Bab 19

253 32 5
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




"Jefan! Pandu! Gue bakal cari ke rooftop sekolah gue, kalian datang..." Ucapan Arion terhenti saat melihat tubuh Galen terkapar di tanah dengan genangan darah. Ia mematung, jantungnya berdetak jauh lebih kencang dari biasanya karena dugaan kuat pada mayat yang tergeletak itu.

Arion segera berjalan pelan menghampiri tubuh tersebut, langkahnya terasa lebih berat dari biasanya.

Beberapa saat kemudian, kedua mata Arion terbelalak lebar karena orang yang tergeletak itu benar-benar Galen. "ARGH!!! GALEN?!"

"Arion?! Kenapa?!" Suara Pandu terdengar panik di seberang sambungan telepon.

Arion melempar handphone-nya sendiri ke sembarang arah lalu mendekati tubuh itu sambil berlari tertatih, bahkan tersandung kakinya sendiri akibat panik. Ia terduduk karena lututnya lemas melihat pemandangan mengerikan itu tepat di depan matanya.

"GALEN!!! LO ITU GALEN KAN?!!" Nada suaranya semakin meninggi saat tersadar bahwa ini semua bukan sekedar ilusi. Tubuh yang ia sentuh saat ini terasa sangat nyata, bau segar darah terlalu menyengat indra penciumannya, dan mata terbuka Galen yang menatap kosong tanpa berkedip membuat Arion tak sanggup lagi menahan air mata.

"GALEN!!! BANGUN BANGSAT!!!" Teriaknya sambil memukuli dada Galen. Ia berusaha melakukan CPR berkali-kali, mengecek denyut nadi dan berharap akan berhasil setidaknya sedikit saja. Pandangannya mulai kabur, air matanya sama sekali tidak bisa dibendung dan terus mengalir hingga bercampur dengan darah Galen.

Ia yakin sekali Galen jatuh dari gedung sekolah yang sangat tinggi itu. Seharusnya logikanya sendiri paham bahwa CPR yang ia lakukan itu tidak akan berguna untuk membuat Galen kembali bernafas. Nadinya tidak mungkin berdenyut kembali, begitupun detak jantungnya.

Hilang, kosong, menyisakan raga tanpa jiwa.

Terlambat.

Kehadirannya disini terlalu terlambat. Tangannya yang penuh dengan darah Galen mulai bergetar hebat.

"Yoyon, selamat tidur. Mimpi indah ya, apapun yang terjadi jangan sampe keluar dari rumah lo."

Suara lembut Galen saat berpesan padanya di telepon dari terngiang, ia terisak keras dan memeluk tubuh itu begitu menyadari bahwa itu adalah pesan terakhir Galen untuknya. Hatinya perih sekali hingga rasanya sesak dan sulit untuk bernafas dengan baik. Kali ini Arion memukuli dadanya sendiri yang terasa nyeri seakan ditusuk oleh benda kasat mata, "Arghh! Dada gue sesak!"

Tidak, bukan ini yang Arion mau. Ia meminta sahabatnya untuk istirahat sejenak, bukan selamanya.

Galen sudah terbaring tak berdaya di pangkuannya karena kehabisan banyak darah setelah jatuh dari bangunan tinggi. Arion kalut, pikirannya kacau hingga tidak bisa memikirkan hal lain seakan otaknya menolak fakta bahwa cowok itu akan mendapat keajaiban agar bisa bernafas kembali.

Amicizia Complicata Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang