Akad nikah akan dilaksanakan pada hari ke 7 pasca prosesi lamaran. Bukan terburu-buru, bukan pula Aleesha atau Mickey yang nggak sabar menunggu. Hanya saja nggak etis bila terus menunda-nunda saat kedua calon mempelai nggak ada ubahnya seperti pasangan kumpul kebo.
Sebenarnya pak Hasan sudah memutuskan hal ini jauh-jauh hari. Bahkan bisa saja beliau menikahkan putrinya di hari yang sama saat momen log in Mickey, sayangnya dia belum ikhlas sepenuhnya. Dia belum ikhlas melepaskan Aleesha pada lelaki buta pengetahuan agama.
Di lain sisi pria paruh baya itu juga terus mempertanyakan keputusannya perihal menunda-nunda menikahkan sang putri, pasalnya dia sudah melihat sendiri bagaimana Aleesha nggak peduli dengan status. Sah nggak sah, tetap saja dia memperlakukan Mickey seperti suaminya.
Misalnya sekarang, Aleesha terang-terangan menempeli Mickey di tengah-tengah perbincangan para pria. Di tegur pun percuma, paling besok-besok diulangi lagi. Daripada capek sendiri, mending kedua orang itu langsung dinikahkan saja, benar?
"Geser dikit, Al. Ayah liatin kita dari tadi." Mickey berbisik-bisik manja di telinga Aleesha.
"Biarin aja, paling dia iri karna bininya sibuk di dapur." Balas Aleesha asal.
"Bana bini bana bini, Nyokap lo itu!"
"Ck. Lo muncrat!"
Tubuh Mickey terdorong ke belakang. Pelakunya siapa lagi kalo bukan Aleesha. Sebegitu kesal gara-gara liur setitik, padahal dia sudah beberapa kali menelan ludah Mickey langsung dari sumbernya.
"Perut lo bisa ngisi karna gue muncrat di dalam kalo lo lupa."
"Apa sih--"
"Aleesha, Mickey, Papa dengar loh ya..."
Keduanya kompak memalingkan wajah ke depan. Aleesha meringis pelan kala menyadari tatapan kosong Ayahnya. Omong-omong, Ayah Hasan, Papa Erwin dan kedua paman Aleesha sedang berkumpul membahas resepsi pernikahan yang rencananya akan dilangsungkan di dua tempat, Jakarta dan Banda Aceh.
2 hari yang lalu, tepatnya sehari setelah prosesi lamaran, keluarga besar Mickey kembali ke Negara masing-masing. Mereka cukup strict bila menyangkut ritual keagamaan, setelah melalui diskusi epik, mereka pun memutuskan untuk nggak hadir di hari akad.
Sejujurnya pak Hasan cukup tersinggung dengan sikap keluarga besar sang calon menantu, namun saat mengingat kelapangan hati pak Erwin dan istri, beliau akhirnya ikhlas. Tidak apa-apa, putrinya pasti aman-aman saja selama di sayang keluarga inti suaminya.
"Ehem! Al, udah minum susu?" Mickey kembali bersuara.
"Udah tadi pagi."
"Kok tadi pagi? Sekarang udah siang loh, sayang..."
"Siapa bilang udah malam..."
Mickey berdecak kesal seraya menatap geram Aleesha. Ada yang mau cari gara-gara rupanya. Haruskah Mickey ladeni? Atau mengalah demi kedamaian orang-orang di sekitar? Pilihan yang sangat sulit. Pikir lelaki itu.
"Ayo ke dapur, koko buatin susu."
Tangan Aleesha di tarik lembut. Keduanya lantas berjalan beriringan menuju dapur. Aleesha sigap bergelayut manja di lengan Mickey. Senang sekali dia diperlakukan seperti ini.
Sesampainya di dapur mereka malah jadi tontonan para wanita yang sedang asik bergosip di meja makan. Mama Joanna terpekik senang melihat pasangan fenomenal didepannya. Dari awal beliau memang sudah menyukai Aleesha, dan rasa sukanya semakin besar saat Aleesha mengandung benih Mickey.
"Kenapa Mick?" Ibu Jenita lebih dulu bertanya.
"Echa belum minum susunya, Bu." Sahut Mickey sambil lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Play-play (END)
FanfictionAnother cliche story; kisah cinta beda keyakinan (not that serious tho) CW! • Markhyuck face claim • Genderswitch • Love story • Fluffy, comedy, friendship, family • Harsh words • 18+