35

1.3K 209 35
                                    

"Kak Cut...!!!"

"Tia...!!"

Bak Ibu dan anak yang sudah lama terpisah waktu dan jarak, Aleesha berlutut sambil merentangkan kedua tangannya, mengisyaratkan agar Meutia segera masuk ke pelukannya. Meutia dengan senang hati mengabulkan keinginan yang lebih tua. Gadis itu berlari-lari kecil menuju Aleesha lalu melemparkan tubuhnya pada sang kakak.

"My squishy..."

Sebutan manis tersebut keluar dari mulut Aleesha. Nggak tahu dari mana asal mulanya, sebab Aleesha asal berceloteh saja.

Omong-omong keluarga dari Aceh dan Padang kembali berkunjung ke Jakarta. Formasinya masih sama seperti beberapa bulan yang lalu. Kalo dulu mereka jauh-jauh datang sekadar menyambut kepulangan Aleesha dari Turki, tapi sekarang lain lagi. Pasalnya kehadiran mereka bermaksud untuk meramaikan proses lamaran yang rencananya akan berlangsung besok pagi.

Setelah drama picisan yang sempat tayang, pada akhirnya Aleesha benar-benar akan menikah dengan lelaki pujaannya.

"Mana si Mickey? Nenek datang jauh-jauh ndak di sambut..."

"Ngapain nyari ko Mickey? Cut di sini, Nenek nggak kangen Cut atau gimana?"

Merajuk pada Neneknya, wajah Aleesha tertekuk dalam, pun bibirnya mengerucut sebal. Kakinya menghentak-hentak lantai, nggak terima kalo Neneknya lebih mengharapkan kehadiran sang calon suami. Jelas-jelas Aleesha ada di sana, untuk apa menanyakan keberadaan Mickey, coba? Buat badmood saja.

"Onde mande... Yang macam ko andak jadi Amak-amak? Kantuik balapuik." Ucap wanita di sudut sana.

"Diam kau, jomblo!"

Suara tawa menggema ke seluruh penjuru rumah. Heboh sekali kediaman pak Hasan hari ini. Pelaku utamanya siapa lagi kalo bukan adik sang Ibu, Rosita namanya, wanita 30 tahun yang sampai sekarang masih melajang. Dipadukan dengan adik bungsu pak Hasan-- Tante Hasna, maka tamat lah riwayat Aleesha, perempuan itu hanya bisa pasrah dijadikan bulan-bulanan kedua Tantenya.

"Istirahat dulu kalian, Amak lagi di dapur bikin sop buah. Sebentar lagi jadi." Ibu di bantu adiknya menggelar karpet di ruang tengah.

"Makasih, Uni." Tante Hasna dan Bunda kompak berucap.

Lantaran rumah pak Hasan hanya tersedia dua kamar kosong, kedua adik pak Hasan beserta keluarga masing-masing terpaksa diungsikan ke hotel terdekat. Kamar kosong di rumah akan ditempati oleh para lansia. Satu kamar sudah diisi Uci dan Tante Rosita sejak kemarin, sementara Nenek dan Kakek akan mengambil sisanya.

Aleesha menghembuskan napas kecewa. Gagal sudah rencananya untuk mengajak adik-adik sepupunya tidur bersama.

"Cut, roti bandara--"

"Oh my gosh!!"

Perempuan itu nggak bisa sembunyikan raut senang ketika melihat bungkusan kertas di tangan sang Bunda. Roti bandara Sultan Iskandar Muda memang beda, celetuknya suatu hari pada sang Ibu. Padahal akal-akalannya saja. Aslinya dia sedang rindu tanah kelahirannya itu.

"Benar kita cuma bawa badan, Bang? Kok rasanya aneh ya?" Adik bungsu pak Hasan mulai membuka obrolan.

"Apanya yang aneh? Kita ini kan pihak perempuan, wajar kalau cuma bawa badan." Sahut suaminya.

"Bukan begitu... Untuk prosesi lamaran, Abang sama Uni sepakat ikut kemauan pak Erwin. Beliau ingin lamaran dilakukan dengan adat Tionghoa. Nah, kebetulan keluarga mereka punya restoran yang sering di pakai buat acara lamaran. Maka dari itu persiapannya juga cepat."

Don't Play-play (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang