Bab 18

273 28 6
                                        

Maaf ya agak angst
Aku kurang pintar sih nulis angst, tapi ini scene wajib karena tragedi ini pemicu dari ceritanya
Minta maaf di atas materai🙏

"Ukh!" Galen meringis kesakitan setelah melayangkan pukulan pada Farel. Sepertinya cedera bekas penyerangan Satrio saat itu bertambah parah setiap harinya. Ia berjongkok sejenak karena rasa nyeri itu cukup sulit ditahan.

"Galen? Lo oke?" Tanya Bagas menghentikan sparing mereka. Farel dan Dimas yang kebetulan menonton ikut terlihat khawatir melihat keadaan Galen.

"Biar gue izinin lo ke pelatih buat pergi periksa ke dokter." Ucap Dimas seraya meraih lengan Galen yang terasa nyeri.

Galen menggeleng, ia melepas sarung tinjunya sambil tersenyum menahan sakit. "Gue izin pulang aja."

"Gue antar, lagipula gue gak ada latihan atau kegiatan apa-apa disini." tawar Farel yang memang hanya datang untuk melihat kawannya berlatih boxing.

Namun lagi-lagi Galen menolaknya. "Gue bisa sendiri. Thanks," ujarnya lalu pergi menuju ruang ganti.

"Tangannya memang sering kumat begitu?" Tanya Farel.

"Iya, sejak kejadian SMP dulu. Seingat gue dia pernah masuk rumah sakit dan di-gips hampir sebadan karena serangan Satrio," jelas Dimas.

Farel dan Bagas terlihat kaget. Pantas saja walau sering berlatih boxing, Galen jarang menggunakan tangannya saat berkelahi di luar tempat latihan. Kegesitan dan ketangkasan Galen sering membuat lawan lengah di arena perkelahian, makanya mereka tidak menyangka temannya itu memiliki kelemahan di bagian tangan.

"Dia biasanya masih bisa tahan, Arion bilang asalkan dia gak ngerjain hal berat. Akhir-akhir ini dia kerja sambilan di suatu tempat." Jelas Dimas lagi.

"Gapapa nih ngebiarin dia sendiri?" Tanya Farel setelah melihat Galen sudah pergi dari tempat latihan dengan tasnya. Ada rasa berat hati ketika melihat punggung Galen berjalan menjauhinya.

"Kayaknya dia lagi butuh waktu sendirian."





.

.

.

.

"Galen, kayaknya bapak gak bisa memperkerjakan kamu lagi. Toko bapak makin hari makin sepi, bapak takut gak bisa ngegaji kamu." Ucap pemilik toko tempat Galen bekerja paruh waktu.

Pekerjaannya merapikan gudang dan stok, mengangkat barang yang datang dan menyusunnya ke gudang. Hari ini Galen datang untuk meminta libur sejenak karena tangannya, tapi ia malah mendapat berita tidak menyenangkan.

"Gak masalah pak, semoga setelah ini warung bapak bisa rame lagi. Bapak boleh panggil saya kapanpun kalo butuh jasa," tukas Galen dengan senyum ramah. Bapak pemilik toko memberi Galen upah dari pekerjaannya minggu ini.

"Maaf ya nak, lagipula harusnya kamu lebih konsentrasi belajar."

"Iya gak apa-apa, pak. Saya pulang dulu," pamitnya lalu beranjak keluar toko. Galen bekerja sambilan untuk membayar uang latihannya, sebenarnya tidak terlalu mahal karena pelatih Dimas memberi diskon spesial. Bakat Galen membuatnya tertarik dan sedang mempersiapkan anak itu untuk turnamen.

Sayangnya akhir-akhir ini cedera tangannya kumat karena dipakai bekerja berlebih. Esa juga keliatannya butuh sepatu dan tas baru, entah kenapa sejak bulan lalu uang jajan mereka lebih berkurang dari sebelumnya.

"Bang Galen? Mau pulang?"

Lamunan Galen buyar saat menyadari suara adiknya menyapa. Ternyata ia berpapasan dengan Esa di jalan, adiknya sedang menenteng plastik berisi dua bungkus mie instan, telur dan kerupuk. "Esa belum makan malam?"

Amicizia Complicata Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang