Bab 35

250 25 15
                                    

Untuk anggota kpps, semangat yhh
Ini musim sakit apa yaaa
Gue sakit lagi dari hari Sabtu anjirrrrrr
Untung masih sempat ngetik jadi gak terlalu telat up

Ini makin gelap ceritanya, kayak mental gwe

⚠️⚠️⚠️warning!!!⚠️⚠️⚠️
Contain: Murder, Suicide, Brainwash, Blood, Mental Illness

Happy Reading 💙



Dimas menatap Defan yang hanya termenung sambil menatap sebuah foto di dompetnya. "Kangen ibu lo?" Tanya Dimas seraya mengambil tempat duduk di sebelah saudara tirinya. Malam itu mereka masih harus menunggu di gedung Arzan untuk penyusunan rencana lainnya yang belum beres.

Defan mengangguk kecil. "Gue hidup terpisah dari rumah dan keluarga, apa lo pikir gue gak ngerasa benci sama orang yang bikin gue terpaksa dipisahkan? Gue benci, benci banget sama ibu. Di mata gue, dia selalu keliatan ketakutan dan menyesali kelahiran Jefan. Ibu mana yang tega membuang satu anaknya dari keluarga dan membenci anaknya yang lain?"

Dimas ikut menatap foto wanita cantik berambut pendek. Ia tersenyum cerah ke arah kamera, umurnya mungkin masih awal 20-an tahun dalam foto itu. Defan mengeluarkan foto tersebut dari dalam dompet, ternyata foto itu dilipat.

"Sekarang gue paham kenapa dia misahin gue dari Jefan, ayah, dan rumah. Gue paham kalo itu cara dia ngelindungin gue dari tempat yang buruk." Ucap Defan seraya membuka lipatan foto itu.

Dimas tercengang saat melihat dua orang tambahan di dalam foto. Mereka bertiga berfoto bersama sambil tersenyum lenbar ke arah kamera, satu pria dan dua wanita.

"Itu... Ayah??!"

Defan terlihat kaget, terlebih ketika ia merasakan tepukan di bahunya. Wajah Kevin muncul diantara mereka sambil menatap lekat foto itu.

"Mama?!"

Mereka bertiga saling tatap bergantian, sama sekali tidak menyangka bahwa orang tua mereka saling kenal di masa muda. "Apa semua kejadian ini... Saling berkaitan?"


















.

.

.

Aurora menyadari perbedaan besar antara kedua anaknya. Meskipun kembar, mereka tumbuh dengan kepribadian yang berkebalikan dan tidak saling menempel seperti anak kembar pada umumnya.

Ketika Defan asyik bermain permainan anak-anak, Jefan lebih memilih duduk sendirian sambil membaca buku. Ketika Defan sibuk membicarakan superhero penyelamat dunia, Jefan malah membicarakan zat dalam anti materi atau masalah rumit lainnya. Defan selalu mengeluh setiap kali diajak belajar oleh sang ayah, sementara Jefan sudah siap menanyakan semua yang ingin ia ketahui dari sang ayah.

Terkadang anak pendiamnya juga terlihat serius saat mengamati hewan-hewan kecil seperti burung, kelinci, dan kucing yang banyak berkeliaran di halaman belakang rumah mereka.

"Ada yang aneh dari Jefan." Ujar Aurora pada suaminya, Edwin.

Lelaki yang baru saja pulang kerja dengan kemeja hitam itu menoleh ke arah si kembar yang sedang makan. Defan masih terlihat belepotan saat makan sementara Jefan sangat rapi, pemandangan itu membuktikan perbedaan mereka.

"Jefan lebih cerdas dari Defan, itu hal biasa dari anak kembar." Ucap Edwin tenang.

Aurora mengikuti langkah suaminya ke kamar. "Tapi aku juga nemuin kotak di halaman belakang, isinya serangga besar yang sudah mati. Itu kotak yang biasa dimainkan Jefan. Aku pernah dengar kalau cerdas dan psikopat itu bedanya tipis."

Amicizia Complicata Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang