Bag 24. Let bygones be bygones

2.6K 336 59
                                    

Gelak tawa terus terdengar dalam ruangan tersebut, tetapi ada saja manusia yang bersitegang dengan sorot mata yang saling memandang sinis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gelak tawa terus terdengar dalam ruangan tersebut, tetapi ada saja manusia yang bersitegang dengan sorot mata yang saling memandang sinis. Sementara itu sebagai penengah, lelaki ini hanya terdiam bingung pada ketegangan yang terjadi. Menjadi serba salah, dan memilih diam daripada salah berucap. Sedangkan suara tawa itu bukan berasal dari mereka, melainkan mahasiswa lain yang berada dalam ruangan yang sama yaitu, perpustakaan.

Satu jam mereka hening dengan bacaan masing-masing, Haidan sadar jika waktunya hampir selesai. Lantas ia pun mulai mengemas bukunya.

"Dan, mau ke mana?" tanya Jazziel.

"Mau ke tempat Windy. Sejak foto yang diunggah Davina viral, dia hampir ngga pernah balas chat gue," jawab Haidan.

"Oh, good luck. Kalau ketemu Miki, sampaikan salam gue," tukas Jazziel.

Haidan terkekeh pelan, lalu memakai ransel di sebelah pundaknya. "Pamali, Ziel. Ngga boleh kangen mantan."

Jazziel senyum sejenak, lalu menyusul Haidan dengan mengemas buku dan lembaran kertas yang menjadi tugas praktikumnya.

"Jun, lo ngga ikut?" tanya Haidan.

Juno tak merespon, ia hanya melirik sekilas. Lalu, beralih pada layar MacBook tentang tugas individu yang harus ia kumpulkan. Cara paling ampuh untuk mengalihkan distraksi adalah menyibukkan diri. "Duluan. Kalau tugasnya udah selesai, gue nyusul."

Haidan menganggukkan kepalanya, sementara Jazziel sudah melenggang jauh meninggalkan mereka tanpa sepatah kata untuk berpamitan. Mungkin saja dendam pria itu pada Juno semakin bertambah, sehingga mendengar suaranya saja enggan. Sebagai penengah, Haidan paham dan memilih pergi.

Tujuan Haidan menemui Windy untuk meminta maaf. Ia tak ingin perilaku salahnya membuat nama baik keluarganya ikut tercemar. Bagi Haidan, ia tak pernah mempersalahkan tanggapan buruk tentang dirinya. Namun, jika hal itu sudah menyangkut keluarga, ia tak akan terima. Maka dari itu, ia ingin menemui Windy untuk memperbaiki citra keluarganya dari pandangan keluarga Windy.

Lama kaki itu melangkah, akhirnya ia sampai pada bangunan tinggi nan megah itu. Dengan langkah santai, Haidan menyusuri koridornya.

"Haidan!" seru seseorang.

Mendengar namanya terpanggil, Haidan memalingkan wajah. Lalu, tersenyum singkat pada kedatangan yang berlari kecil ke arahnya. Bukan hanya satu, melainkan tiga wanita yang menghampiri dirinya.

"Lo mau nemuin Windy? Mana mau dia sama lo lagi," goda Davina dengan senyuman khasnya yang mengejek Haidan.

Haidan berkacak pinggang, lalu terkekeh pelan pada cacian Davina. "Diem lo pendek, bukan urusan lo!"

ANDROMEDA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang