Bag 34. Almost at it's peak

2.3K 307 29
                                    

Miki menyangga dagunya dengan sebelah tangan, menyaksikan sahabatnya silih berganti pada kisah yang begitu rumit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Miki menyangga dagunya dengan sebelah tangan, menyaksikan sahabatnya silih berganti pada kisah yang begitu rumit. Ia sangat heran. Mengapa harus Haidan yang berada di antara mereka, semakin membuatnya bingung setelah kejadian tempo hari.

"Han, lo masih suka sama Haidan?" tanya Miki tiba-tiba. Tentu saja pertanyaan itu hanya dibalas oleh lirikan Hannie yang keheranan.

Detik berikutnya, Miki menghela napas sembari mengemas bukunya ke dalam tas. Berniat meninggalkan mereka, untuk menemui Jazziel. Dua sahabatnya sendiri tak bergeming pada kesibukannya, mereka sedang dibuat fokus pada tugas laporan yang kian bertambah.

Sebelum melenggang pergi, lebih dulu Miki menatap sahabatnya sangat dalam. Lalu, menggelengkan kepalanya lamat-lamat sembari berdecak. Tentu saja, sikapnya langsung dijadikan atensi oleh sahabatnya. Mereka terdiam kompak, dengan sorot matanya yang datar.

"Gue mau pergi," ucap Miki.

Davina dan Hannie secara kompak menganggukkan kepala, lalu kembali pada tugasnya masing-masing.

Hal itu pun kembali membuat Miki menghela napas, lalu melangkahkan kaki. Namun, belum jauh melangkah seorang gadis cantik dengan surai bergelombang berwarna coklat berlari pelan menuju arahnya. Dapat Miki saksikan raut wajah kesedihan yang dipenuhi keputusasaan.

Tak sempat Miki bertanya, gadis ini langsung meraih kedua tangannya. Lalu memeluknya erat dengan air mata yang terus menetes.

"Windy ... Ada apa?" tanya Miki.

Windy tersadarkan dari tindakan impulsifnya, lalu melepas pelukan itu sembari menyeka air mata menggunakan punggung tangannya. Sebelum melanjutkan, ia mengedarkan pandangannya pada perpustakaan yang ramai akan mahasiswa belajar. Lantas Windy segera menghampiri Davina dan Hannie, lalu menariknya pada tempat yang aman. Sedangkan Miki menyusul di belakang.

Tak ada tempat paling aman selain asrama Hannie, takut tiba-tiba melihat Liqiza. Oleh karenanya, sembari menunggu Windy menetralkan kegugupannya. Mereka bertiga menunggu dengan sabar.

"Daripada kucing lo terus ngelahirin, mending lo steril, Han," ucap Miki sembari mengusap hewan berbulu lebat yang tengah tertidur pulas.

"Rencananya, sih gitu," sahut Hannie sembari menyisir rambutnya di depan kaca.

Ketika dua sahabatnya asik melempar obrolan, ada Davina yang diam-diam duduk di sebelah Windy membantu menenangkan pikirannya. Davina begitu sabar. Menunggu Windy memulai ceritanya, mengingat hanya tersisa satu jam lagi ia akan memulai kelasnya.

"Windy ... Sebenarnya ada apa?" tanya Davina bersuara lembut.

Windy tak memberikan responnya langsung, ia masih memperbaiki pernapasannya secara perlahan. Lalu, menatap tiga wanita ini silih berganti dengan mata nanarnya. Mulut Windy bergetar, dan air mata mulai turun dari pelupuknya.

"Tolong bantu aku," lirihnya.

Mendengar perkataan Windy, lantas menjadikan Miki dan Hannie bergerak meninggalkan kegiatan tersebut. Lalu, mempererat jaraknya. Seperti Hannie yang duduk di atas kursi belajar, sedangkan Miki duduk di sebelah Windy. Sehingga gadis malang ini berada di tengah-tengah mereka.

ANDROMEDA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang