"Echa, sayang. Tolong anterin ini ke depan. Crepe pesanan Mickey."
"Lagi?!" Sahut Aleesha nggak santai.
Pasalnya dalam seminggu terakhir, si Mickey nggak pernah absen membeli sesuatu dari dessert bar sang Ibu. Mana menunya berubah-ubah? Kentara sekali kalo pemuda itu hanya ingin coba-coba.
"Kenapa sih? Sensi mulu dengar nama Mickey, perasaan orangnya baik-baik saja."
"Kalo baik nggak mungkin dia nyuruh-nyuruh kita nganter pesenannya, Bu. Ambil sendiri lah!"
"Kalau jam segini Mickey mana bisa ke mana-mana, cantik. Udah ah."
Jenita lantas menyerahkan paper bag kecil berisi Crepe ke tangan Aleesha. "Sana anter." Lanjutnya.
Aleesha mendengus sinis. Untung si Ibu segera berbalik, bisa gawat kalo dia menangkap basah Aleesha mencibir di belakang. Sebenarnya Jenita sama sekali nggak kekurangan karyawan sekedar mengantar pesanan Mickey, tapi... Siapa sih yang mau beramah-tamah sama putra sang tuan tanah yang terkenal sombong itu?
Orang-orang belum tahu saja gimana freaknya Mickey saat bersama Aleesha.
"Gue ludahin aja kali ya?"
Perempuan itu celingak-celinguk memastikan nggak ada orang yang perhatikan gerak-geriknya. Memang nggak ada yang lihatin dia sih, tapi di sekitar rame banget. Bisa kena tuntut dia kalo ketahuan lakukan hal nggak bermoral.
"Lain kali aja gue kerjain." Celotehnya seorang diri.
Aleesha berlari super kencang menyeberangi jalan. Mumpung lagi sepi, pikirnya. Hanya butuh waktu kurang dari 5 detik buat Aleesha menginjakkan kaki di restoran milik Mickey. Perempuan itu segera naik ke lantai 2 tanpa repot-repot bertanya pada karyawan di sana.
Lagi pula para karyawan Mickey sudah hapal wajah Aleesha. Mereka juga sudah tahu kalo Aleesha putri pemilik dessert bar langganan si bos.
Aleesha terlalu pede mengira Mickey hanya beralasan untuk bertemu dengannya. Padahal Mickey sudah jadi langganan tetap Jenita sejak lama.
Cklek
"Buset, ko!!"
Mickey kaget bukan main. Pintu ruangannya di buka tiba-tiba hingga dia nggak sempat mengulur waktu sekedar mengenakan kembali pakaiannya. Mana si Aleesha teriak kencang banget?
"Sialan lo. Kaget banget gue!" Kesal Mickey.
Siapa yang nggak emosi saat badannya hampir terjerembab ke lantai? Untung reflek Mickey bagus.
"AC lu beli baru napa? Jan kayak orang susah gitu dong."
Nggak ada capek-capeknya Aleesha misuhin hal yang sama. Lagian si Mickey kenapa sih? Duit banyak tapi beli AC doang berasa berat banget. Budak korporat dengan gaji UMR saja nggak gini-gini amat.
"Crepe gue siniin." Ucap Mickey sambil lambaikan tangan ke depan, meminta Aleesha mendekat.
Mengikuti arahan yang lebih tua, Aleesha sontak bawa langkahnya masuk ke ruangan Mickey. Nyaman sih, tapi sayang, AC-nya nggak berfungsi.
"Lain kali langsung ke toko aja bisa nggak? Gue males dilihatin karyawan lo terus. Berasa istri nganterin bekal suami."
Mickey terkekeh geli. Dia sama sekali nggak peduli dengan anggapan karyawannya. Bodo amat. Yang penting dia nggak buang-buang tenaga sekedar menyambangi toko seberang, oke? Thanks to Aleesha yang sudah bersedia jadi kurir gratisan.
"Cuma diliatin doang sih harusnya nggak masalah, kecuali mereka ngomong aneh-aneh tentang lo. Tapi nggak mungkin sih, soalnya gue masih single, bukan suami orang." Lelaki itu berceloteh panjang lebar sambil menikmati crepenya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Play-play (END)
FanfictionAnother cliche story; kisah cinta beda keyakinan (not that serious tho) CW! • Markhyuck face claim • Genderswitch • Love story • Fluffy, comedy, friendship, family • Harsh words • 18+