"Senang banget kayaknya?"
Aleesha terkikik pelan kemudian menghambur ke pelukan yang lebih tua. "Makasih udah nemenin Cut, Bunda..." Ucap perempuan itu.
Sosok yang di panggil Bunda sigap membalas pelukan Aleesha. Dia ikut senang melihat senyum merekah sang keponakan. Sebesar apa pun kesalahan Aleesha, sebagai seorang perempuan yang juga memiliki anak perempuan, sebisa mungkin dia akan selalu ada untuk Aleesha, menemani perempuan itu melewati masa terkelamnya.
"Iya sama-sama... Kita ke minimarket sekarang ya? Beli susu hamil buat kamu."
"Tapi Cut nggak punya uang lagi--"
"Kamu ini ngomong apa? Siapa yang butuh uang kamu?"
Pertama, uang yang diberikan Ayah sebelum berangkat ke Jakarta sudah habis digunakan untuk membeli skincare baru. Aleesha terpaksa mengganti beberapa produk skincare demi menjaga kehamilannya. Kata Bunda sih, Bumil nggak boleh sembarangan pakai produk skincare, Aleesha yang noob iya-iya saja. Alhasil, semua uang keperluannya dalam satu minggu habis sudah.
"Love you, Bunda..." Dia satukan kedua tangannya membentuk simbol hati. Tak lupa wajahnya di tekuk selucu mungkin.
Siapa sih yang nggak terharu menerima kebaikan dari orang lain? Setelah menemani Aleesha periksa kandungan, sang Bunda juga nggak ragu untuk gelontorkan sejumlah uang sekadar membeli beberapa kebutuhan Aleesha.
Kemarin-kemarin Aleesha sudah dibelikan beberapa pakaian yang nyaman di pakai untuk Ibu hamil. Padahal jelas-jelas baby bumpnya belum kelihatan. Setelah kejadian dia menangis sendirian di dapur, Bunda juga sangat rajin merestok cemilan. Nggak rugi memang dia di buang ke Aceh.
"Tia di belakang aja."
"Ndak. Tia mau duduk sama kak Cut."
"Gapapa, Bun. Tia anaknya anteng kok..." Kilah Aleesha.
Butuh beberapa saat untuk Aleesha meyakinkan Bunda kalo dia nggak masalah memangku tubuh mungil Meutia dalam posisinya. Lagian kata dokter, kandungannya kuat kok, kuat banget malah...
"Adek ndak boleh lasak. Kasian kak Cut lagi sakit. Oke?" Peringat Bunda pada putri kecilnya.
"Oke!" Balas si kecil.
Nggak ada yang bersuara lagi setelahnya. Pelan-pelan mobil yang dikendarai Bunda bergerak mundur lalu melaju dalam kecepatan sedang. Jarak perkotaan dan rumah Nenek Aleesha terbilang cukup jauh, setidaknya butuh waktu kurang lebih 1 jam perjalanan.
1 jam perjalanan di Jakarta mungkin nggak seberapa lama, mengingat betapa banyaknya titik kemacetan di kota metropolitan tersebut. Jelas nggak bisa disamakan dengan lalu lintas kota Banda Aceh yang nggak padat-padat amat.
10 menit berkendara, mereka lantas berhenti di sebuah minimarket yang lumayan besar. Ketiganya segera turun dari mobil, berjalan berdampingan sambil bergandengan tangan, seakan-akan salah satunya bisa hilang di telan udara.
"Bunda mau temenin Tia pilih jajanan. Kamu sendiri saja ndak apa-apa kan, Neuk?"
"Gapapa kok..." Senyum cerah Aleesha sudah menjelaskan segalanya.
Bunda mengangguk paham. Dia serahkan keranjang kecil ke tangan Aleesha. "Pilih juga cemilan buat kamu." Ucapnya kemudian.
Ketiganya lantas berpencar memburu kebutuhan masing-masing. Hitung-hitung untuk menghemat waktu, benar? Aleesha berjalan santai menuju sebuah rak yang menyediakan susu khusus Ibu hamil. Dia sudah diarahkan oleh karyawan minimarket, omong-omong.
"Bagus yang mana, ya?" Gumamnya. Mata bulatnya memicing tajam, memastikan produk yang lebih worth it untuk dia konsumsi.
"Yang ini, atau yang ini." Ada 2 pilihan yang menarik minatnya. Dia butuh seseorang untuk dimintai pendapat. Duh, si Bunda ke mana ya? Batinnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Play-play (END)
FanfictionAnother cliche story; kisah cinta beda keyakinan (not that serious tho) CW! • Markhyuck face claim • Genderswitch • Love story • Fluffy, comedy, friendship, family • Harsh words • 18+