"Kok lama?"
"Eh, Ayah. Ini, Ibu lagi ngubek-ngubek shopee mall, kali aja nemu oven bagus."
Hasan menggeleng lemah sebab sifat Jenita yang mudah terdistraksi online shop. Hampir tengah malam soalnya. Hasan pikir Jenita sengaja menghindar lalu ketiduran di ruang tamu. Bukannya apa, tadi sore mereka sudah sepakat untuk habiskan malam dengan bergumul di balik selimut.
"Ibu lupa atau pura-pura lupa?" Seru Hasan jenaka.
Pria paruh baya itu merebut paksa hape di tangan sang istri, lalu menyembunyikannya di balik punggung. Geraman kesal diikuti delikan tajam Jenita praktis Hasan terima.
"Ayah jangan mulai!" Kesal yang lebih muda.
Kelakuan mereka nggak pernah berubah meski sudah lama menikah. Usil namun berlimpah kasih sayang. Well, hidup berumah tangga dengan pria yang menempatkan Allah di atas segalanya, adalah kesempatan langka yang mustahil muncul lebih dari satu kali. Dan Jenita jelas merasa beruntung karna nggak melewatkan kesempatan itu.
Konon katanya, Allah itu pencemburu. Allah nggak suka diduakan dengan siapa pun, baik dengan anak, istri, mau pun dengan suami dari hamba-Nya.
Jadi buat para pujangga cinta di luar sana, yuk kurang-kurangin bucinnya.
"Malam jumat, sayang. Masa kamu nggak mau nabung pahala?" Seduktif Hasan.
"Ya mau, tapi Ibu mau liat-liat oven dulu."
"Kan bisa di tunda sampai besok. Lihat sudah jam berapa. Mau begadang sampai subuh memangnya?"
Jenita hembuskan napas pasrah. Suaminya ini benar-benar definisi tua-tua keladi, makin tua makin bertambah saja staminanya. Heran...
"Ya sudah, ayo. Tapi itu anakmu sudah tidur, kan?" Tanya Jenita memastikan.
"Kalau belum pun nggak masalah. Dia sudah besar, sudah paham lah yang begituan."
"Ya jangan terang-terangan juga lah, Yah. Kasian dia, jomblo."
Keduanya cekikikan bareng. Pasangan tengil, mau bercocok tanam masih saja sempat meledek anak sendiri. Untung Aleesha nggak ada di sana. Bisa mogok bicara dia gara-gara dikatai jomblo. Walaupun memang sedemikian adanya.
"Bentar, Ayah. Ibu pastiin sekali lagi." Jenita melepas genggaman tangan Hasan, lalu berjalan berjinjit menuju lantai atas.
Entah apa yang ada dipikiran pasutri itu. Di lihat dari letak kamar mereka yang lumayan berjarak dengan kamar Aleesha, harusnya nggak ada yang perlu ditakutkan. Pun Aleesha bukan manusia gabut yang rela bangun tengah malam sekedar menguping kegiatan orangtuanya.
"Aman, Yah." Seru Jenita setelah memastikan lampu kamar Aleesha redup.
Hasan sigap mengulurkan tangan, menyambut istrinya yang hendak memijak anak tangga terakhir. Lagi-lagi keduanya terkekeh, menertawakan sesuatu yang tidak dimengerti sembarangan orang.
"Come on, let's go. Mau berapa ronde sayangku?"
"Ayah, ihh..."
Detik berikutnya diisi oleh desau angin malam yang berseliweran di sekitar rumah, sebab suara sang penghuni segera menghilang seiring pintu kamar yang di tutup rapat.
Sunyi seketika mengambil alih situasi. Hanya beberapa saat sampai suara kunci di putar perlahan buyarkan keheningan.
"Aman..." Celetuk Aleesha setelah memindai sekitar.
Perempuan itu menutup pintu kamarnya, lalu berjalan pelan-pelan menuruni tangga. Tangan kirinya menenteng sepasang high heels, sementara tangan kanannya membekap mulut, menahan suara apa pun yang bisa saja lolos.
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Play-play (END)
FanfictionAnother cliche story; kisah cinta beda keyakinan (not that serious tho) CW! • Markhyuck face claim • Genderswitch • Love story • Fluffy, comedy, friendship, family • Harsh words • 18+