Tampan? Lumayan! Kaya? Sedikit! Duda? Pasti!
Siapa lagi kalau bukan Duo duda. Dua pria paruh baya yang sudah lama ditinggalkan oleh istri mereka. Ya, makanya itu mereka disebut Duda.
Kerjaan mereka tiap hari hanyalah bertengkar, tapi tenang saja uan...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Zico mengendap-endap secara perlahan memasuki sebuah kafe. Iris matanya dengan cepat memperhatikan keadaan sekitar, saat keadaan sudah aman ia menyelinap masuk ke dalam kafe kemudian bersembunyi di belakang pintu.
Ia mengeluarkan sebuah pistol dari balik saku jaketnya, bibirnya menyeringai seperti para mafia yang sering ia tonton di layar bioskop rumahnya.
Pistol air yang berwarna hijau kekuningan terpampang dengan jelas di hadapannya. Ya! Pistol itu milik dari seseorang yang pernah merampok toko buahnya.
Seperti para pencuri yang sering ia tonton di layar TV, ia sedikit menunduk dan berjalan jongkok untuk menuju ke arah meja kasir.
"Bergerak!" teriaknya sambil menyodorkan pistol mainan ke arah patung kucing yang tengah melambaikan sebelah tangannya.
Mendadak Zico termenung, sejak kapan Duda itu memiliki patung kucing seperti ini di kafenya.
Pandangannya kini beralih melihat sekeliling kafe. Sejak kapan Duda itu merubah interior dan bentuk kafe itu? Bukan, bukan, ini seperti bukan kafe milik temannya.
"Kiw, cowo, sejak kapan kafe ini berubah?" bisiknya dengan alis yang mengkerut semakin dalam ke arah pria yang bekerja sebagai penjaga kasir.
Bukan hanya dia yang binggung, petugas kasir juga binggung dengan pertanyaan pria paruh baya yang tiba-tiba masuk ke dalam restoran tempatnya bekerja. "Tempat ini tidak pernah berubah, Pak," jawabnya dengan sopan.
"Selamat datang di Victoria cafe, ada yang bisa kami bantu?"
Telinga Zico tidak sengaja menangkap pembicaraan seorang waiters terhadap tamu yang baru saja datang.
"Victoria cafe," batinnya binggung.
Tidak lama kemudian ia membulatkan kedua matanya. "Alamak salah alamat," pekiknya kaget dan berlari kecil menuju ke luar kafe tanpa berpamitan. Beberapa dari pengunjung seketika mengalihkan perhatian mereka ke arah pria duda itu.
Kepala Zico sedikit menyembul dari balik pintu masuk. "Maaf, salah toko. Jangan marah, ha!" ucapnya kemudian kembali berlari untuk menuju ke arah toko milik temannya atau bisa juga disebut musuhnya yaitu Bukan toko Buah.
***
Zico mendudukkan bokongnya di teras masuk sebuah kafe. Ia menyeka pelan wajahnya yang sedikit berkeringat dan meselonjorkan kakinya untuk menghilangkan penatnya.
Topi yang ia kenakan ia letakkan di sisi kanannya dalam keadaan terbuka. Hembusan nafas ia lakukan untuk kesekian kalinya.
"Enggak mungkin gue tua, 'kan? Masa gue bisa lupa sama tokonya musuh sendiri," monolog Zico, ia sedikit memundurkan tubuhnya dan menumpuknya kedua tangannya di belakang.
Tatapannya tertuju ke arah langit-langit yang cerah, hari ini cukup panas. Pantasan ia berkeringat.
Ia menolehkan kepalanya ke kanan saat beberapa orang sedikit berjongkok di sebelahnya kemudian pergi begitu saja. Apa yang mereka lakukan?