24

1.1K 202 89
                                    

Qufu, Tiongkok Timur

"Mick, munduran dikit--"

"Ssst!"

"Ya Allah, tolong sadarkan teman hamba--"

"Berisik, goblok."

Mulut Yuda kontan mengatup, menelan kembali keluhan yang hendak dia muntahkan. Hampir satu jam mereka mempertahankan posisi yang sama, tidur telungkup di dalam semak belukar, berharap hewan pemangsa di depan sana nggak menyadari kamuflase mereka.

Agak gila memang si Mickey, bisa-bisanya dia menyeret Yuda dalam aksi mempertaruhkan nyawa. Dari tadi Yuda terus bergerak gelisah. Badannya bergetar hebat, keringatnya nggak berhenti bercucuran, bahkan sudah terhitung 3 kali dia kencing di celana. Apa hari ini hari terakhirnya menghirup udara?

"Astaghfirullah palanya madep sini, Mick!"

"Lo bisa tenang nggak? Masih mau hidup kan!"

"Mickey anjing gue udah nggak kuat--"

"Jangan bangun dulu goblok--"

"Bodo amat-- akkhhh... Kita ketahuan! Kabur Mickey! Kabur!!"

Dengan terpaksa Mickey bangun dari posisinya, kemudian berlari kesetanan keluar dari kawasan hutan. Kedua lelaki itu menerobos masuk ke sebuah kuil yang kebetulan berada di perbatasan hutan dan perkampungan warga. Mereka hanya nggak mau di sangka orang gila karna muncul dengan penampilan luar biasa aneh, oke?

"Lo kalo mau mati nggak gini caranya, anjing!!" Yuda menyalak marah tepat di depan wajah Mickey.

"Siapa yang mau mati, sih?! Lo nggak liat ular kobra tadi spesies langka?" Keduanya masih terengah-engah.

"Bodo amat! Mau langka, hampir punah, gue nggak peduli! Gue masih mau hidup, anjing!"

Sepertinya Yuda sangat kesal pada temannya yang satu itu. Bayangkan saja, dia sudah rela meluangkan waktu untuk menemani Mickey berkunjung ke Qufu, yang katanya kota suci umat Konghucu, tapi apa yang dia dapat? Mickey malah menempatkannya di situasi paling bahaya di sepanjang usianya.

"Tega lo. Padahal kalo kita berhasil motret ular tadi, uh, gue yakin portofolio kita langsung tembus National Geographic."

"Natgeo pala lu! Ingat Aleesha, goblok! Dia lagi hamil anak lu! Tega lu nelantarin mereka demi obsesi lu kerja di Natgeo?!"

Mickey praktis kehilangan argumennya sebab kata-kata yang dilontarkan Yuda barusan. Wajahnya seketika berubah murung. Hilang sudah minatnya untuk memburu ular kobra yang katanya spesies langka itu.

"Eh, k-kok balik galau? Sorry, bro. Gue nggak maksud." Yuda menggaruk tengkuknya yang nggak gatal.

"Gue lapar. Ayo cari makan." Balas Mickey kemudian. Entah dia memang lapar atau sekedar mengalihkan pembicaraan.

"Woiwoiwoi! Itu copot dulu."

Segera Mickey singkirkan tanaman-tanaman liar yang sengaja dia lilitkan ditubuhnya, lalu membuangnya ke tempat sampah di dekat pintu keluar kuil. Yuda juga melakukan hal yang sama. Membuang semua dedaunan yang melekat di bajunya. Konyol sekali, dalam hati Yuda menertawakan dirinya dan Mickey untuk aksi bodoh yang mereka lakukan hari ini.

Astaga, Yuda merasa jadi turis paling tolol se-dunia. Dan semua itu berkat si tolol Mickey.

"Hape lo masih mode pesawat?" Tanya Yuda tiba-tiba.

"Hm." Oke, nampaknya mood Mickey belum kembali.

"Mau sampai kapan lari dari kenyataan, Mick? Kalian bisa kali nyelesain masalah ini baik-baik..."

Don't Play-play (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang