27

1.2K 197 71
                                    

"Al, udah Al! Kasian koko... Ya Tuhan..."

Ide untuk mencekik Mickey sampai mampus bukan hanya isapan jempol belaka. Buktinya Aleesha benar-benar merealisasikan hal tersebut di depan keluarganya, keluarga Narendra, bahkan beberapa orang asing yang baru ditemuinya. Tanpa belas kasih, Aleesha dengan tega menganiaya Mickey, mencekik leher lelaki itu dengan tangannya sendiri.

Mickey sih pasrah saja, toh dia datang jauh-jauh memang untuk menghantarkan nyawa. Kalo bukan demikian pastilah dia membawa seseorang untuk menemaninya, bukan?

"Cowok goblok! Gue stres mikirin lo nggak ada kabar, tau nggak?!"

Keluarga Aleesha terlalu shock dengan perubahan sikap perempuan itu. Alih-alih melerai perkelahian, mereka justru diam di tempat, tercengang melihat adegan yang sedang berlangsung.

"T-tapi koko udah d-di sini, sayang..." Mickey tampak kesusahan menyahut ucapan Aleesha.

Sebenarnya mudah saja dia melepaskan diri dari cengkraman Aleesha, tapi ya sudahlah. Dia ikhlas lahir batin di siksa oleh wanita yang sedang mengandung calon buah hatinya tersebut.

"Kata gue lo harus lepasin ko Mickey sekarang. Mati beneran ntar orangnya--"

"Lo nggak usah ikut campur, bego! Ini laki harus di kasih pelajaran!" Raisa mendengus sebal, agaknya mulai lelah menenangkan temannya.

Lagian yang lain kenapa pada diam sih? Nggak ada gitu yang berniat membantu Raisa? Heran...

"Bang Rendra udah turun tangan duluan kali... Nggak liat tu mukanya biru-biru?"

Cekikan di leher Mickey seketika melonggar. Mata Aleesha bergerak liar, memindai tubuh Mickey dari ujung rambut sampai ujung kaki. Bahkan dia nggak segan menyingkap kaos yang dikenakan lelaki itu. Dan benar saja, cukup banyak lebam yang tersebar di beberapa titik tubuh Mickey. Sial.

"Kak Rendra..." Rengeknya.

"Khilaf, Al." Alibi Narendra.

Mencoba memanfaatkan keadaan, Mickey lantas gaungkan rintihan kesakitan, sekadar mendapat belas kasihan dari siapa pun yang ada di sana. Dasar bajingan tebal muka.

"Maaf mengganggu, saudara-saudara sekalian. Jadi akad nikahnya bagaimana? Masih bisa dilanjutkan?"

Salah satu dari 6 pria asing tiba-tiba angkat bicara. Oh, Aleesha sampai lupa kalo tujuannya kemari untuk melangsungkan akad nikah dengan Narendra.

"Jadi, pak penghulu. Kak Rendra, ayo--"

"Al..." Mickey sontak menyela. Merengek seperti anak kecil yang minta uang jajan.

"Dih, jelek." Cibir Aleesha.

"Ehem. Al, bisa ngomong bentar?" Narendra ikut bersuara.

Aleesha membawa langkahnya menuju beranda mesjid, lalu diikuti oleh Narendra. Memisahkan diri dari semua orang adalah pilihan terbaik agar mereka bisa lebih leluasa beradu argumen, benar?

"Maaf." Seru Narendra lebih dulu.

"Bukan maaf kak Rendra yang mau Echa dengar. Echa butuh penjelasan."

Sejak awal Aleesha memang nggak menginginkan pernikahan ini, namun membatalkan pernikahan di detik-detik terakhir terdengar sangat kejam dan nggak bertanggung jawab. Setidaknya bagi Aleesha.

"Demi Allah aku nggak bermaksud untuk mempermalukan kamu apalagi keluarga kamu. Aku sadar, Aleesha... Aku sadar kalau aku sudah sangat egois."

"Jujur, Echa kesal banget sama kak Rendra. Bukan karna sifat kakak yang egois itu, bukan! Echa kesal karna kak Rendra terlalu baik. Dan harusnya kak Rendra nggak terlibat dalam kekacauan ini. Echa malu, tau..."

Don't Play-play (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang