"Teh Raisa! Ai panggil-panggil you dari tadi kenapa nggak nyaut? Sengaja biar ai datengin?"
"Astagfirullah! Jauh-jauh lo Minnie! Goblok banget. Issh! Bawa babi lu pergi. Najis! Haram!"
Raisa mencak-mencak lalu lemparin sandalnya ke arah Minnie. Si korban pelemparan kontan berlari pontang-panting keluar dari perkarangan rumah pak haji. Lagian ada-ada saja, sudah tahu muslim area, ngapain bawa babi coba?
"Jahat banget lo, Teh! Sakit punggung gue..." Rengek Minnie sebab sandal jepit Raisa mendarat di punggungnya.
"Rasain! Udah di kasih tau berkali-kali jangan bawa babi lo ke rumah gue... Dasar batu!"
"Please, jangan samain Madonna sama babi biasa. Madonna itu--"
"Bodo amat kusss!! Mau babi lu lahir di pegunungan alpen kek, di lembah baliem kek, di sungai nil kek, di gua hira' sekali pun. Gue nggak peduli! Haram is haram, understand?!"
Konon katanya Madonna berasal dari kota Qufu, Tiongkok Timur. Mickey sendiri yang membawanya pulang untuk dijadikan peliharaan. Agak lain memang. Entah dapat ilham dari mana sampai lelaki itu berpikiran buat mengadopsi seekor babi?
Saat di tanya pun, Mickey cuma jawab kalo dia merasa kasihan melihat Madonna luntang-lantung di tengah hutan. Padahal sudah sewajarnya babi tinggal di hutan.
"Oh gitu, ya udah, mulai sekarang nggak gue izinin lo masuk ke kamar gue." Ancam Minnie.
Di ancam sedemikian rupa si Raisa praktis gelagapan sampai nggak sadar jatuhin ciloknya. Gila saja dia nggak boleh masuk ke kamar Minnie lagi, rugi dong. Memang di mana lagi Raisa bisa memantau Jacob saat lelaki itu berada di kamarnya?
Well, kebetulan letak kamar Minnie dan kamar Jacob saling berhadapan, sehingga Raisa sering menginap sekedar memantau kegiatan sang gebetan di malam hari.
"Gitu aja ngambek, nggak asik lo Min..."
"Lo tuh nggak asik, punggung gue sakit gara-gara sendal jelek lo." Ketus Minnie.
"Iya iya sorry, ntar malam kita ke senayan deh, gue traktir makan bakso sepuasnya."
Wajah Minnie seketika sumringah. Siapa sih yang nggak tergoda mendengar kata traktir dan semacamnya? Walaupun Minnie terlahir dari keluarga berada, tapi nggak bisa dipungkiri kalo hal-hal berbau gratisan memang terdengar lebih menggiurkan.
"Ajak kak Aleesha yok?" Minnie berseru heboh.
Omong-omong kedua gadis berbeda SARA itu berdiri agak berjauhan. Raisa ogah mendekat karna Minnie masih memangku babi peliharaannya. Pun demikian, keduanya sama sekali nggak terganggu sebab pagar besi yang sedikit menghalangi pandang.
Raisa celingak-celinguk ke samping, berharap nggak ada siapa pun di rumah sebelah. Jangan sampai mereka ketahuan sedang membicarakan orang lain, oke?
Sementara Minnie di buat tergelak melihat gelagat aneh perempuan itu. Anak gadis pak haji memang sudah terkenal dengan tingkahnya yang konyol.
"Nggak ada orangnya. Kak Aleesha ikut Tante Jeni ke toko. Kalo Pak Hasan paling ke kampus."
Ucapan Minnie diakhiri tawa cekikikan. Yang lebih tua mengangguk mantap mendengar informasi yang keluar dari belah bibir Minnie. Raisa merasa senang karna mereka bisa leluasa membicarakan sang tetangga.
"Tau nggak lo, si Aleesha juga naksir kak Jake masa?"
"Apa?!!" Raisa praktis membekap kedua telinganya.
"Minnie tikus goblok! Pengang kuping gue." Omel perempuan yang lebih tua.
"Jangan becanda lah teh! Masa kak Aleesha naksir kak Jake juga? Yang bener aja..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Play-play (END)
FanfictionAnother cliche story; kisah cinta beda keyakinan (not that serious tho) CW! • Markhyuck face claim • Genderswitch • Love story • Fluffy, comedy, friendship, family • Harsh words • 18+