12

1.1K 194 44
                                    

"Stop, pak. Saya berhenti di sini aja."

Mengikuti perintah perempuan di kursi penumpang, sang supir taksi sontak arahkan mobilnya ke pinggir, kemudian berhenti di samping trotoar pejalan kaki.

"Ini pak duitnya, makasih udah nyopirin saya dengan aman. Bapak keren." Puji perempuan cantik itu sambil julurkan tangannya ke depan.

"Sama-sama, neng." Balas Pak supir, lalu angsurkan uang tersebut ke tangannya.

Uang pas, omong-omong. Pak sopir nggak perlu susah payah mencari uang kembalian. Dan penumpangnya nggak harus berdiam diri lebih lama.

"Duh, panas anjing... Koko mana sih?"

Perempuan berkerudung pink tersebut mengoceh seorang diri. Tangannya aktif menyeka peluh yang mulai membasahi wajah cantiknya.

Taksi yang dia tumpangi sudah meluncur pergi, menyisakan wajah merengutnya sebab terik matahari. Agak menyesal mengapa dia minta diturunkan di pinggir jalan. Harusnya di depan minimarket saja sih, kan lumayan bisa ngadem?

"Awas aja lo nipu gue. Kontol lo gue kebiri." Dumalnya.

Konsep manusia punya tiga wajah memang bukan sekedar bualan. Aleesha contohnya. Wajah pertama hanya dia perlihatkan pada orang-orang terdekatnya, wajah kedua diperlihatkan pada dunia, lalu wajah ketiga nggak ada yang bisa melihatnya selain dirinya sendiri.

Seperti saat ini, mana pernah seorang Aleesha yang agung melontarkan kata-kata kasar di depan orang lain? Bawa-bawa alat vital pula...

Kepala Aleesha menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari mobil SUV merah yang sudah beberapa kali dia naiki. Namun aksinya terhenti sebab suara klakson menyapa telinganya.

"Naik." Titah lelaki yang duduk di balik kemudi. Mickey tentu saja.

"Dari mana sih, ko? Ditungguin dari tadi..." Aleesha bersungut-sungut kesal.

"Macet, yang mulia."

"Ck. Bohong banget."

"Koko ke kantor Papa dulu ambil mobil, makanya kena macet." Balas Mickey lagi.

"Beli satu napa? Mau sampai kapan minjem mobil orangtua terus?"

"Nanti, kalau udah berkeluarga. Udah ada anak. Kalo beli sekarang takutnya cuma jadi pajangan."

"Halah, gegayaan lo berkeluarga. Pacar aja nggak punya."

"Ya makanya lo kapan log out biar gue punya pacar."

"Stres."

Mickey tertawa terbahak-bahak sampai Aleesha reflek menutup kedua telinganya.

"Kasih aba-aba dulu kalo mau ngakak. Kaget gue." Kesal Aleesha.

"Iya makasih. Lo juga cakep."

Aleesha sudah terlalu biasa menghadapi tingkah random Mickey. Nggak akan kaget lagi sih ya? Lagian dia sadar diri juga, sama-sama random buat apa menghujat, benar?

"Baju gue mana?" Tanyanya mengalihkan pembicaraan.

"Tuh, di jok belakang."

Segera Aleesha raih paper bag di jok belakang. Senyumnya mengembang saat mendapati mini dress floral di dalam paper bag tersebut. Sangking sukanya, sudah nggak terhitung berapa banyak pakaian bermotif floral yang dia punya.

"Beli di mana ko?"

Mickey menoleh pada Aleesha sekilas lantas kembali fokus ke depan. "Di depan kantor Papa." Sahutnya.

"Bagus. Mahal, nggak?"

"Murah kok, nggak nyampe sejuta."

"Mahal itu!"

Don't Play-play (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang