Bab 3

420 60 4
                                    

Holaa
Lagi sibuk UAS kemaren
Sorry yaa buat yang nunggu
Kalo ga nunggu jg gpp sie
Wkwk

Happy reading

.

.

.

.

Namanya Jefano Sebastian, si introvert parah yang gak suka banyak omong. Dia ngerasa capek aja kalo terlalu banyak ngeluarin kata-kata.

Di hari pertama masa SMP-nya, dia duduk sama bocah yang ukuran badannya lebih kecil dan kurus dari dia.

Jefan malas banget sama yang namanya berinteraksi sesama manusia. Memang agak unik anaknya makanya lebih suka diem dan berperang sama pikiran sendiri dibanding mengeluarkan tenaga buat berinteraksi. Atau mungkin juga ini karena semua jatah aktifnya diambil si kembaran, Defan.

Kalo kalian ngeliat Jefan dan Defan barengan, bakal gampang banget bedainnya karena yang satu selalu pasang tampang 'datar' atau ' malas hidup' sementara yang satu lagi selalu cengengesan dan nebar senyum seakan selalu semangat meski akan hidup sampai satu abad.

"Aku Geraldi," seorang cowok berwajah manis mendatanginya. Jefan berani bersumpah dia gak pake pelet apapun buat mancing anak manis ini datang.

Geraldi duduk sama dia, gak pernah keliatan nuntut Jefan buat berbicara aktif dengan banyak bertanya. Anak ini malah bikin Jefan penasaran karena sifat uniknya.

Akibat penasaran, Jefan jadi sering merhatikan si manis yang ternyata lumayan sosial butterfly. Dia punya banyak teman tapi yang paling dekat sama dia cuma satu, namanya Pandu dari kelas sebelah.

Di mata Jefan dan beberapa anak cewek, Geraldi dan Pandu sudah kayak orang pacaran. Nempel banget kemana-mana berdua kayak... dimana ada Pandu pasti bakal ada Geraldi juga, begitupun sebaliknya.

Dari cara natapnya aja, Jefan tau kalo Pandu sudah nganggap Geraldi dunianya. Pandu yang kalo ngomong sama orang lain ngegas dan keliatan watak kerasnya tiba-tiba ciut dan jadi kucing penurut waktu berdua aja sama Geraldi. Cara Pandu ngomong, natap, dan memperlakukan Geraldi jelas beda sama yang lainnya.

Jefan sama sekali gak nguntit dua manusia itu, tapi emang mereka yang selalu muncul dan berpapasan dengannya di segala tempat. Bikin jiwa introvertnya iri, mau punya teman kayak Geraldi juga. Yah sesekali juga sering ngeliat interaksi lucu mereka sepulang sekolah.

"Mikirin apa?"

Jefan melirik ke arah kembarannya yang sudah berbaring santai di tempat tidurnya, ia sedang duduk dengan tangan bertopang dagu pada meja belajar. "Teman."

Jujur, ia sedang membaca novel lalu teringat pada Geraldi.

"Anjay! Lo punya teman?" Defan cukup excited mendengar ucapan kembarannya. Ia sampai bangkit dari rebahan santuy demi menyimak cerita saudaranya.

Jefan tak menjawab, sebenarnya bingung apakah dia sudah boleh menganggap Geraldi sebagai teman atau tidak. "Ralat, kenalan."

Jawaban yang membuat Defan tampak sangat kecewa. "Gue pikir lo ada teman baru, di sekolah.. gue udah punya banyak teman padahal baru hari pertama." Pamernya sama sekali tak membuat Jefan merasa iri.

"Oh iya," Defan menghentikan ocehannya sendiri. "Kenalan yang lo maksud itu... Gimana ciri-cirinya? Tumben soalnya lo mau repot-repot ingat orang." Saudaranya tak tau itu termasuk pertanyaan atau ledekan.

Geraldi itu... Apa ya? Jefan serius berpikir hingga mengabaikan omelan Defan yang merasa jawabannya terlalu lama. Sekelibat muncul wajah senang Geraldi saat meminjaminya pulpen di sekolah.

Amicizia Complicata Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang