Bab 6

352 55 1
                                    

Happy Reading💙


Pintu rumah si kembar terbuka, Defan masuk dengan wajah masam dan seragam kusut.

"Sepet amat muka," ledek Jefan yang sedang duduk di ruang tamu sambil menonton tv. Demamnya belum turun sepenuhnya tapi ia bosan tiduran di kamar seharian.

Defan segera duduk di atas sofa, menyandarkan tubuh dengan nyaman di samping kembarannya. "Lo tau hal gila yang terjadi di sekolah?"

"Apa."

"Teman lo yang namanya Angga itu! Dia bacot banget anjinggggg!" Gerutu Defan sambil mengacak rambutnya kesal. "Dia ngikutin gue kemana-mana karena ngira gue amnesia! Belum lagi anaknya buaya banget! Dia bahkan ngegodain petugas kebersihan sekolah anjir?!"

.






.




Kembali ke beberapa jam lalu...

"Pak, ini pintunya gak bisa dibuka ya?" Angga bertanya kepada petugas kebersihan yang kebetulan lewat. Ia sedang menemani Defan tour keliling sekolah hingga ke gudang belakang.

Sejujurnya Defan agak heran kenapa tour ini sama seperti blusukan presiden hingga mereka sampai di gudang sepi ini, tempat yang sama sekali tidak berguna untuk diingat Defan selama menyamar. "Kita pergi aja gih," sarannya.

Angga malah menarik petugas kebersihan tersebut hingga ke depan pintu gudang yang terkunci itu. "Tolong dibuka ya pak," pinta cowok itu keras kepala. Petugas kebersihan itu segera pergi ke ruangannya di dekat sana untuk mencari kunci.

Defan memijit dahinya, seharusnya ia tidak bertemu manusia ini. "Angga," ia menahan lengan Angga yang seakan memaksa pintu itu agar terbuka. "Gak usah berlebihan tournya." Lanjut Defan menirukan nada dingin kembarannya.

"Jef! Pintu ini harus dibuka dulu!" Mata Angga terlihat serius saat mengucapkan itu hingga Defan menyerah.

Tak lama kemudian, petugas kebersihan itu membawa kunci gudang dan memberikannya pada Angga. "Makasih banyak pak! Nyari kunci gudang aja bisa, apalagi nyari kunci hati saya." Ia berkedip manja pada si petugas sebagai ucapan terimakasih.

Petugas itu segera pergi dari sana, agak trauma melihat kedipan manja dari Angga. Defan juga sebenarnya sedang trauma tapi saat pintu berhasil dibuka oleh Angga, ia mengerti kenapa Angga seyakin itu untuk membuka pintu gudang ini. "Udah gue duga."

Seorang murid perempuan duduk meringkuk di gudang itu, terlihat sangat ketakutan. Wajah pucatnya terlihat senang ketika melihat kedatangan Angga dan Defan.

"A... Angga..." Panggil murid itu terbata.

Di saat Defan sedang berusaha mencerna keadaan, ia melihat jelas Angga membantu gadis itu berdiri dan memberikannya jaket olahraga yang kebetulan menggantung di dinding sampingnya. "Pake ini dulu, basah ya?" Tanya cowok itu khawatir.

"Makasih banyak..." Cewek berpakaian basah itu menangis di hadapan mereka berdua. Angga hanya menepuk-nepuk pelan pundak cewek itu untuk menenangkan, bahkan ia masih berada di jarak aman.

Setelah cewek itu pergi dari hadapan mereka, Defan masih belum mengeluarkan suara apapun. "Lo heran sama kejadian tadi?" Tanya Angga sambil menatap orang di hadapannya.

"Dia di-bully karena jadi pacar Pandu, temen lo. Sementara Pandu sama sekali gak peduli ke pacarnya walau sudah dengar cerita ini. Siapa suruh pacaran padahal masih SMP gini," cerita Angga dengan dengusan kesal di akhir.

Defan hanya menatapnya datar, membuat yang ditatap tertawa renyah. "Sorry ya! Padahal lo teman Pandu, tapi gue seenaknya ngomong begini."

Kalau apa yang diucapkan Angga benar, berarti Pandu sudah melakukan hal brengsek secara tidak langsung pada pacarnya. Sayangnya Defan agak salah fokus karena tindakan Angga tadi, menolong dan menenangkan pacar Pandu tapi tetap menjaga jarak. "Anak ini lumayan juga," batinnya.

Amicizia Complicata Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang