingkungan kumuh menuju arah yang dimaksudkan.

Di setiap gerakan kaki melangkah, Naga bisa merasakan kalau ia sudah lelah karena disibukkan oleh pencarian yang dilakukan sebelumnya. Tubuh pria itu semakin berat, seolah menunjukkan penolakan dan meronta meminta istirahat. Meski pada akhirnya kembali diabaikan karena tidak ingin menyia-nyiakan barang satu detik pun guna menemukan keberadaan sang rekan.

'Tunggu sebentar lagi, Shia.' kata Naga dalam hati seraya meyakinkan diri untuk mempercayai ucapan pria asing yang menuntun jalan di depan.

Bohong kalau Naga mengatakan dirinya tidak ragu ataupun bersikap waspada perihal kemungkinan terburuk yang akan datang. Mempercayai ucapan seseorang yang bahkan tidak bisa mempertahankan kewarasan nya sendiri saja sudah seperti melakukan pertaruhan dengan besar kegagalan.

Namun apa daya, ia telah kehabisan petunjuk mencari titik terang penemuan. Tiada sistem pula yang bisa membantu pencarian. Hanya mampu mengandalkan satu-satunya bantuan yang ada meski perasaan tidak tenang terus menggerogoti hati nya.

Adapun beragam pertanyaan hendak diajukan seputar Dewa yang dipuja oleh si pria yang urung menyebutkan nama. Mempertanyakan keanehan mengapa dirinya yang merupakan orang biasa bisa disebut pula sebagai seorang Dewa.

Namun lagi-lagi ia harus mengurungkan niatan. Menenggelamkan tanya karena tak ingin memicu permasalahan baru yang tak perlu.

Sudah merasa cukup terbebani dengan kejadian mengejutkan ditambah pula dengan keberadaan Shia yang sampai sekarang masih belum ditemukan.

Cukup panjang perjalanan dilalui melewati berbagai lorong berliku, lembab dan gelap. Bau menyengat khas sampah basah dan berbagai kotoran hewan yang dibiarkan begitu saja membuat Naga hanya bisa bertahan menelusuri jalan seraya menutup indra penciuman.

Lingkungan kumuh ini sangat berbeda dengan penampilan desa dari luar yang justru memberi kesan bahwa telah cukup makmur.

'Sampai kapan aku harus berjalan mengikutinya?' tanya Naga dalam hati.

Setelah beberapa kali berjalan menyusuri berbagai tempat terdalam di daerah paling menyedihkan di desa, mereka berdua pun akhirnya tiba di sebuah rumah tua terbengkalai yang tak lagi terawat dan dihuni oleh manusia.

Kebun di halaman depan tampak tak terurus dan rumput liar dibiarkan tumbuh panjang, dinding bangunan juga terlihat mengelupas serta telah rusak di beberapa bagian, bahkan kaca jendela dan pintu rumah yang tak lagi terpasang pun ikut menambah buruk penampilan sehingga bisa dikatakan bahwa rumah tersebut sudah masuk kedalam kategori hunian hantu.

Naga pikir pria tua itu akan mengajak nya masuk ke dalam sana. Akan tetapi dibanding melewati area depan agar bisa masuk ke dalam, pria tersebut justru mengarahkan agar mereka pergi ke bagian belakang bangunan dimana ia lalu mendapati adanya sebuah penutup lubang berbentuk kotak seukuran lebar orang dewasa.

Ketika penghalang besi yang jadi penutup dibuka, Naga bisa melihat terdapat sebuah tangga dari bebatuan yang disusun rapi menurun menuju ke bagian bawah.

"Ini salah satu jalan terdekat yang bisa digunakan." ujar si pria tua memberitahukan kemudian dengan tenang menuruni tangga lebih dulu guna mengarahkan.

Sedang di sisi lain Naga tidak langsung tergerak untuk mengikuti langkah si pria tua. Kembali mendapati adanya keraguan memenuhi kala dihadapkan pada situasi yang tiada bisa ditebak sama sekali.

'Apa benar Shia ada dibawah sana?'

Ia memang sudah berada sejauh ini, namun bukan berarti Naga dengan senang hati mengantarkan nyawa menuju ke tempat yang tidak diketahui sama sekali.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 02 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

[BL] Sistem Dunia KetigaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang