Langit mendung sekali pagi ini. Semendung hati lelaki yang sedang termenung di balkon kamarnya. Ditemani secangkir kopi, Mickey duduk bersila sambil menatap lurus ke depan. Tatapannya kosong, entah sebab rasa kantuk yang masih tersisa, atau memang terbawa suasana hati yang galau.
Sekonyong-konyong pintu balkon kamar seberang terbuka, lalu Aleesha muncul setelahnya. Sepertinya gadis itu nggak sadar dengan eksistensi Mickey di sana. Dia tampak fokus mengeringkan rambut panjangnya. Pagi-pagi sudah keramas, mana cuaca dingin begini? Gimana nggak overthinking si Mickey?
"Percuma cantik tapi nggak bisa dimiliki." Gumam Mickey sambil menatap intens Aleesha.
"Gue bawa kabur aja kali ya?" Lelaki itu sontak menggeleng.
Walaupun nggak ada salahnya mencoba, tapi Mickey seratus persen yakin nggak akan realisasikan pemikirannya barusan. Mickey masih sangat waras, oke? Dia nggak mungkin lakukan sesuatu yang bisa mencoreng nama baik keluarganya. Lagi pula Ayah Aleesha nggak mungkin tinggal diam kalo putri kesayangannya di bawa kabur.
Bisa berakhir di balik jeruji besi si Mickey...
"Sok-sokan mau bawa kabur anak gadis orang, ntar Bapaknya ngamuk trus bikin rata satu kota. Mampus lu."
Sangking tenggelamnya Mickey dalam dunianya, dia sampai nggak sadar kalo Aleesha sudah menghilang dari pandangannya. Napasnya berhembus kasar, frustasi memikirkan cara untuk melupakan Aleesha.
"Loh? Ayang gue mana?" Bingungnya saat nggak mendapati Aleesha di tempat sebelumnya.
Lucu sekali melihat Mickey mendramatisir keadaan. Kepalanya celingukan ke sana sini mencari keberadaan Aleesha. Siapa tahu Aleesha sedang sembunyi di balik pintu, benar?
Asal tahu saja, beberapa hari terakhir Aleesha balas menghindari Mickey. Sepertinya perempuan itu sudah mengambil sebuah keputusan. Entah keputusan apa itu, Mickey pun nggak tahu. Mickey mengira kalo hal itu ada hubungannya dengan sosok yang akhir-akhir ini sangat gencar mendekati Aleesha. Adalah Narendra.
Memikirkan Aleesha dan Narendra akan berakhir di pelaminan, buat perut Mickey seakan di aduk kasar. Mual sekali rasanya. Nggak bisa dia bayangkan Aleesha-nya tidur seranjang dengan pria lain.
"Bisa mati gue lama-lama." Lelaki beralis camar tersebut berdecak sebal, lalu mengusak kasar rambutnya yang mulai panjang.
Mickey kenapa sih? Perasaan dia nggak gini-gini amat dulunya? Sebelum kenal Aleesha, Mickey sudah beberapa kali gonta-ganti pacar, omong-omong. Sudah beberapa kali patah hati juga, harusnya dia sudah biasa kan ya?
"Lu pelet gue kan? Ngaku lu." Kali ini Mickey berbicara seraya menatap layar ponselnya.
Jempolnya bergerak lincah, tampilkan satu-persatu foto Aleesha dalam berbagai gaya. Dia baru sadar kalo banyak sekali foto Aleesha tersimpan diponselnya. Kapan Aleesha mengambil foto-foto tersebut? Heran lelaki itu.
"Kira-kira pak Hasan setuju nggak anaknya nikah beda agama?"
Belum menyerah juga rupanya. Setelah berencana bawa kabur Aleesha, sekarang Mickey bepikir untuk mengikat Aleesha dalam hubungan pernikahan beda agama.
Sadar, Mickey... Pernikahan nggak sebercanda itu. Lagi pula siapa yang pernah patahkan harapan Aleesha untuk menikahi pria berbeda keyakinan? Kok sekarang dia malah ikut-ikutan?
.
.
.
.
.
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Play-play (END)
FanfictionAnother cliche story; kisah cinta beda keyakinan (not that serious tho) CW! • Markhyuck face claim • Genderswitch • Love story • Fluffy, comedy, friendship, family • Harsh words • 18+