Bab 21

279 33 8
                                    

Happy Reading 💙

.

.

.

.




Pandu pergi ke rumah Geraldi setelah berganti baju dan membeli pecel lele, cemilan dan jajan untuk kesayangannya bersama Jefan. Sebenarnya ia agak khawatir karena Jefan memaksa ingin ikut bersamanya pergi melihat keadaan Geraldi, bagaimana reaksi Jefan setelah melihat hasil perbuatannya pada Geraldi semalam.

"Jadi, gue kayaknya harus jujur sama lo." Pandu menghentikan langkahnya, ia tidak paham kenapa harus takut pada Jefan untuk mengatakan hal ini.

Jefan tak menjawab, hanya menatapnya dengan ekspresi datar.

"Gue habis... Ngewe sama Geraldi semalam."

"Oke, nice info."

"Anjing, respon lo emang gak pernah memuaskan ya?" Amuk Pandu setelah mendengar feedback yang tidak sesuai dugaannya. Ia kira Jefan bakal marah dan ngehajar dia setelah dengar pengakuan tadi.

Cowok yang biasanya berwajah datar itu tertawa sarkas. "Terus gue harus apa? Ngomong 'wah, nanti kita threesome yok' gitu?"

Pandu meraih kerah kemeja Jefan, "Geraldi bukan gigolo, anjing!" Marahnya.

Dari jarak sedekat ini, Pandu bisa melihat jelas tatapan Jefan yang biasanya datar telah berubah menjadi tatapan kosong yang sempat membuatnya merasa merinding. "Lepas," pinta Jefan seraya menahan tangan Pandu.

"Ck!" Pandu terpaksa melepaskan cengkraman eratnya. "Ayo ke rumah Geraldi dulu."

"Fares," Pandu tersentak saat mendengar nama panggilan itu dari mulut Jefan. Jika biasanya Geraldi menggunakan panggilan 'Pandu' ketika marah, maka Jefan berlaku sebaliknya. Ia hanya memanggil dengan kalimat 'Fares' ketika marah.

"Sekali lagi lo sakitin Geraldi, gue gak akan biarin ketemu dia selamanya."

Selama bertahun-tahun hidup dalam didikan keras ayahnya, Pandu tidak pernah merasa takut pada orang lain. Namun hari ini adalah pengecualian, marahnya Jefan yang sekarang jauh berbeda daripada saat dulu ia sengaja menjauhi Geraldi. Tatapan dingin beserta ancaman itu datang dari mulut seseorang yang biasa hidup santai mengikuti alur, seakan memberitahu Pandu bahwa ia serius dengan kata-katanya.

"Gak akan. Gue gak akan pernah nyakitin dia lagi."

Jefan tidak berkomentar apapun, ia melihat panggilan dari sang saudara kembar di handphone. Setelah mereject panggilan itu, Jefan membalikkan badan lalu pergi ke arah yang berbeda dari Pandu.

"Gue ada urusan lain."







.

.

.

.

.

"Katanya sama Jefan? Kok jadi sendirian?" Tanya Geraldi heran. Walau terlihat khawatir tapi selera makan anak itu tetap saja mengerikan, ia sudah membabat habis semua makanan dan jajan yang dibawa Pandu. Meja makan yang penuh makanan kini hanya tersisa bungkus dan sampahnya saja dalam waktu singkat.

"Iya, dia yang ngusulin bawa jajanan tadi. Tapi kayaknya ada urusan mendesak," Pandu menjawab seraya membantu Geraldi membersihkan noda makanan di bibirnya. Setelah kejadian semalam, Pandu merasa bahwa tidak akan cukup melakukannya sekali walau harus mengorbankan perasaan.

Singkatnya, ia ketagihan.

Pandu memukul kepalanya sendiri karena kesal atas ingatan semalam. Geraldi yang panik segera menahan tangannya agar tidak melakukan tindakan anarkis itu lagi, ia bahkan sampai naik ke meja makan karena refleks.

Amicizia Complicata Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang