Flashback
Warning❗
• Soft mature 18+...
"Ko tungguin!"
Aleesha susah payah mengejar langkah lebar Mickey. Nggak mudah baginya menyamai langkah Mickey saat kakinya bertopang high heels 7 senti. Pun lelaki yang sedang diliputi amarah tersebut seakan-akan sengaja mempercepat jalannya untuk menghindari Aleesha. Sial. Tumit Aleesha mau pecah rasanya.
"Ko-- arrgghh!"
Erangan kesakitan Aleesha praktis buat Mickey berhenti berjalan lantas memutar tubuhnya ke belakang. Matanya membulat mendapati Aleesha sudah tersungkur menyedihkan di atas trotoar. Salahkan Raisa yang parkir agak jauh dari kawasan club. Katanya sih untuk menghindari hal-hal yang nggak diinginkan. Entah apa itu, Aleesha pun nggak tahu.
"Huaaa... Koko..."
Ibarat pepatah, sudah jatuh tertimpa tangga pula. Aleesha mau mengubur diri saja rasanya. Si Mickey juga nggak bisa diharapkan, bukannya datang menolong, lelaki itu malah diam bergeming seraya menatap Aleesha dengan sorot angkuhnya.
Aleesha tahu kalo Mickey masih marah, tapi bisa nggak marahnya di pending dulu? At least sampai mereka berhasil mencapai mobil. Kalo sudah di dalam mobil, mau Mickey menebas kepalanya pun Aleesha akan terima. Well, Aleesha lebay mode on.
"Koko tolongin... Sakit banget kaki Echa..."
"Nggak usah manja! Cepetan bangun, atau gue tinggal." Begitu Mickey membalas ucapan Aleesha, lalu lanjutkan kembali langkahnya.
Mendapat penolakan sedemikian rupa, Aleesha jelas nggak terima. Tangisan yang sengaja dia buat-buat sontak kembali dia telan, pun tubuhnya perlahan bangun dan bersiap-siap mengejar Mickey yang semakin jauh di depan. Demi Tuhan dia nggak suka diperlakukan seperti ini.
Mickey masih Setia mempertahankan raut bengisnya. Jangan anggap remeh kemarahannya, oke? Saat dia sedang marah, kecil kemungkinan orang-orang di sekitar tetap aman. Bersyukur nggak ada siapa pun di sana selain dia dan Aleesha.
Brakk!
Lelaki itu berjengit kaget. Untung bukan mobilnya yang diperlakukan sedemikian kasar. Lagi pula apa-apaan itu tadi? Apa Aleesha baru saja mengibarkan bendera perang? Sial. Kesalnya dalam hati.
"Koko..."
Oh, oke. Sepertinya Mickey sudah salah mengira. Aleesha nggak mungkin lontarkan rengekan manja jika ingin mengajak Mickey berperang.
"Ko, jangan diam aja..." Kali ini Aleesha meraih tangan Mickey, menyandarkan wajahnya di bisep tetangga tampannya itu.
Omong-omong Mickey sudah melepas jaket varsitynya, dan menyisakan kaos sleeveless putih yang membungkus tubuh atletisnya. Lama-lama dia gerah juga. Mana api amarahnya nggak mau reda?
"Ngapain lu!" Sentak Mickey, Aleesha baru saja mengecup basah bisepnya.
Bulu kuduknya meremang. Sentuhan yang diberikan Aleesha berhasil memantik api baru. Dan api tersebut jauh lebih sulit dipadamkan dari sekadar amarah.
"Aleesha..." Mickey menggeram kesal. Giginya bergemeletuk menahan hasrat yang hampir meledak.
Aleesha harus bergegas pergi jika masih mengharapkan keselamatan. Kecuali kalo dia memang bermaksud untuk membangunkan birahi Mickey.
"Ko, maafin Echa." Bibir gadis itu melengkung ke bawah, memperdaya sang lawan bicara agar luluh hatinya.
Dasar licik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Play-play (END)
FanfictionAnother cliche story; kisah cinta beda keyakinan (not that serious tho) CW! • Markhyuck face claim • Genderswitch • Love story • Fluffy, comedy, friendship, family • Harsh words • 18+