"Halo tante Jeni? Itu, tan... Minnie mau ngasih tau kalo kak Echa ketiduran di kamar Minnie, perlu dibangunin nggak?"
"...."
"Ohh... Oke. Boleh nginap berarti?"
"...."
"Iya, tan. Selamat tidur tante Jeni..."
"...."
Tut
"Hufftt! Aman." Minnie hembuskan napas lega setelah sambungan teleponnya terputus.
Begitu besar ketakutan Aleesha bertemu kedua orangtuanya dalam keadaan luka-luka, hingga dia pilih berdusta. Setidaknya sampai esok hari, pikirnya. Lagi pula baik Minnie dan Mickey nggak ada yang berani mengantar Aleesha pulang. Alasannya karna takut disalahkan.
Sedangkan sang pelaku sebenarnya alias Raisa, sudah di seret pulang oleh Narendra, menyisakan Minnie dan Aleesha, dan juga si jahil Mickey yang sedari tadi lebih banyak diam.
Untungnya Mickey masih berbaik hati mengobati luka-luka Aleesha.
"Udah." Seru Mickey, lalu rapikan kotak p3k didepannya.
"Ko, jidat gue sakit banget."
"Mana, sini."
Aleesha majukan wajahnya agar lebih dekat. Kening Mickey praktis mengernyit kala mendapati lebam selebar bola pimpong menghiasi kening mulus Aleesha. Perasaan tadi nggak ada apa-apa, kok tiba-tiba ada semburat keunguan? Heran Mickey.
"Pake minyak kayu putih aja ya?" Tawar lelaki itu.
"Koko yang benar aja, ini tuh bekas benturan, bukan bekas di gigit nyamuk." Balas Aleesha seraya menunjuk-nunjuk dahinya.
"Cium aja ko, pasti langsung sembuh."
Decakan kesal Mickey terdengar setelahnya. Si Minnie benar-benar nggak sadar sikon. Keadaan lagi serius gini malah di ajak bercanda. Mana dianya cuma cekikikan doang, seakan sengaja berucap demikian untuk menggoda kokonya.
"Ya udah pake betadine aja." Putus Mickey akhirnya.
"Nggak mau... Skincare gue mahal, ko! Please, muka mulus gue bisa gradakan gara-gara setetes betadine."
Astaga, semua manusia memang sama saja. Di kasih hati, malah minta jantung. Aleesha nggak lihat sekarang sudah jam berapa? Mickey harus segera beristirahat karna besok pagi-pagi sekali dia berencana untuk hunting foto.
"Minyak kayu putih nggak mau, betadine juga nggak mau. Koko olesin air liur mau?" Ucapan Mickey di sambut suara tawa Minnie.
Kakak beradik yang satu ini sangat sesuatu. Selalu kompak di setiap situasi dan kondisi. Buat iri saja. Aleesha juga ingin merasakan kasih sayang seorang kakak, oke?
"Kompres pake air hangat aja..."
"Ck. Mesti turun lagi dong gue?" Mickey terdengar keberatan dengan ide Aleesha.
Pasalnya pemuda itu sudah cukup lelah sebab seringnya dia bolak-balik lantai atas dan lantai bawah. Mendapat penolakan sedemikian rupa, Aleesha tiba-tiba kalungkan kedua tangannya di leher Mickey, lalu menatap Mickey dengan tatapan mengiba.
Minnie di sudut sana di buat geleng-geleng kepala. Sudah terbiasa melihat interaksi Aleesha dan Kokonya yang terkadang nggak bisa di bilang biasa saja.
Apa sih sebutannya? Kakak-adekan? Teman tapi mesra? Atau Hubungan tanpa status? Entahlah, hanya Tuhan yang tahu. Cibir Minnie dalam hati.
"Hadehhh... Iya deh, gue turun sekarang." Pasrah satu-satunya lelaki di sana.
Aleesha memekik girang. Namun detik berikutnya meringis kesakitan saat rasakan denyutan di dahinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Play-play (END)
FanfictionAnother cliche story; kisah cinta beda keyakinan (not that serious tho) CW! • Markhyuck face claim • Genderswitch • Love story • Fluffy, comedy, friendship, family • Harsh words • 18+