Lhoknga, Aceh Besar
Hari ke lima Aleesha berada jauh dari jangkauan Mickey, hati dan pikirannya makin kacau saja. Di tanah kelahiran yang harusnya membawa kedamaian, Aleesha justru merasa semakin tertekan. Bukan sebab sang Ayah yang sampai detik ini enggan bersinggungan, tapi sebab tidak adanya kabar dari sang pujaan.
Pagi tadi Ayah Hasan dan Ibu Jenita kembali ke Jakarta setelah 4 hari menemani Aleesha membiasakan diri di rumah sang Nenek. Aleesha merasa seperti anak yang terbuang. Sedih sekali rasanya. Tapi tenang saja, minggu depan mereka akan kembali ke Aceh.
Kata Ibu, ada sesuatu yang harus mereka selesaikan. Entah apa itu, Aleesha sama sekali nggak tahu. Hanya saja semalam Aleesha mendengar kedua orangtuanya berdebat, dia tebak kepergian mendadak keduanya berhubungan dengan topik yang diperdebatkan.
Omong-omong soal Mickey, setelah hari terkuaknya kehamilan Aleesha, lelaki itu nggak pernah terlihat lagi batang hidungnya. Sepertinya Mickey juga melewati hal yang berat, sebab Aleesha sempat mendengar tangisan tante Joanna sehari setelah keributan di rumah mereka.
Aleesha juga mendapat pesan singkat dari Minnie, yang katanya si koko kabur entah ke mana. Sialan Mickey. Apa dia remaja broken home? Segala main kabur-kaburan.
"Kak Cut, lihat! Kerangnya bagus!"
Seruan kekanakan Meutia-- sepupu Aleesha, praktis buat Aleesha menolehkan kepalanya.
"Tengok, sini." Sahut Aleesha seraya lambaikan tangannya.
Bocah 5 tahun itu berlari tergopoh-gopoh ke arah yang lebih tua, sekadar pamerkan barang temuannya. "Nih..." Hebohnya.
"Jelek, ah. Bagus punya kak Cut." Lidah Aleesha terjulur keluar, menggoda si bocah dengan sesuatu ditangannya.
Selama beberapa hari terakhir, Aleesha kerap mengajak Meutia bermain di pantai yang letaknya nggak jauh dari kediaman sang Nenek. Ceritanya dia ingin meratapi nasib sambil memandang laut lepas. Siapa tahu Mickey tiba-tiba datang lalu membawanya kabur, bukan? Kawin lari lumayan juga. Pikirnya.
"Punya Tia lebih bagus! Mirip spongebob... Punya kak Cut mirip tikus. Jelek."
"Tikus tuh ganteng tau..." Sahut Aleesha nggak terima.
"Mana ada! Tikus tuh jelek. Bau. Rakus. Suka mencuri makanan."
Meutia memang tergolong julid untuk anak seusianya. Ingin sekali Aleesha kuncir mulut kecil yang sedang mengerucut tersebut. Tapi nggak dulu, bisa kena omel dia sama pamannya.
"Nggak semua tikus kayak gitu, bocil..."
Tunggu, tunggu. Jangan bilang ucapan Aleesha menjurus pada seseorang yang nggak tahu ke mana rimbanya? Kalo iya, tolong sadarkan Aleesha sekarang juga. Dia harus berhenti memikirkan pria yang enggan bertanggung jawab atas kehamilannya.
"Masa iya? Memangnya ada?" Raut bingung Meutia tampak sangat menggemaskan.
Bisa di bilang Meutia adalah Aleesha versi bocil. Cantik, imut, menggemaskan, suka bicara, dan tentunya juga pintar. Well, semoga saja Meutia nggak mengikuti jejak Aleesha saat dewasa nanti.
"Ada kok, Mickey namanya."
Sebut Aleesha gila karna nggak bisa berhenti memikirkan Mickey. Si kecil Meutia mengangguk-angguk setuju, dia pikir Mickey yang di maksud sang kakak adalah tikus disney, yang kebetulan jadi salah satu koleksi bonekanya.
"Minnie juga..." Timpal Meutia.
"Hehe, iya. Minnie juga baik..." Keduanya cekikikan bareng. Nggak ada yang lucu memang, hanya saja suasana hati Aleesha mendadak bagus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Play-play (END)
FanfictionAnother cliche story; kisah cinta beda keyakinan (not that serious tho) CW! • Markhyuck face claim • Genderswitch • Love story • Fluffy, comedy, friendship, family • Harsh words • 18+